Sepenggal Kisah Saat LDK di Samadi

Oleh Lamria Hutabarat


Ini adalah LDK tingkat senatus pertama yang kami ikuti.  Jumat 26 Januari 2018 peserta berdatangan dari berbagai kota dan pulau menuju tempat pelatihan  yang ditentukan, yaitu di Wisma Samadi,  Kelender – Jakarta Timur. Wajah-wajah yang masih asing bertemu, tetapi kami langsung akrab satu sama lain karena kami disatukan oleh sebuah tujuan.

Pk.13.00  kami disambut oleh panitia. Kami juga menerima  satu buku notes  dan dua  pulpen.  Kegiatan LDK diawali dengan  acara wawancara face to face.  Saya sempat bertanya-tanya: “wah, ini mau rekrut tenaga kerja sukarelawan ato apa yah??” Pada akhir wawancara, seseorang berkepala plontos mirip biksu Budha  memberiku  selembar kertas  sambil tersenyum. Ia  berkata…”Tolong kertas ini dijaga, gak boleh kelipat, gak boleh kotor dan dibawa setiap saat!”

Setelah wawancara  tersebut, acara dilanjutkan dengan misa pembukaan yang dipimpin oleh Romo Antonius Didit – sebagai Pemimpin Rohani Senatus Bejana Rohani. Lalu dilanjutkan dengan acara “pembantaian” – menurutku.  Si ‘biksu’ ternyata manager trainer kegiatan ini – yang  kami panggil  dengan nama  Magister Ronald. Magister Ronald menerangkan aturan kegiatan ini (aturannya sangat ketat;  Ikuti perintah).  Setelah itu ia bertanya berulang ulang siapa yang mau mengundurkan diri. Tak satupun yang mundur. Tiba- tiba beliau teriak melompat dan teriak ADA 10 ORANG, 9 BUTA 1 TULI SIAPA PEMIMPINNYA? AKU PEMIMPINNYA, AKU PEMIMPINNYA. (Sumpeh, aku sangat terkejut. Tuh orang suaranya menggelegar, gerakannya persis seperti orang ‘gila’). Kami disuruh memperagakan sama persis dengan apa yang dilakukannya. Awalnya masih banyak yang malu-malu tetapi dengan kejam sir Ronald membentak.  Mana Semangatmu?? Katanya Prajurit!!! Semua tak berdaya dan akhirnya terbawa suasana berteriak “ADA 10 ORANG 9 BUTA 1 TULI SIAPA PEMIMPINNYA? AKU PEMIMPINNYA AKU PEMIMPINNYA” Dalam hatiku berkata ‘Gile, nih orang lebih dari wong Batak…Suaranya kenceng Banget’. Seumur-umur aku teriak paling kencang  pada saat itu.  Hehhehe…

Jam 19.00  kegiatan dilanjutkan di kompleks sekolah SD Santa Maria de la Strada yang bersebelahan dengan Samadi. Semua peserta hening (soalnya benderanya hitam. Ada 4 jenis bendera : hitam berarti diam, merah berarti boleh bertanya dengan seizin magister, kuning/ krem bebas bicara, dan hijau boleh bicara tetapi terbatas dalam ruangan saja). Semua alat komunikasi disita. Saat itu dalam hatiku berkata, “Gila nih si Magister Biksu! Emang aku anak SMA. Aku aja gak sampe begituan sama murid-muridku. Tapi ape mau dikate aku ingat aku itu seorang prajurit. Aku harus  tunduk pada atasan. Hehehhehe…. Jadi  terpaksa deh hape dikumpul.  Ketiga magister yaitu magister Ronald, magister Suvi, dan Magister Joy seperti monster kelihatannya. Menakutkan!  Kami takut salah. Kami diberi sebuah tomat dalam kantong plastik. Tomat ini harus dijaga, dibawa kapan saja dan gak boleh kelihatan oleh magister. Di sekolah Strada kami menonton film tentang TENTARA ROMAWI. Film itu mengingatkan kembali bahwa kami  sebagai legioner adalah Prajurit Maria yang sangat dahsyat seperti tentara Romawi. Kami harus cakap, displin, punya strategi melawan musuh (dari luar dan dalam diri sendiri), tidak boleh loyo,  dan taat pada sistem serta atasan. Saat ini semangatku sebagai seorang prajurit Maria berkobar-kobar. Di akhir kegiatan Magister Ronald memberikan tugas yang menurutku ini adalah THE IMPOSSIBLE  ASSIGMENT.

Selesai kegiatan di sekolah Strada, jam  hampir menunjuk pk.  23.00. Kami ditugaskan menghafal puisi berjudul  “Aku adalah Prajurit Bala Tentara Allah”  yang panjangnya sampai satu lembar  kertas A4,  menonton film ROMERO dan meringkasnya, dan membuat sebuah tulisan tentang Legio Maria. Selesai Nonton Film ROMERO aja  lewat pk.00.00, trus masih lanjut meringkas ceritanya (kulihat jam sudah menunjukkan pukul 2.00 dini hari), lanjut terus membuat tulisan tentang Legio maria (jam sudah pk. 3.00 dini hari), lanjutkan lagi  menghafal  puisi “Aku adalah Bala Tentara Allah” (kali ini aku gak ingat sampe jam berapa, yang pasti ketika bangun aku lihat jam udah menunjuk pk.4.00 tepat). Ohhh noooooooooo…… aku belum hafal. Akhirnya aku diam merenung dan pasrah. Kucoba merefleksikan diri atas  semua kegiatan ini dengan apa yang telah selama ini kulakukan. Ya Tuhan, ternyata AKU BELUM MELAKUKAN APA-APA. Aku sering menyerah, aku sering mengeluh betapa sulitnya tugas menjadi legioner sama seperti diawal aku diberi tugas oleh Magister. Aku merasa tak sangggup. Mengapa aku tak menyadari bahwa aku pasti bisa karena ada Bunda yang menemani melaksanakan tugas berat sekalipun??? Aku bangkit berdiri. Tarik nafas dalam-dalam. Aku tak boleh kalah. Aku harus berjuang hingga garis akhir. Sukses tidaknya tugas yang kulakukan itu bukan yang terpenting bagiku. Aku sadar yang terpenting dan terutama AKU MASIH SEMANGAT  UNTUK MELAKSANAKANNYA. Aku membangunkan teman sekamarku yang bernama  mbak Nova, karena pk. 4.30 tepat kami harus berkumpul kembali mengikuti ibadah pagi.

Hari Sabtu,  selesai ibadah pagi, mandi dan  sarapan,  kami lalu kembali berkumpul di sekolah Strada. Kegiatan hari itu dibuka dengan refleksi  berjudul “Manusia dalam Cermin”. Nah, kegiatan selanjutnya menurutku adalah sebuah tantangan. Dengan bermodalkan pulpen yang diserahkan di awal registrasi, kami ditugaskan untuk pergi ‘mencari dan mendapatkan’ uang sepuluh ribu rupiah. Ada peserta yang pulpennya masih utuh sebanyak dua buah, ada yang tinggal satu saja (termasuk aku). Satu pulpenku hilang…hehhehe. Kelihatan kalau aku orangnya sepele atas hal kecil kali ya??? Wah, pelajaran berharga nih.

Kami ‘diusir’ keluar dengan bermodalkan pulpen dan KTP. Kegiatan ini mengajarkanku menjadi seorang prajurit yang KREATIF, CAKAP untuk menarik RASA PERCAYA  orang pada kita. Semua peserta pulang berhasil membawa uang sepuluh ribu. Hebat ya…. semua legioner bangga dan bahagia ditambah lagi ketiga magister sudah mulai tersenyum, tidak galak apalagi pake acara membentak. (Hmmm…mungkin dalam hati kami saat itu ‘senyumnya magister Ronald ternyata manis’ hehehheheh).  Setelah itu kegiatan dilanjutkan di ruang pertemuan di Wisma Samadi. Disini kami ada kegiatan ‘drama’ yaitu  bagaimana tanggapan  apabila seorang putri kita, ibu atau adik perempuan kita melakukan sebuah kesalahan besar dalam hidupnya. Apakah kita menghakiminya atau memberikan pengertian dan kasih? Kegiatan hari ini diakhiri dengan UJI HAFALAN puisi.  Apakah sudah hafal (Aku adalah Bala Tentara Allah). Kemudian  sebagai tugas akhir kami harus mencari tahu arah gerak pastoral di keuskupan masing masing serta membuat program Legio Maria yang mendukung arah gerak tersebut.

Jam  sudah menunjukkan pk. 22.00 lewat.  Dilema nih mau mencari info sama siapa? Secara ini kan dah malam. Tetapi trainer gak peduli, pokoknya besok pagi sudah harus ada. Aku menghubungi seorang sahabat untuk menanyakan arah gerak pastoral melaui WA dan dijawab pukul 23.59. (Ohhhh nooooo…..begadang lagi nih) akhirnya aku berusaha semampuku mengerjakan tugas yang diberikan.

Minggu pk. 4.30 kegiatan dimulai dengan ibadah pagi, seminar singkat tentang Karya Misioner Gereja “Menjadi Saksi Kristus” oleh Romo Markus Nur Widi, lalu seluruh rangkaian kegiatan ditutup dengan misa perutusan  oleh Romo Antonius  Didit pada pk. 12.00.

Banyak kenangan indah dan pelajaran berharga  di sini ini. Kami pulang dengan disegarkan kembali jiwa seorang Legioner.

AKU ADALAH PRAJURIT BALA TENTARA ALLAH.


Sdri. Lamria Hutabarat adalah peserta LDK Senatus Bejana Rohani 2018 dari Regia Ratu Para Syahid – Medan.

Kesan Pesan LDK Senatus 2018 : Akademi Pembentukan Prajurit Tentara Bala Tentara Allah – Angkatan 2018

Oleh. Maria Alacoque Martha Sulaiman


Awalnya saya mendaftar pelatihan ini karena kepo, mau tahu apa yang bakalan diajarin, apa yang bakalan dilatih oleh Senatus. Tapi setelah nyemplung di hari pertama, saya kaget dan berasa kesasar di Kamp Militer “9 orang buta; 1 orang tuli”; hormat bendera negara; nyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Gaya pelatihan yang beda dan baru bikin saya makin penasaran ada apa selanjutnya?

Jam mulai bergulir, hari makin malam tapi kog ya pelatihan belum kelar juga? Malah harus belajar menghitung? Energi mata mulai menyusut tapi otak ini terus merenungkan apa yang jadi “celotehan” para magister ternyata bukan sekedar omong kosong tapi fakta bahwa saya masih perlu belajar banyak.

Di dalam diri saya mulai muncul arena gulat antara rasa tidak suka ditegur vs. rasa gak mampu membantah. Belum juga gulat selesai, saya sdh “ditodong” dengan 10 commandments yang saya ga ngerti untuk apa dilakuin? Tomat; kertas puisi; simbol bendera; duduk tegak.

Malam terasa panjang, kantuk semakin menjangkit, fokus mulai sirna.. Kembali ke kamar, saya memilih tancap gas ke pulau kapuk dan istirahat. Tapi.. Belum lagi full charged, aktifitas selanjutnya sudah harus tayang….

#################

Matahari belum juga menampakkan muka, tapi saya sudah harus terbangun karena bunyi “tok tok tok” orang yg gedor pintu. Saya kaget dan reflek lompat dari kapuk, langsung beresin sandaran kepala (bantal); ngerapiin selubung anti dingin (selimut); sikat gigi dan ganti baju secepat saya bisa. Lalu lari masuk meringsek ke dalam Ruang Doa.

Raga dan jiwa yang kocar kacir segala arah “disuruh” diam dan tenang lagi. Saya pikir sudah bisa “relax”.. eeh ternyata kami diberi tahu oleh Magister kalo tagihan tanggung jawab bakalan jatuh tempo kurang dari 2jam.. alamak jang! Gak salah?! Capek tau! Protes saya dalam batin.

Pagi itu, perasaan sibuk jadi mandor, menggagahi pikiran saya. Bukan karena para magister ataupun prajurit seperjuangan. Tapi sejujurnya karena saya malu ga bisa ngelunasin tanggung jawab. Kebanyakan cari alasan, nunda-nunda, sampe ga peka dengan apa yang di sekeliling (pengumuman) bikin saya makin malu ada di akademi dan mau angkat kaki seribu, pulang ke rumah.

Untungnya dibuka periode ‘amnesty perasaan bersalah’. Pikiran saya mulai melek dan minta perasaan ngumpet dulu di pojokan. Malu tapi akhirnya saya sambangi Magister dan mengakui dengan lidah kaku kalo saya pailit! Ga sanggup bayar tagihan tanggung jawab secara penuh. Saya pikir bakalan digugat, diadili, dihukum massal. Ternyata, Magister cuma bilang, “Coba lebih baik lagi!”

Perasaan dan pikiran jadi campur aduk diojok-ojok kayak naik wahana roller coaster. Bukannya muntah, malahan bikin ‘instruksi tetap’ : saya mau lbih baik lagi; saya bisa lebih baik1!; saya harus lebih baik lagi!!

#################

Hari baru, jiwa baru, semangat baru, gak kerasa kalo saya sudah mesti direlokasi (a.k.a digusur) dari “ruang simulasi” ke dalam ruang nyata kehidupan. Padahal kan sudah mulai betah di akademi. Tapi apa daya, sayapun “balik kampung”.

Pas “bongkar muat”, eng ing eng, saya baru sadar ternyata saya disisipin banyak oleh-oleh:
~ Ketopong kejujuran (pikiran dan rasa adanya di otak/ kepala, harus jujur apa adanya)

~ Tombak keberanian (maju terus mengoyak ketakutan, keraguan, prasangka/asumsi dalam diri)

~ Perisai kerendahan hati.

~ Lencana Prajurit (saya mulai belajar menerima identitas prajurit; berani sukarela putuskan saya adalah seorang prajurit!).


Maria Alacoque Martha Sulaiman adalah Bendahara Kuria Bunda Pengharapan Suci, Jakarta Barat, dan juga tergabung sebagai panitia dan peserta LDK Senatus Bejana Rohani 2018.

Mensyukuri Berkat 2017 dan Melangkah dengan Iman 2018

Suasana Natal pasti masih terasa dalam keluarga, gereja atau tempat hiburan lain dan tak kalah meriah tentunya suasana pergantian tahun 2018. Kita juga mungkin sedang bersiap untuk menutup tahun 2017 dengan berlibur ke suatu tempat, barbeque-an, main kembang api, having fun atau apapun acara bersama keluarga dan sahabat yang dikasihi.

Saya ingin mengajak untuk meluangkan waktu untuk sejenak merefleksikan perjalanan hidup kita masing-masing khususnya di tahun 2017.  

Sudahkah kita hitung berapa banyak rejeki, karir, kelancaran study, dan banyak sukacita lain yang Tuhan berikan pada tahun ini ?  kita mudah mensyukuri semua kebaikan Tuhan yang nampak jelas kita alami. Tetapi… mungkin ada kejadian yang kita lihat sebagai keburukan, kegagalan, kekecewaan dan hal yang kurang baik di tahun ini, apakah Tuhan sedang lalai menjaga kita atau apa maksud Tuhan akan semua peristiwa itu?

Mengapa banyak bencana alam terjadi di dunia dan khususnya di negara kita; banjir, gunung meletus, kebakaran hutan atau kejadian alam lain yang menimbulkan korban jiwa atau harta benda ?

….. Tuhan mengingatkan pesanNya ketika menciptakan alam semesta yaitu agar manusia memelihara dan kembangkan alam semesta (bdk Kej 1 : 26) namun jangan – jangan tanpa sadar kita berkontribusi dalam kerusakan alam karena kita kurang ramah lingkungan, menggunakan plastik, sterofoam, tissue, pemakaian listrik berlebihan dll.  

Dengan bencana inipun, Tuhan mengetuk hati kita untuk semakin peka pada saudara kita tertimpa musibah tanpa peduli ras, suku dan agama untuk bersatu memberikan bantuan kemanusiaan dan doa.

Mengapa masih banyak ketidakadilan, korupsi, ketidakpedulian masyarakat dan rapuhnya kerukunan bangsa ?

…. Tuhan mengingatkan kita untuk menjadi pembawa damai, persatuan, sukacita bijaksana dalam tutur kata. Kita masing-masing bisa mulai dari sesuatu yang sederhana dengan senyum, kerjasama, berlaku adil mulai dari lingkup terkecil di sekitar rumah kita, keseharian pekerjaan kita dan masyarakat.  Kita bisa melakukan seperti dalam doa St Fransiskus Asisi “Jadikan aku pembawa damai”

Seberapa seringkah kupakai handphone dan aktif di media sosial (facebook, twitter, whatsapp dll) untuk mem-forward pesan beranting yang seringkali hoax atau mendeskriditkan orang / golongan tertentu?

….. Tuhan mengaruniakan akal budi / talenta kepada kita agar memakai kemampuan untuk dikembangkan dan bijaksana (bdk Mat 25:14-30), untuk menyebarkan virus cinta dan pengharapan bagi yang putus asa.  Cinta lewat kehadiran nyata seseorang di samping kita menjadi sesuatu yang tak tergantikan oleh gadget canggih sekalipun.

Mengapa ada orang yang sering menjengkelkanku, rekan kerja yang mempersulitku dalam pekerjaan, harus mengurus anggota keluarga yang sakit atau dalam jalan kesesatan, ikut berkomunitas tetapi begitu begitu saja dan membosankan?

Mengapa aku diberikan perutusan yang semakin besar sebagai seorang legioner, sebagai perwira presidium, perwira dewan dan tugas karya yang semakin sulit dan penuh tantangan?

….. Tuhan justru hadir lewat orang-orang dan situasi tersebut untuk menyatakan karya Nya lewat Roh Kudus yang berbuah dalam hidup kita, yang nampak ketika kita berusaha untuk semakin sabar, tetap setia, dan tetap sukacita (bdk Gal 5:22-23).  Saat ini pulalah, semangat Bunda Maria yang kita tiru : “Kata Maria “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Luk 1: 38).

Maria nekad menyatakan janjinya tanpa tahu persis kesulitan yang dia akan hadapi ketika menjadi ibu Tuhan, tetapi Maria melangkah dengan iman bahwa itulah rencana Tuhan dan pasti Dia akan menyertainya.  Kita diajak melangkah dengan kacamata iman seperti Maria !

Dalam situasi yang demikian, kita tetap yakin bahwa Tuhan tetap menyertai kita dengan cintaNya yang begitu besar, mari kita pun bersyukur dan mohon ampun jika kita pernah marah dan menyalahkan Tuhan atas semua peristiwa tersebut.

Setelah kita melihat nilai rapot dan menghitung berkat yang kita terima di tahun 2017, mari kita membuat resolusi untuk hari baru di tahun 2018.

Sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dan anggota Gereja, apa yang akan aku lakukan untuk memelihara alam semesta dan bagaimana menggunakan kekayaan alam dengan bijaksana?  Bagaimana aku berperan untuk menjaga kesatuan bangsa Indonesia, menghidupi nilai-nilai Pancasila dan nilai luhur kemanusiaan ? Bagaimana aku mengembangkan talentaku agar berguna bagi orang lain dan menghadapi perkembangan teknologi ? Bagaimana aku berani menerima dan menjalankan perutusan dengan iman, sukacita dan penuh semangat ?

Legioner Maria yang terkasih, di akhir tulisan ini dan penghujung 2017, saya atas nama Perwira Senatus Bejana Rohani mengucapkan “Selamat Natal 2017 dan Tahun Baru 2018”, semoga damai, sukacita dan pengharapan baru bersama seluruh legioner.

Terimakasih atas semua doa dan perjuangan para legioner dan restu dari anggota keluarga di tahun 2017. Kehadiran anda tentu membawa warna yang indah bagi orang lain, bagi keluarga, Gereja dan bangsa kita.  

Selamat memasuki 2018, semakin dalam mengarungi bahtera kehidupan dengan penuh semangat, cinta, harapan dan iman yang teguh bersama Bunda Maria dalam pimpinan Allah yang Mahakasih.

“Ya Maria yang semula tak bercela, doakanlah kami yang berlindung kepadamu”

Salam dan doa dari Perwira Senatus Bejana Rohani,

Pemimpin Rohani : RD Antonius Didit S.

Asisten Pemimpin Rohani : Octavian Elang

Ketua : L. Jeny T. Dewi

Wakil ketua : Audrey Isabella

Sekretaris 1 : Ignatia Marina

Sekretaris 2 : Caroline Tjindrawati

Bendahara 1 : L. Hasannudin S.

Bendahara 2 : FX Prasetyoadi

Jejak Presidium Bunda Hati Kudus

​Oleh Sdr. Bartolomeus Helan


Legio Maria sudah tidak asing lagi di paroki St. Theresia Prapatan Balikpapan. Persekutuan orang-orang yang bersatu dengan Bunda Maria dalam doa dan pelayanan ini sudah berada di paroki ini sejak tahun 1958. Dalam catatan kronik paroki Klandasan (paroki St.Theresia Prapatan sekarang) terdapat satu Presidium Legio Maria dengan nama Presidium Bunda Pencinta Damai. Namun tidak ada data yang pasti, Legio Maria diperkenalkan oleh siapa dan berapa jumlah anggota waktu itu. Yang pasti presidium ini mengadakan rapat setiap hari Minggu pukul 16.00, serta terlibat aktif dan mengambil bagian dalam tugas pelayanan pastoral. 

Meskipun Presidium Bunda Pencinta Damai menjadi presidium pertama di paroki Prapatan dan juga se-Kalimantan Timur namun statusnya tidak terdaftar di Senatus Bejana Rohani Jakarta. Hal ini membuat Presidium ini hanya terkenang dalam ingatan anak cucu para pendiri yang telah berpulang ke rumah Bapa di Surga. 

Menilik lebih jauh dan “bukan” berdasarkan fakta sejarah, Presidium Bunda Pencinta Damai bertahan sampai sekitar tahun 1972.  Setelah itu Presidium ini dinyatakan “bubar” atau tidak aktif lagi karena sebagian anggotanya mutasi dan meninggal dunia serta sejak saat itu tidak ada lagi kelompok Legio Maria di paroki Prapatan.

Gereja Paroki St. Theresia Prapatan (foto diambil dari google maps)

Api Legio Maria Kembali Bernyala
Ibu Yenny Lesmana datang ke Balikpapan pada bulan Nopember tahun 1978. Beliau merasa kosong dan sepi karena paroki St. Theresia tidak memiliki kelompok doa Legio Maria. Beliau sudah terbiasa dan aktif di Legio Maria sejak tahun 1973 di Semarang sehingga kebiasaan inilah yang mendorongnya untuk menyalakan kembali api Legio Maria yang telah padam. Ia pun berinisiatif membentuk satu presidium Legio Maria di paroki ini. Pada tahun 1980 pastor A.M Sutrisnaatmoka, MSF (sekarang uskup Palangkaraya) bertugas di paroki Prapatan. Ibu Yenny bertemu dengan pastor Sutrisna dan berunding bersama sekaligus membuat rencana membentuk Legio Maria di paroki St. Theresia Prapatan Balikpapan. Pertemuan dan diskusi singkat ini membuahkan hasil positif.

Keluarga Ibu M. E. Jenny Lesmana

Pada tanggal 9 Mei 1981 jam 19.00 WITA bertempat di pastoran paroki St. Theresia Prapatan dibentuklah Presidium Bunda Pecinta Damai (BPD) sebagai presidium senior campuran yang pertama.  Rapat pertama terjadi pada tanggal 17 Mei 1981 jam 16.00. Susunan perwira pertama Presidium Bunda Pencinta Damai sebagai berikut: Pemimpin Rohani: Pastor A. Sutrisno Atmaka, MSF (Uskup Palangkaraya sekarang). Ketua: Saudari Yenny Lesmana. Wakil Ketua: Saudara Paulus Slamet Sabanto. Sekretaris: Saudara Sudarisman. Bendahara: Saudari Veronika Isri Isharjanti. Jumlah anggota pertama yang bergabung dalam presidium ini sekitar 10 orang.

Mgr. A. M. Sutrisnaatmaka, MSF (foto dari katolikpedia.org)


Setelah rapat perdana ini, mulai dilaksanakan rapat-rapat legio secara rutin. Anggota Legio Maria juga terlibat aktif dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di paroki. Dari sini pula terbentuk kelompok Kitab Suci dengan nama kelompok Patrisi. Kelompok ini terbuka umum, kegiatannya diadakan setiap sekali dalam bulan dikoordinir oleh Legio Maria. Kegiatan inti yang dijalankan pada pertemaun Patrisi ini adalah membahas dan mendiskusikan Kitab Suci dan pengetahuan umum tentang Gereja Katolik. Di dalamnya juga dibicarakan karya pelayanan pastoral dan liturgi Gereja. Kelompok Legio Maria merupakan perpanjangan tangan dari pastor paroki. Setiap bulan Mei dan Oktober Legio selalu mengadakan  devosi Maria di gereja untuk umat paroki, biasanya dibuka dengan perarakan patung Bunda Maria dengan memakai tandu dari halaman gereja dan ditahtakan di dalam gereja selama sebulan, di mana setiap hari ada legioner yang memimpin atau membawakan doa rosario secara bergiliran.

Selain tugas pokok rapat dan keterlibatan dalam karya pastoral Gereja, tugas lain yang dijalankan adalah mengunjungi orang sakit di rumah sakit maupun di rumah, melayat dan menghibur warga yang mengalami kedukaan atau menderita, mengunjungi warga gereja yang bermasalah (yang jarang ke gereja) dan acara-acara berkala lain seperti sarasehan dan diskusi, membersihkan gereja, sakristi dan gua Maria. Para anggota presidium Bunda Pencinta Damai juga terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan atau kring masing-masing.

Spontanitas tapi bukan kebetulan

Anggota Presidium Bunda Pencinta Damai semakin hari semakin bertambah banyak. Anggota ini terdiri dari orang dewasa, remaja dan anak-anak. Seiring bertambahnya jumlah anggota dan perbedaan usia dalam Presidium ini maka diputuskan untuk membaginya menjadi dua presidium. Keputusan ini secara spontan dalam rapat Presidium tanpa rencana sebelumnya. Dalam rapat itu juga, semua spontan memberi nama pada Presidium baru yakni Presidium Bunda Hati Kudus. Soal pilihan nama ini tanpa refleksi mendalam. Apakah karena Hatinya sebagai seorang ibu setia mendampingi anak-anak yang datang kepadanya dan tidak pernah meninggalkan mereka di bawah kepak sayap kasihnya? Pertanyaan yang belum bisa terjawab sampai detik ini. Sr. Yohana, MASF dan bu Yenny Lesmana sebagai asisten pemimpin rohani waktu itu memberi kesaksian bahwa Presidium baru dengan nama Bunda Hati Kudus lahir secara spontan tetapi bukan sebuah kebetulan. Demikian juga dengan nama presidium ini. Hal ini pun diyakini sebagai anugerah Roh Kudus melalui doa Bunda Maria yang berkarya dalam diri semua anggota presidium Bunda Pencinta Damai untuk melebarkan sayap kerasulan melalui presidium yang baru.

Presidium Bunda Hati Kudus merupakan presidium junior campuran dengan anggota siswa-siswi SMA, SMP, SD dan kebanyakan dari mereka merangkap sebagai putra-putri Altar (misdinar). Ada satu anggota yang paling kecil berusia 4 tahun atas nama Angelina Novitri. Mereka dipisahkan dari kelompok seniornya dan menyandang status sebagai presidium Junior. Dapat pula dikatakan bahwa Presidium Bunda Hati Kudus adalah anak dari Presidium Bunda Pencinta Damai. Presidium ini dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1992 dengan susunan perwira pertama; Ketua: Yosep Pio Erwin, Wakil Ketua: Yohanes Elvianus, Sekretaris: Ida Ayu Christiany, Bendahara: Yosep Pio Erwin, dengan pemimpin rohaninya pastor F.X. Huvang Hurang, MSF, serta asisten pemimpin rohaninya Sr. Yohana, MASF dan ibu Yenny Lesmana. Waktu rapat ditetapkan setiap hari Minggu pukul 09.30 bertempat di belakang pastoran. Presidium ini disahkan oleh Dewan Senatus pada pada tanggal 09 September 1992 karena pada tahun 1992 belum ada dewan Kuria di Balikpapan. Maka sebelum terbentuknya Kuria, kedua presidium ini (BPD dan BHK) mengadakan rapat sebulan sekali di rumah ibu Yenny Lesmana, Jl.Lombok No.21 Gunung Dubs.

Dalam catatan rapat maupun laporan tahunan, perwira-perwira awal berganti begitu cepat. Ada yang menjabat hanya dua tahun. Ada yang setahun lebih atau cuma setahun dan bahkan ada yang beberapa bulan saja. Hal ini dilatarbelakangi oleh urusan sekolah dan mutasi (pindah mengikuti orang tua). Namun pada kenyataannya, mereka begitu disipilin dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas, ‘membesarkan’ presidium baru ini dan selalu semangat dalam mengikuti rapat serta kegiatan-kegiatan kerasulan. Patut juga dicatat bahwa anggota Legio Maria junior ini menjadi anggota misdinar dan anggota Mudika paroki. Kenyataan menegaskan bahwa “Anggota Legio adalah Mudika dan Mudika belum tentu anggota Legio”. Maka dalam organisasi Mudika sebagian besar anggotanya merupakan anggota Legio Maria. Kebanyakan anggota yang ikut bergabung dengan Legio Maria karena diajak teman-teman. Awalnya cuma ikut-ikutan tepi lama kelamaan betah dan mulai aktif. Anggota BHK berkisar antara 30-50 orang. Tetapi yang hadir rapat minimal 20-an orang. Anak-anak sekolah ini merupakan cikal bakal penerus Legio Maria di paroki Prapatan. Adapu tantangan yang dihadapi adalah tidak adanya figure pemimpin yang handal karena tidak ada pengkaderan. Kelompok ini terus berjalan seiring dengan keterlibatan aktif para pendamping dan keluarga yang selalu mendukung dan memberi motivasi agar mereka terus semangat dalam setiap rapat maupun karya pelayanan.

Lebih jauh nilai yang tertanam dalam benak dan diri mereka adalah kebersamaan. Bukan saja soal mengikuti rapat presidium tetapi lebih dari itu ada tujuan lain yakni rekreasi atau bersenang-senang sebagaimana usianya anak-anak. Anggota BHK sangat kompak dan antusias untuk hadir rapat dan kemudian diajak jalan-jalan (wisata) ke km. 15 atau km 45 atau juga ke pantai. Memang dunia anak-anak : 40 % mengikuti rapat dan 60 % rekreasi. Dalam rapat minggu ini, ada rencana untuk minggu depan kemana. Anggota tambah semangat untuk hadir minggu depan karena setelah rapat akan jalan-jalan bersama. Satu kegembiraan yang menjadikan setiap anggota saling meningatkan dan saling meneguhkan. Akan tetapi seiring perjalanan waktu dan dibekali pemahaman dari para pemimpin dan asisten pemimpin rohani, pola ini perlahan-lahan berubah menjadi 80 % menghadiri rapat mingguan, menjalankan tugas-tugas legioner dan 20 % rekreasi. Juga satu pola yang berubah secara dratis ketika anggota Junior ini mulai melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan pola pikir yang lebih matang. Satu yang menarik bahwa tugas pencarian anggota baru menjadi tugas khusus (wajib) yakni satu orang wajib mencari dua calon anggota baru. Maka tidaklah mengherankan bahwa jumlah anggota BHK semakin hari semakin bertambah.  Di samping itu, satu faktor yang mendukung semangat dan keterlibatan para anggota baik waktu rapat maupun kegiatan pelayanan adalah kreatifitas para perwira dan pemimpin serta asisten pemimpin rohani. Karena ketika seorang perwira atau pemimpin dan asisten rohani ‘kurang’ memahami situasi dan keadaan para anggota, maka perlahan tapi pasti jumlah anggota setiap tahun semakin menurun. Bersyukurlah bahwa hal yang spontan ini tidak menjadikan presidium Junior pertama di Kalimantan Timur ini ‘bubar’ melainkan tetap bertahan sampai berubah status menjadi Presidium Senior.

Dari Junior ke Senior

Waktu terus berjalan. Tahun pun berganti pasti. Presidium Bunda Hati Kudus pun larut dalam perputaran waktu dan pergantian tahun. Para anggota yang nota bene usia sekolah perlahan ‘meninggalkan’ presidium ini satu per satu. Mereka pergi bukan karena tidak sanggup lagi mengemban tugas sebagai tentara Maria tapi semata-mata karena tuntutan pendidikan dan mutasi ke tempat tinggal yang baru. Begitu pun ketika mereka pulang dari perburuan cita-cita, mereka  kembali bergabung dengan Presidium ini. Sekitar tahun 1999, presidium Junior ini berubah status menjadi presidium Senior. Anggotanya pun rata-rata sudah memiliki pekerjaan yang tetap.

Presidium Bunda Hati Kudus tetap bertahan namun presidium induknya yakni Bunda Pencinta Damai tidak aktif lagi bahkan dinyatakan bubar sekitar tahun 2001. Namun perlu dicatat bahwa dari presidium induk (Bunda Pencinta Damai) ini, lahirlah presidium-presidum baru (selain BHK) di tiga paroki kota Balikpapan yakni presidium Anuntiata di paroki St. Theresia Prapatan (25 Maret 1994), presidium Ratu Rosari (14 Agustus 1994) di paroki St. Petrus-Paulus Dahor dan presidium Maria Protegente (07 September 2000) di paroki St. Klemens I Sepinggan. Demikian juga berdiri presidium-presidium lain di wilayah Keuskupan Agung Samarinda yang bernaung di bawah Kuria Bejana Kebaktian Balikpapan.

Presidium Bunda Hati Kudus menghadapi pasang surut dalam proses perkembangannya. Pasang surut ini terlihat dalam statistik keanggotaan dan kepengurusan. Jumlah anggota dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Boleh dikatakan anggota yang masuk berbanding terbalik dengan anggota yang keluar. Jumlah yang keluar lebih banyak sementara yang masuk menjadi anggota tidak bertahan lama. Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan adalah tuntutan pekerjaan, kesibukan rumah tangga dan mutasi ke luar paroki maupun daerah. Sementara dalam kepengurusan antara tahun 2007-2009 wakil ketua dan bendahara vakum. Saudari Rosa Kumarurung sebagai wakil ketua naik menjadi ketua merangkap bendahara. Anggota aktif 3 (tiga) orang yang masih terikat kehidupan membiara sebagai aspiran.

Pasukan Maria tidak mengenal kata ‘menyerah.’ Meskipun berbagai keterbatasan dialami dalam roda kehidupan presidium ini, selalu saja ada jalan untuk menjalankan misi perutusan mencari dan merekrut anggota baru. Tugas ini terbilang amat sulit. Setiap anggota aktif harus ‘berperang’ melawan gaya hidup dan mental instan orang-orang zaman ini. Jawaban yang selalu ditemukan dalam perjumpaan dan percakapan adalah ‘tidak ada waktu’ dan ‘sibuk.’ Seandainya ada kesempatan untuk berdebat argumentasi ini bisa dipatahkan. Satu hari terdiru darj 24 jam. Legio hanya butuh 1 jam 30 menit. Berarti masih ada sisa 22 jam 30 menit. Tapi itu sama sekali tidak membuat seseorang untuk mau bertahan selama satu setengah jam untuk berdoa dan mengikuti rapat. Namun anggota Legio Maria tidak pernah ‘memaksa’ seseorang untuk menjadi anggota Legio. Hanya senjata doa yang mampu mengalahkannya. Perlahan namun pasti presidium ini semakin berkembang dengan jumlah anggota aktif berkisar antara 10-15 orang di luar perwira. Itu berarti sejuta tantangan dan kesulitan apapun jika dihadapi dengan senjata doa akan menghasilkan banyak buah dan menjadikan karya Legio Maria berkat bagi semua orang yang dilayani.

Tugas Pelayanan Anggota BHK

Anggota Presidium Bunda Hati Kudus baik waktu masih Junior dan perlahan berubah menjadi Senior memiliki semangat dasar yang sama yakni doa dan pelayanan. Khusus anggota Junior waktu itu, tugas mereka adalah membersihkan gereja, mengunjungi teman yang sakit atau bermasalah, mempelajari buku pegangan, mengikuti kegiatan-kegiatan misdinar, belajar, membantu orang tua, membaca Kitab Suci, sekolah Minggu dan kegiatan di lingkungan masing-masing. Mereka juga diberi tugas kunjungan ke rumah sakit dan penjara tetapi tidak setiap minggu. Selain itu anggota yang menjadi misdinar tugas khususnya mengikuti kegiatan misdinar (latihan ataupun tugas misa). Tugas rutin setiap hari adalah menjadi misdinar dan petugas lektor pada misa harian. Perlu dicatat bahwa ketika mendapat tugas sebagai misdinar atau lektor anggota tersebut sudah berada di gereja satu atau dua jam sebelum misa dimulai. Itu berarti anak-anak ingin agar tugas yang dipercayakan harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Satu hal pula yang dibiasakan dalam mempelajari buku pengangan adalah apa yang dibacakan dalam minggu itu kemudian disharingkan pada saat rapat berikutnya. Dengan demikian, hal yang kadang kurang dipahami dijelaskan kembali oleh pemimpin rohani atau asisten pemimpin rohani.

Dalam menjalankan tugas, berbagai kendala ditemukan entah itu secara pribadi maupun bersama. Kendala utama yang dihadapi adalah kemalasan, ketiduran, kelelahan atau les yang bersamaan dengan jam pelaksanaan tugas. Ketika tugas itu gagal dilaksanakan, anggota tersebut merasa sedih. Namun kalau mampu mengatasi kendala-kendala ini dan tugas itu berhasil maka ada kegembiraan dan sukacita. Sementara itu untuk laporan tahunan presidium langsung diserahkan ke Senatus dan tidak ada rapat Kuria karena antara tahun 1992-1994 belum ada dewan Kuria di Balikpapan. Maka pada tahun 1994 Saudara Erwin (BHK) dan Saudara Berni (BPD) menghadiri rapat Senatus Bejana Rohani di Jakarta.

Dalam koridor pelaksanaan tugas anggota Junior dan Senior sedikit berbeda. Beban tugas dan pelayanan pun tidak persis sama. Hal yang menarik yang pernah dilakukan dari anggota yang terdahulu sampai dengan saat ini adalah bakti sosial atau aksi sosial. Memang benar bahwa anggota Legio Maria tidak boleh memberikan apapun (uang maupun barang) kepada siapapun atau menerima apapun dari orang lain namun kegiatan ini sebagai bentuk solidaritas pada masa adven atau masa prapaskah. Perlu dicatat bahwa dalam kegiatan bakti sosial atau aksi sosial ini, anggota Legio tidak pernah mengumpulkan uang ataupun barang pribadi tetapi anggota Legio menggandeng orang-orang yang mampu untuk membantu mereka yang membutuhkannya dan juga bekerja sama dengan Seksi Sosial paroki. Barang-barang (berupa sembako) biasanya dikumpulkan oleh umat (warga paroki) lalu Legio Maria mengambil bagian dalam proses penyalurannnya. Jadi Legio Maria hanyalah perpanjangan tangan dari umat paroki untuk turun menjumpai kaum marginal tersebut. Maka anggota Legio Maria Presidium Bunda Hati Kudus pernah mengadakan aksi sosial saat kunjungan ke stasi Amburawang, aksi sosial ke anak-anak jalanan dan orang-orang pinggiran serta aksi sosial ke panti asuhan.

Dalam rapat Presidium, setiap anggota mendapat tugas pelayanan yang dilaksanakan sepanjang satu pekan dan kemudian pada rapat minggu berikutnya tugas-tugas itu dilaporkan. Tugas-tugas anggota berupa tugas rutin seperti; mendoakan dan mengunjungi orang sakit (di rumah maupun di rumah sakit), mengunjungi anggota auksilier, tugas di gereja (koor, tatib, rias altar, Rosario sebelum misa, kunjungan ke penjara, mengikuti kegiatan ACIES, pendalaman iman, pendalaman Kitab Suci dan rosario di Kring, mengikuti misa legio gabungan tiga paroki, mempelajari buku pegangan dan Kitab Suci, dan lain-lain.

Selain tugas rutin ada juga tugas insidentil berupa; menghadiri rapat dewan paroki, menjadi koordinator safari Rosario, ikut ambil bagian dalam kegiatan kategorial gerejani, bersama pastor atau suster mengantar komuni (untuk jompo dan orang sakit), kunjungan ke kaum marginal, kunjungan ke panti jompo, mengadakan seminar pada penutupan bulan Maria dan HUT Presidium dengan melibatkan semua umat paroki, dll.

Dalam menjalankan tugas-tugas ini masih ditemukan juga kesulitan atau kendala-kendala yang kadang membuat tugas itu gagal dilaksanakan. Adapun kesulitan yang selalu muncul adalah waktu kunjungan yang tidak cocok antara teman. Di samping itu ada urusan keluarga mendadak yang mengharuskan seseorang keluar kota. Perlahan namun pasti, setiap anggota Legioner berusaha untuk mengingatkan temannya dan membuat jadwal kunjungan yang sesuai sehingga tidak menggangu rutinitas masing-masing. Dalam kunjungan itu juga kadang ada penolakan dari orang atau keluarga yang mau dikunjungi. Namun anggota Legio tidak pernah putus asa, bahkan membawakan pengalaman ini dalam doa. Suatu yang menjadi sumber kegembiraan dan sukacita adalah bahwa anggota Legioner mampu menjalankan tugas pelayanan dengan setia. Meskipun ada banyak kesibukan namun masih mempunyai waktu dan kesempatan untuk melakukan kunjungan atau kegiatan aksi sosial, menjumpai orang-orang sakit dan menderita, orang-orang yang haus dan lapar akan sentuhan kasih, mereka yang lemah dan terabaikan, kaum kecil dan kelompok marginal serta mereka yang mengalami problem dalam hidup. Semuanya itu dibawa dalam doa-doa dan juga dalam karya pelayanan sebagaimana ‘seorang gembala’ ……………. (lihat buku pegangan).

Moment 25 tahun : Moment Syukur dan Kenangan

Presidium Bunda Hati Kudus pada tanggal 9 Agustus 2017 genap berusia 25 tahun. Sebuah usia yang tidak terbilang muda pada perputaran waktu zaman yang ditandai dengan pola hidup serba instan. Inilah peristiwa iman penuh nada syukur dan kenangan. Peristiwa bersejarah ini tentu menjadi kebanggaan bagi para anggota Legio Maria pada umumnya dan Presidium Bunda Hati Kudus pada khususnya di paroki Santa Theresia Prapatan Balikpapan. Meskipun kecil dalam segi jumlah namun kehadiran dan keberadaan para legioner ini dapat membantu karya pelayanan pastoral sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Moment 25 tahun ini merupakan kesempatan emas bagi para legioner dan simpatisan untuk mengungkapkan rasa syukur dengan berpegang teguh pada penyerahan diri yang utuh: “Aku adalah milikmu, ya Ratu dan Bundaku, dan segala milikku adalah kepunyaanmu.”

Moment penuh syukur ini juga bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas karya penyertaan dan rahmat Allah melalui Bunda Maria selama 25 tahun berkarya dan mengemban tugas pengudusan bagi anggota legio dan orang lain. Hal lain yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas kerohanian para anggota legioner baik Legioner aktif maupun Auksilier (pendoa) dan membangkitkan semangat serta kesadaran baru akan arti dan peran legioner dalam karya pelayanan ke dalam maupun keluar yakni membantu karya Gereja (paroki) secara utuh dan nyata. Lebih jauh perayaan ini juga mau menumbuhkan kembali motivasi awal sebagai anggota legio dan belajar dari kerendahan hati Sang Ratu Bunda Maria untuk setia pada tugas dan tanggung jawab sebagai anggota legioner.

Kegiatan-kegiatan yang dijalankan untuk memaknai moment penuh syukur dan kenangan ini adalah:

  1. Retret Legio Maria di rumah-rumah Ret-Ret Putak-Samarinda pada tanggal 22-23 April 2017. Ret-ret ini didampingi oleh pastor Niko, OMI dengan tema “Kerendahan Hati Maria Menjiwai Semangat Doa dan Pelayanan Legioner.”
  2. Misa pembukaan Bulan Maria pada tanggal 30 April 2017 di gereja St. Theresia Prapatan Balikpapan. Misa didahului dengan perarakan patung Bunda Maria dari depan gereja dan ditahtahkan di panti imam. Di depan patung Bunda Maria ada 10 orang wakil umat yang mewakili 10 etnis atau suku yang ada di Balikpapan mendaraskan doa Salam Maria dengan bahasa daerahnya masing-masing.
  3. Seminar dan Talk Show tentang Bunda Maria pada tanggal 30 April-01 Mei 2017 di aula paroki St. Theresia Prapatan Balikpapan. Seminar ini membahas tentang 4 (empat) Dogma tentang Maria yakni: Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda, Dogma Maria Bunda Allah, Dogma Maria Diangkat ke Surga dan Dogma Maria Tetap Perawan. Nara sumbernya Sr. Maria Erna, PRR. Sementara dalam Talk Show selain keempat dogma ini, ditampilkan juga tentang Bunda Maria dari La Salette dengan nara sumber pastor Erdy E.V, MSF.
  4. Safari Rosario selama bulan Maria. Safari ini diadakan di 10 (sepuluh) lingkungan dalam paroki St. Theresia Prapatan mulai tanggal 02-30 Mei 2017. Dalam safari ini, pastor Andi, MSF, para suster MASF dan FSE menjadi pemimpin ibadah dan membawakan renungan seputar kehidupan iman Bunda Maria.
  5. Perayaan Ekaristi syukur pada hari Minggu, 13 Agustus 2017. Perayaan ini bertepatan dengan Hari Raya Maria Diangkat ke Surga yang dipimpin oleh Mgr. Yustinus Harjosusano, MSF Uskup Agung Keuskupan Samarinda. Sebelum perayaan puncak ini, diadakan novena mulai tanggal 03-11 Agustus 2017. Begitu juga kegiatan latihan koor yang melibatkan anggota Legio Maria tiga paroki di Balikpapan (Prapatan, Dahor dan Sepinggan) dan latihan tarian yang melibatkan anak-anak KOMKA yang nota bene anggota Legio Junior di paroki Prapatan.
  6. Menerbitkan buku kenangan 25 tahun Presidium Bunda Hati Kudus. Sebuah jejak sejarah yang perlu dimaknai untuk dikenang. Meskipun terbatas dalam ruang dan waktu namun panitia 25 tahun berusaha sejauh mampu untuk menyulam benang sejarah yang ‘tercecer’ menjadi sebuah sulaman utuh dalam bentuk buku kenangan.

 

Moment Syukur ini melibatkan semua umat paroki, Legio Maria (aktif maupun auksilier) di wilayah Kalimantan Timur dan anggota Legio Maria yang pernah menjadi pengurus maupun anggota di Presidium Bunda Hati Kudus. Sejuta harapanpun tersemat di tubuh Legioner ini agar semakin hari anggotanya semakin bertambah dan Presidium ini bisa berkembang terus tidak hanya berhenti pada moment syukur ini tetapi terus bergerak menjadi Tentara Maria yang siap sedia bertempur di medan kehidupan zaman ini. Bertekun dalam doa bukan tanpa rintangan. Hidup dalam persekutuan bukan perkara gampang. Setia dalam pelayanan bukan hal yang mudah. Namun melalui madah ini ‘Aku adalah milikmu, ya Ratu dan Bundaku, dan segala milikku adalah kepunyaanmu’ segalanya menjadi indah. Semakin dekat dan mencintai Bunda Maria berarti semakin dekat dengan Puteranya dan siap melayani dalam kegembiraan dan sukacita. Proficiat atas pencapaian usia yang ke 25 ini dan jayalah terus LEGIO MARIA. 

BUNDA HATI KUDUS, DOAKANLAH KAMI SELALU.


Disusun oleh Sdr. Bartolomeus Helan, kerua Presidium Bunda Hati Kudus dan juga Ketua Kuria Bejana Kebaktian Balikpapan.

Bangga Menjadi Legioner

Oleh Ibu M. E. Jenny Lesmana (Penyunting : Bartolomeus Helan)


“Keluarga kami adalah keluarga Legioner.”

Suami saya menjadi anggota Legio Maria waktu berada di Semarang. Saya sendiri menjadi anggota Legio Maria sejak di Semarang dan ketika berada di Balikpapan. Menariknya, di Balikpapan bukan cuma sebagai anggota tetapi ‘pendiri’ Legio Maria di paroki St. Theresia Prapatan yang kemudian berkembang sampai saat ini. Ketiga anak saya menjadi anggota Legio Maria Presidium Bunda Hati Kudus Prapatan Balikpapan. Anak sulung dan kedua juga pernah menjabat sebagai perwira presidium BHK. Sementara anak bungsu menjadi anggota termuda waktu itu. Mengenang ini saya menjadi bangga sebagai anggota Legio Maria. Bangga bukan karena kehebatan diri sendiri tetapi bangga karena bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan dan Bunda Maria untuk menjumpai orang-orang yang terlantar, masyarakat pinggiran, orang-orang yang terasingkan dan mereka yang kurang beruntung hidupnya. Maka menjadi anggota Legio Maria merupakan sebuah “keuntungan” bukan sebuah “kerugian” (rugi karena ada yang berpikir waktunya sia-sia hanya untuk rapat dan doa).

Keluarga Ibu M. E. Jenny Lesmana

Saya menjadi anggota Legio Maria ketika masih muda dan belum menikah. Pengalaman yang terindah adalah ketika berlutut di depan Bunda Maria dengan Rosario di tangan sambil mendaraskan peristiwa-peristiwa Rosario dan mendokan Catena. Satu rumusan doa yang luar biasa indah yang membuat saya semakin tertarik untuk lebih dekat dengan Bunda Maria. Sejak saat itu doa menjadi bagian dari hidup saya. Dalam situasi dan keadaan apapun saya tidak pernah lupa berdoa dan Rosario kecil menjadi teman setia saya ke mana pun saya melangkah. Doa adalah kekuatan hidup saya.

Ada sebuah pengalaman pribadi saya tentang kekuatan doa itu. Pada suatu hari saya dipanggil untuk hadir dalam wawancara penerimaan karyawan di perusahaan farmasi di Semarang. Orang yang hadir atau melamar pekerjaan jumlahnya 100 orang lebih. Padahal yang diperlukan hanya 2 orang.  Sebelum wawancara saya menyerahkan semuanya pada rencana Tuhan melalui doa kepada Bunda Maria. Pada saat wawancara saya bisa merasakan ketenangan, semua pertanyaan saya jawab dengan tepat dan tenang.  Dan karena doa dan pendampingan dari Bunda Maria, maka saya lulus waktu itu dengan mengalahkan banyak pelamar yang lain. Saya sangat beruntung memiliki seorang Ibu yakni Bunda Maria yang selalu menolong dan membantu saya.

Pengalaman yang sama juga dialami oleh anak-anak saya. Mereka adalah anggota Legio Maria sejak kecil. Sebagai anggota Legio mereka pun terbentuk untuk lebih percaya diri, disiplin dan menyerahkan cita dan masa depan mereka ke dalam penyelenggaraan Tuhan dan perlindungan Bunda Marai. Mereka tidak pernah takut menghadapi wawancara, baik waktu mau masuk ke sekolah SMA Van Lith  ataupun waktu mereka sedang wawancara penerimaan karyawan. Dan inilah hasil ‘pendidikan’ di Legio Maria, yg kadang baru dirasakan kemudian. Biasanya anggota yang tekun dan serius dalam keanggotaan sebuah Presidium Legio Maria, dia tidak akan pernah kesulitan di dalam pekerjaan maupun hubungan dengan masyarakat luas. Ya karena bunda Maria selalu akan mendampingi dan menyertai hidup dan karya para Legioner di mana pun berada.

Untuk membagi waktu sekali lagi semuanya tergantung dari pribadi masing-masing.  Waktu saya masih di Semarang dan belum menikah saya bisa menata waktu saya, terlibat aktif di Legio dan bekerja sebagai karyawati di apotik lalu pindah kerja ke perusahaan Farmasi (PBF). Dan itu tidak ada masalah. Sebab Legio hanya meminta setiap minggunya 1.30 jam untuk rapat mingguan dan tugas dalam 1 minggu minimal 2 jam. Jadi rasanya tidak akan memberatkan, apalagi waktu tugas bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing anggota. Setelah menikah saya pindah ke Balikpapan  saya menjadi ibu rumah tangga dengan anak-anak yang masih kecil-kecil, juga sebagai istri seorang staff di Pertamina, saya tetap terlibat aktif sebagai seorang Legioner, aktif dalam kelompok Dharma Wanita Pertamina, aktif di kelompok persatuan istri di bagian kantor suami. Selain itu saya juga aktif di paroki St. Theresia Prapatan,  aktif sebagai seksi liturgi bagian rumah tangga gereja, alias kerja di belakang altar. Begitupun dirumah saya juga masih ada usaha kecil-kecilan jualan konfeksi, karena sudah terbiasa bekerja maka tidak nyaman kalau hanya berrgantung dengan suami. Semuanya berjalan normal dan tidak ada kendala yang berarti. Hal ini hanya bisa terjadi dan berjalan baik apabila seseorang bisa mengatur waktu, sehingga urusan di rumah beres, anak-anak dan suami aman, dan masih bisa melayani orang lain, baik dalam masyarakat maupun di gereja dan Legio Maria.

Dan dari semua itu jangan pernah lupa bawa semuanya dalam DOA yang selalu akan menguatkan semua kehidupan kita. Doa tidak perlu harus berlama-lama tetapi yang terpenting berdoa dengan hati, sediakan waktu walau sedikit untuk berbicara atau curhat dengan Tuhan, bersyukur kepada Tuhan yang telah menghadiahkan kepada kita seorang Ibu yakni Bunda Maria, yang dari rahimya lahirlah Sang Juru Selamat dunia. Di samping itu contohlah semangat hidup dan kerendahan hati bunda Maria yang sederhana, mengalir saja, tanpa banyak berkeluh kesah dan menyimpan semuanya dalam hati,  dan setia kepada Tuhan dengan melakukan apapun yang Tuhan perintahkan dengan penuh percaya dan tanpa banyak bicara menjawab “Ya” atas panggilan Allah.

Bagi saya rasanya menjadi legioner lebih banyak sukanya, dan sedikit dukanya.  Menjadi legioner itu sukanya, merasa hidup ini lebih bermakna, lebih terarah dan berarti, karena hidup bisa lebih berguna bagi orang lain, bisa lebih dipakai Tuhan untuk melayani, dan masih banyak lagi sisi positif sebagai seorang Legioner. Dukanya hanya kalau tidak diterima dan dimengerti oleh orang yang ingin dikunjungi dan bantu. Di dalam Legio Maria seorang Legioner dipersiapkan benar-benar sebagai tentara Maria. Jadi segala pelayanan dan karya baik di dalam kehidupan Gereja maupun di dalam masyarakat atau pekerjaan profesi semuanya bisa lebih baik, lebih semangat untuk melayani dengan hati yang tulus, lebih bisa menghargai waktu dan orang lain yang mungkin berbeda pendapat, keyakinan atau tingkat sosial.  Sebab di dalam rapat Legio itulah pendidikan dasar sebagai seorang legioner ditekankan dan menjadi bagian dari perilaku hidup. Maka sangat disayangkan kalau ada anggota legio yang malas atau bosan untuk hadir dalam rapat mingguan Legio. Lebih dari itu tidak ada ruginya kita ikut aktif di Legio Maria, jangan pernah bosan dan jenuh. Itulah para anggota Legio Maria, aturlah waktu kalian, dengan kerja dan doa, serta teruslah menjadi anggota Legio Maria yang setia.

Akhirnya, saya mengucapkan Proficiat dan Selamat Ulang Tahun ke-25 Presidium Bunda Hati Kudus. Jadikanlah hati kita tempat penyalur kasih Allah untuk semua orang yang membutuhkannya. Tetaplah bangga menjadi Legioner di mana pun berada. AVE MARIA.

Catatan redaksi : Sharing ini dimuat dalam buku kenangan “Perayaan Syukur 25 tahun Legio Maria Presidium Bunda Hati Kudus Prapatan – Balikpapan”


Ibu M. E. Jenny Lesmana adalah inisiator pendiri Presidium Bunda Hati Kudus di Paroki St. Theresia, Prapatan Balikpapan. Beliau juga menjadi Asisten Pemimpin Rohani di presidium ini sejah tahun 1992 hingga 2001. Kini beliau berdomisili di Bandung.

 

Tidak Mendengarkan

Sharing dari Sdri. Rosita Taufik.


Pada suatu sore saya terbangun dari tidur dan betul-betul sangat terkejut ketika melihat jam di dinding telah menunjukkan pukul 15.45 wib padahal sore itu saya harus memimpin rapat presidium pukul 16.00 WIB.

Saya terburu-buru mandi dan berpakaian, lalu pergi. Namun ketika saya sampai, rapat telah dimulai. Tanpa memperhatikan mereka sedang berdoa lalu saya sendiri mulai berdoa pembukaan dari lembaran doa Tessera, karena setiap legioner yang terlambat, wajib untuk mendoakan doa pembukaan terlebih dahulu.

Tetapi setelah saya selesai dengan doa pembukaan saya merasa bingung ketika saya mendengar mereka doa penutup. Saya melihat berganti-gantian ke jam tangan dan ke jam dinding yang ada di ruangan rapat presidium, apakah saya salah melihat jam? Seingat saya, saya hanya terlambat 20 menit dan tidak seharusnya saat itu sudah doa penutup.

Saya tertunduk lemas, perasaan saya begitu bingung, kesal, jengkel dan marah bercampur aduk. Saya pikir sejak kapan rapat boleh mereka buat demikian, sesuka hati tanpa alasan rapat langsung ditiadakan. Sedangkan saya sebagai ketua presidium tidak diberitahu dan diminta persetujuannya.

Saya melirik kepada semua yang hadir, rupanya wakil ketua pun terlambat, jadi yang memimpin rapat pada saat itu adalah Bendahari yang boleh dikatakan cukup senior jika di bandingkan dengan saya. Tetapi bagaimana hal ini bisa terjadi ????

Begitu mereka selesai doa penutup, langsung saya tegur dengan nada yang cukup kasar dan pedas, masak legioner yang telah senior tidak tahu peraturan rapat. Segala macam kemarahan lainnya keluar dari mulut saya tanpa sedikitpun saya mau mendengarkan keterangan dari mereka. Saya tetap bersikeras hati dengan prinsip saya, yaitu walau apapun yang terjadi rapat harus berjalan sebagaimana mestinya.

Setelah emosi saya agak reda, semua anggota duduk kembali dan mereka mengatakan bahwa mendadak ada permintaan dari anggota Santo Yosef agar legioner bersedia untuk doa bersama di Sunggal karena saat itu hanya 3 orang anggota St.Yosep yang hadir.

Kebetulan sekali sekretaris Presidium juga merupakan sekretaris di Himpunan Keluarga Santo Yoseph. Jadi teman-temen di presidium tanpa pikir panjang langsung meniadakan rapat Legio dan diganti dengan doa Tessera.

Setelah mendengar semuanya itu hati saya masih tetap mendongkol, saya merasa perlu ketegasan sebagai seorang ketua, saya masih tetap tidak mau mendengarkan alasan mereka. Harga diri saya terganggu dengan peristiwa ini .

Semua anggota menyabarkan saya dengan mengatakan : “Sudahlah” tapi saya tetap masih dalam keadaan emosi. Akhirnya saya baru sadar ketika saya diberitahu bahwa sekretaris tersebut telah menangis, dan ketika itu timbullah penyesalan pada diri saya .

Saya baru merasakan bahwa ia mempunyai maksud baik. Lalu saya menghampirinya untuk berkomunikasi. Begitu melihat wajah teman itu menangis yang selama ini adalah orang yg cukup periang, saya jadi ikut terharu. Baru saya sadari bahwa saya tidak mau tahu dan kurang mau mendengarkan alasan yang diberikan oleh teman-teman, padahal tujuan  dan maksud sebenarnya adalah baik.

Akhirnya kami berdua saling berangkulan dan menangis sambil meminta maaf. 

Saya sangat menyesalkan peristiwa ini. Inilah akibat tindakan saya yang tidak mau mendengarkan orang lain terutama salah satu pengurus yang selalu mendampingi saya.

Tugas berdoa untuk umat yang dipanggil oleh Bapa di surga juga merupakankan suatu kewajiban bagi seorang Legioner. Dan sebenarnya saya harus bersyukur dan berterima kasih bahwa dia tidak terlambat seperti saya dan wakil Ketua.

Walau peristiwa ini terjadi 1992 dan telah 25 tahun berlalu tapi masih tetap dalam kenangan saya. Saudari wakil ketua kini menetap di Jakarta dan saudari Bendahari yang lebih senior dari saya kini di Pekanbaru, sedangkan saudari sekretaris akan kembali dari Jakarta dalam waktu dekat ini.



Sdri.Rosita Taufik adalah Ketua Regia Ratu Para Syahid Medan periode Maret 2016 – Februari 2019.

Semakin Jatuh Cinta Pada Tuhan

Oleh Sdri. Audrey Isabella


Saya merasa harus menulis ini, hanya untuk bisa berbagi kebahagiaan karena diliputi rasa jatuh cinta yang luar biasa. Selain itu cerita adalah ungkapan syukur dan terima kasih saya atas kebaikan Tuhan lewat mereka yang hadir dalam hidup saya dan keluarga. Cerita ini berdasarkan pengalaman pribadi saya dan keluarga dalam merawat papi yang terkena stroke ke-3 pada April 2016 yang lalu.

Bpk. Yohanes Phoa Wie Keng, papi Audrey

Pagi hari di pertengahan bulan April 2016 itu, sulit rasanya melupakan suara kepanikan mami yang melihat papi jatuh tak berdaya di kamar mandi. Ia tidak bisa berdiri, bicara ataupun menggerakan anggota tubuhnya. Sepanjang perjalanan dari rumah ke rumah sakit terdekat papi sudah mendengkur, entah sudah berapa banyak doa Bapa Kami dan Salam Maria yang saya daraskan. Begitu tiba di rumah sakit, Papi langsung ditangani di UGD dan kami diberi tahu bahwa papi sudah gagal nafas. Saya, mami, kakak, kakak ipar dan adik saya hanya bisa mengelilinginya berdoa dan memohon belas kasihan Tuhan. Kami memohon agar papi bisa diberi kesempatan untuk bertahan hidup dan apapun kondisinya, kami akan terima. Lalu Tuhan dengan begitu baiknya, papi dinyatakan koma. Ya, saya nyatakan Dia begitu baik karena jika koma, tandanya papi masih diberi kesempatan untuk hidup meski kecil.

Lalu papi pun dimasukkan ke ICU. Saat itu sudah banyak teman, saudara dan tetangga yang datang karena mendengar tentang kabar papi. Kami keluarga dipanggil dan diberi tahu oleh dokter tentang kondisi papi bahwa ia stroke karena penyumbatan pembuluh darah di otak dan areanya sangat luas, yaitu 2/3 otak kirinya tersumbat. Kondisi ini bisa menyebabkan ia lumpuh dan sangat sulit untuk kembali ke kondisi normal, bahkan bisa berujung pada kematian. Sedih tak terbendung, hancur rasanya hati mendengar keterangan dokter.

Sore itu saya ikut Perayaan Ekaristi di Gereja, saya teringat Mazmur antar Bacaannya adalah “Tuhanlah Gembalaku, Tak’kan kekurangan Aku”. Sambil memandangi Salib, air mata terus jatuh membasahi pipi dan dalam hati bertanya :  “Tuhan kok tega?” Papi padahal sedang aktif-aktifnya melayani (entah ikut KEP, Bina Lanjut KEP, PDKK, dan KMS),  tiap bulan entah sendiri atau bersama rombongan pergi berziarah ke Gua Maria Sawer Rahmat, Kuningan dan sepuluh hari sebelumnya menyatakan diri bersedia menjadi Auxilier (anggota pasif dalam Legio Mariae yang mendoakan Tesera dan Rosario setiap hari). Pikiran dan perasaan saya diliputi kekecewaan, kemarahan dan kebingungan kepada Tuhan. Saya tenggelam pada “Kalkulasi Pelayanan”  yang sudah kami berikan untuk Tuhan dan Gereja.  Hati saya mendua pada Perayaan Ekaristi saat itu, tidak sepenuhnya mensyukuri Perayaan Cinta Yesus yang memberikan diri sehabis-habisNya untuk Umat-Nya.

Malam itu kami semua tidur seadanya di Ruang Tunggu ICU. Saya tetap berdoa Tesera, Rosario, dan Koronka untuk papi, namun masih bercampur dengan perasaan kecewa dan kebingungan akan kondisi yang papi alami. Pokoknya Tuhan tega! Itu yang saya pikirkan.

Hari demi hari kami lalui di Ruang Tunggu ICU, begitu banyak teman, saudara, kenalan , dan bahkan yang kami tidak kenal sekali pun datang untuk mengunjungi papi ataupun memperhatikan keadaan kami. Bahkan di satu pagi ada tetangga yang datang untuk membawakan kami sarapan. Dia bilang “di luar hujan, nanti kalian repot cari makan, jadi saya datang membawakan kalian sarapan.” Tersentuh hati saya, kok mau pagi-pagi datang untuk membawakan  kami sarapan?” Belum lagi ada teman yang mengantarkan makan siang untuk kami dan malamnya kami menerima makanan dari orang-orang yang datang menjenguk. Setiap harinya, kami tidak pernah berhenti kedatangan teman, saudara, tetangga yang menjenguk, memperhatikan, dan mendoakan. Makanan yang kami terima berlimpah sehingga bisa kami bagikan dengan keluarga yang juga menunggu di ruang tunggu ICU. Belum lagi ada teman2 yang dengan inisiatifnya menggalang dana guna membantu meringankan biaya pengobatan.  Speechless saya jadinya. Dia ternyata betul-betul Immanuel, hadir dalam keadaan suka dan duka hidup saya melalui malaikat-malaikat tak bersayap yang Ia kirim.

Ketika saya berdoa pada suatu malam, saya teringat kembali bahwa satu minggu sebelum papi terkena stroke, tiba-tiba saya mendoakan ini dalam doa harian saya “Saya ingin mempersembahkan apa yang saya alami dengan Kurban Yesus sendiri di Kayu Salib”. Pada saat saya mendoakan hal itu, saya juga tidak tahu kenapa saya sampai bisa mengucapkan hal itu. Namun akhirnya saya sadar, Tuhan sedang mempersiapkan batin saya menghadapi hal ini. Seketika itu juga saya merasa luar biasa malu pada Tuhan. Ternyata saya masih menganggap relasi saya dengan Tuhan itu hubungan yang transaksional, atau do ut des. Hubungan timbal balik dan hubungan untung rugi. Saya berpikir bahwa Tuhan harus selalu memberikan saya yang baik-baik karena saya sudah begini dan begitu. Saya tidak bisa menahan air mata saya karena rasa malu sekaligus haru karena Tuhan memulihkan dan menyadarkan saya. Bukankah sebelumnya saya sendiri yang berdoa untuk mempersembahkan semua kepada Dia yang sudah memberi diri sehabis-habisnya di Kayu Salib karena Cinta-Nya kepada kita?

Pada hari yang ke-7, papi mulai sadar dan betul kata dokter, papi memang tidak bisa bicara, tidak bisa menggerakan bagian tubuh kanannya dan terkena Apasia Global (kehilangan kemampuan total untuk berbicara, menulis ataupun membaca). Sedih melihatnya namun bersyukur bahwa Papi boleh bertahan. Selama kurang lebih 46 hari di RS akhirnya awal Juni 2016 papi kembali ke rumah dan kami menggunakan jasa perawat selama kurang lebih 3 bulan  untuk membantu merawat papi. Saat itu papi masih menggunakan selang oksigen, sonde (selang makan), dan kateter. Adik papi juga turut membantu merawat papi selama beberapa bulan.

Setelah tidak lagi menggunakan jasa perawat dan adik papi, maka kamilah yang merawat papi sepenuhnya. Sebelum dan sesudah pulang kerja, kami bertiga (saya, kakak dan adik) mengurus papi dan mami yang merawat papi ketika kami di kantor. Kami pun mulai membatasi kegiatan dan aktivitas di luar rumah karena papi tidak boleh ditinggal sendirian, dia harus ditemani oleh minimal satu orang karena secara fisik, papi tergantung sepenuhnya akan bantuan orang lain. Di situ saya merasakan bahwa hubungan kekeluargaan semakin erat. Kami saling meneguhkan satu sama lain dalam menghadapi kondisi yang tidak mudah ini.

Secara manusiawi, kadang saya merasa lelah karena harus bangun lebih pagi untuk mennganti pampers ataupun mengukur suhu dan tekanan darah papi, dan setelah pulang kantor masih harus menyuapi papi makan, memberikan obat, dan mengganti pampers. Namun saya diteguhkan dengan Injil Matius 25:40, Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari sudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Ya, di situ saya belajar melihat Yesus dalam diri sesama terutama mereka yang lemah dan tak berdaya.  Tuhan begitu baik hati-Nya mengizinkan kami merawat Dia sendiri dalam diri papi. Sehingga selelah apapun saya, saya selalu rindu untuk segera pulang ke rumah bertemu papi dan mengurusnya.

Perkembangan papi pun semakin baik. Dia mulai lepas dari selang oksigen, sonde dan kateter. Dia sudah bisa sedikit-sedikit mengkonsumsi roti, biskuit, es krim, dan belajar memakai topi, mengalungkan Rosario, melipat selimut, dan mengerti perintah untuk menggerakan kaki atau tangan kirinya. Sungguh bersyukur karena kami tidak menyangka bahwa akan ada perkembangan seperti ini. Walalu papi tidak bisa bicara, tapi dia berusaha untuk terus menggumam. Mungkin dia berusaha sedemikian rupa untuk bicara. Namun apa daya, dia tidak bisa.

Selasa, 28 Maret 2017. Saat itu saya sedang mengikuti Misa Acies (Misa Pembaharuan Janji Legioner kepada Bunda Maria yang bunyi janjinya adalah  “Aku adalah milikmu ya Ratu dan Bundaku dan segala milikku adalah kepunyaanmu”).  Begitu selesai Misa, saya ditelpon oleh mami dan bilang bahwa papi kejang-kejang dan dilarikan ke rumah sakit. Aduh, ada apa lagi ini Tuhan? Saya langsung bergegas pulang dan dalam perjalanan ke rumah sakit ada teman yang mengirimkan pesan whatsapp kepada saya, begini bunyinya “Percayalah, HatiNya sungguh amat baik.” Kata-kata itu sungguh menguatkan karena saya hampir tergoda untuk protes lagi sama Tuhan seperti tahun lalu. Misa Acies pun meneguhkan saya bahwa apapun yang saya alami, Bunda Maria selalu setia mendampingi seperti Bunda yang mendampingi Yesus di jalan salibNya. Papipun masuk ICU lagi dan tidak sadarkan diri selama beberapa hari. Kali ini saya lebih tenang dan mempercayakan papi sepenuhnya pada Kerahiman dan Belas Kasihan Tuhan serta penyertaan Bunda Maria.

Seperti tahun lalu, ada begitu banyak yang memperhatikan dan mendoakan papi. Tuhan sungguh Immanuel. Selama kurang lebih 10 hari di RS, papi boleh pulang.  Namun, kondisi papi agak menurun, ia semakin sulit menerima perintah, ia tidak tahu bagaimana cara mengalungkan Rosario dan ia juga bingung caranya memakai topi. Kecewa meliputi perasaan saya. Tapi bukankah semua yang terjadi adalah seturut kehendak-Nya? Saya memutuskan untuk mensyukuri bahwa papi setidaknya masih bisa bertahan hidup.

Maka kami mulai lagi dari awal, dengan mengajarkan cara memakai topi, mengalungkan Rosario, memegang sendok (semua dengan tangan kirinya) dan mengangkat kaki kirinya. Kami bersemangat dan optimis menjalani hal itu karena terkadang papi suka hadir dalam mimpi kami. Dalam mimpi, saya melihat dia sedang berusaha untuk menggerakkan kedua tangannya atau berusaha untuk berjalan. Dalam mimpi juga, papi “curhat” kepada adik saya dan bilang, “Aduh padahal papi kan udah lumayan yah sekarang susah lagi deh.” Bahagia campur sedih mendengarnya. Bahagia karena papi menunjukkan bahwa ia juga masih berusaha untuk sembuh, namun sedih karena papi sadar akan kondisinya. Meskipun dalam keadaan sakit, papi tetap menginspirasi kami untuk berjuang mengusahakan yang terbaik dan membungkus usaha kami dengan doa yang tak pernah putus dipanjatkan.

Terhitung mulai Mei 2017 sampai dengan sekarang, papi juga menerima Komuni Kudus melalui ibadat untuk orang sakit setiap hari karena kebetulan mami adalah prodiakon yang baru saja dilantik tahun 2016. Sungguh rahmat yang luar biasa bahwa papi bisa menerima Tubuh Kristus setiap hari. Ini semua hanya karena kebaikan dan kerahimanNya. Kami percaya bahwa Yesus sendirilah yang menjadi kekuatan, penghiburan, semangat, dan suka cita bagi papi.

Sampai sekarang, papi memang belum bisa bicara, berdiri ataupun berjalan namun proses yang kami lalui dalam merawat papi itulah yang justru yang membuat kami semakin mensyukuri hal-hal kecil yang terjadi melalui perkembangan diri papi. Kegiatan pribadi kami pun terbatas karena harus menjaga papi di rumah tapi di situ saya belajar bahwa keluarga adalah Gereja terkecil yang kita miliki dan yang harus kita layani. Memang ini adalah salib yang harus kami pikul dan kami memikulnya tidak sendirian melainkan bersama Dia yang memberi kekuatan.

Kita punya Allah yang besar dan Dia hidup. Dia mencintai saya dengan caraNya yang ajaib. Dia membentuk saya melalui pengalaman yang tidak mudah untuk dilalui namun cintaNya selalu menyertai. Selamanya, saya akan mensyukuri hal ini. Keadaan yang papi alami adalah rejeki dan berkat dari Tuhan untuk papi sebagai individu dan kami sebagai keluarga. Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang begitu setia hadir dalam apapun kondisi pergumulan hidup saya dan keluarga. Di saat saya begitu dengan egoisnya “hitung-hitungan” sama Tuhan, Dia malah mengutus orang-orang untuk memperhatikan dan mendukung kami melalui salah satu hal tersulit dalam perjalanan hidup kami.  Di saat saya kecewa dan marah padaNya,  Dia malah mengutus teman-teman yang begitu setia mengunjungi dan mendoakan.

Dalam kesempatan ini ijinkanlah saya mengucapkan Terima kasih yang luar biasa untuk teman-teman di Legio Mariae, OMK, Misdinar, Lektor, ASAK, KMS, KEP, PDKK, Kerahiman Ilahi, Misdinar, Prodiakon dan Para Imam yang menjadi saksi pergumulan hidup kami. You know who you are. Terima kasih karena telah menjadi malaikat-malaikatNya yang tak bersayap. Tahukah kalian bahwa papi dan kami bisa bertahan karena dukungan, bantuan dan perhatian dari kalian semua ?

Untuk keluarga saya, terima kasih kepada mami saya yang menginspirasi bahwa Cinta Sejati itu masih ada. Dia memegang teguh janji perkawinan yang mau setia dalam untung dan malang, sehat ataupun sakit. Mami begitu setia dan penuh suka cita merawat suaminya. Ke manapun dia pergi, dia akan selalu memikirkan apakah papi sudah makan atau belum? Sudah minum juice? Apakah makanan dan sayur buat papi sudah siap? Hatinya selalu ada di rumah bersama suaminya meski fisiknya tidak ada di rumah. Untuk kakak saya, terima kasih karena telah menjadi kakak sulung yang rela berkorban untuk cuti ataupun pulang lebih cepat untuk mengantar papi ke dokter. Di tengah kesibukannya di kantor dan mengurus rumah tangganya sendiri, dia selalu menyempatkan diri datang ke rumah untuk membantu mengurus papi. Terima kasih pula kepada kakak ipar saya yang mau mengurus papi seperti mengurus ayahnya sendiri. Dan juga untuk adik saya, dia menginspirasi saya untuk merawat papi dengan kesabaran dan kelembutan. Dia bilang bahwa kita harus menempatkan diri di posisi papi sehingga kita bisa merawat papi dengan penuh kasih.

Audrey dan keluarga

Sebetulnya, satu hari sebelum papi stroke yang ke-3, ketika kami sedang ngopi, saya menyampaikan bahwa ada seorang teman yang bertanya, apa yang papi peroleh dengan berziarah dan jalan salib di Gua Maria Sawer Rahmat, Kuningan setiap bulan padahal kondisi fisiknya (terutama kaki kirinya) yang lemah dan tidak begitu baik karena stroke ke-2 sebelumnya. Lalu begini jawab papi, “Papi gak dapet apa-apa dengan pergi ziarah setiap bulan. Masa mau hitung-hitungan sama Tuhan? Kan Tuhan udah kasih semuanya buat kita. Walaupun papi susah jalannya tapi papi mau ziarah dan jalan salib karena papi mau ikut jalan salibNya Yesus. “

Saya tidak tahu kapan atau apakah papi bisa bicara seperti dulu lagi atau tidak. Tapi, yang pasti saya akan selalu mengingat kata-katanya yang meneguhkan untuk mau setia ikut jalan salibNya Yesus dalam kondisi apapun. Tuhan membuat saya jatuh cinta padaNya semakin dalam. Saya tak paham rancangan karyaNya untuk kami, namun saya percaya Hati-Nya sungguh amat baik.


Audrey Isabella adalah legioner di Presidium Regina Coelorum, Paroki Santo Thomas Rasul – Bojong Indah, yang tergabung dalam Kuria Maria Bunda Kaum Beriman , Komisium Maria Immaculata – Jakarta Barat 2. Saat ini menjabat sebagai wakil ketua Senatus Bejana Rohani, periode Juni 2017 – Mei 2020.

Menjadi Laskar Maria Dalam Konteks Formasi Seminari Menengah

Sharing dari Fr. Thomas Waluyo, SSCC


Benih itu telah tumbuh

Legio Maria bukan bukanlah kelompak persekutuan doa yang baru bagi saya, karena sejak kecil saya sudah diperkenalkan oleh teman-teman sebaya saya. Namun karena waktu itu jumlah anggota cewek lebih banyak dari pada cowok, maka saya hanya mengikuti beberapa kali pertemuan saja, dan selebihnya, fokus saya adalah putra-putri altar karena setiap anak yang sudah menerima komuni pertama wajib menjadi putra dan putri altar. Akhirnya kelompok Legio Maria tidak pernah saya ikuti lagi, bahkan hingga saya menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Akan tetapi, setidaknya nyala api Legio Maria sudah ada dalam diri saya; ketertarikan untuk mengenal Maria melalui Legio Maria sudah tumbuh dalam diri saya, dan ketertarikan inilah yang  kemudian mendorong saya untuk memasuki perjalanan spiritual bersama Bunda Maria melalui Legio Maria.

Usai menamatkan Sekolah Lanjutkan Tingkat Pertama di  Lampung, saya melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Santo Paulus Palembang. Disanalah nyala api Legio Maria berkobar lagi serta memperoleh tempat dan situasi yang mendukung. Saya pun tanpa ragu mengikuti kelompok Legio Maria Presidium Rumah Kencana. Sebenarnya agak kurang tepat jika kelompok kami dikatakan sebagai presidium Legio karena tidak ada rapat mingguan rutin dan kami hanya mendoakan doa Tessera saja. Saya beryukur pada kakak-kakak kelas karena telah memperbolehkan saya ambil bagian dalam kelompok ini hingga saya dapat menumbuhkan kecintaan kepada Maria dengan lebih sungguh dan khusuk melalui pertemuan setiap dua minggu sekali. Dan memang betul, kecintaan saya pada bunda Maria semakin dalam. Hal ini ditampakkan dalam kesetiaan saya untuk mengikuti setiap pertemuan dan juga dalam mendoakan doa Rosario serta Tessera setiap malam sebelum tidur.

Saya tidak hanya aktif dalam pertemuan dan doa saja, tetapi juga dalam pertemuan ACIES. Setidaknya sudah tiga kali saya mengikuti pertemuan ACIES dan kegiatan lain yang dijalankan di sana. Kegiatan-kegiatan itu sungguh membantu saya untuk mengenal secara dekat tentang wajah Legio Maria di Keuskupan Agung Palembang dan menggali pengalaman menjadi Laskar Maria dari teman-teman lainnya. Perjumpaan itu memberikan saya banyak pengalaman dari mereka yang sudah lama menjadi legioner, dan untuk itu saya merasa diteguhkan untuk melayani Bunda Maria melalui kelompok ini.

Tentu omong kosong jika tidak ada tantangan dalam mengikuti Bunda melalui kelompok Legio Maria. Keterbatasan waktu adalah tantangan terbesar saya dalam mengikuti pertemuan doa ini. Kadang waktu doa itu bertabrakan dengan kegiatan sekolah, terutama pada masa-masa ujian, dimana saya kadang tidak bisa mengikuti pertemuan tersebut. Bukan karena saya tidak mencintai, tetapi saya punya tanggung jawab untuk memenuhi standar seminari. Jika saya tidak berhasil mencapainya saya akan diberi surat peringatan, atau  bahkan jika terlalu parah saya akan diminta untuk tidak melanjutkan pendidikan saya di seminari. Menghadapai situasi ini, ketua kami pada waktu itu memutuskan untuk tidak mengadakan pertemuan pada saat musim ujian. Akan tetapi, doa dan kewajiban sebagai legioner tetap dijalankan secara pribadi. Dengan kebijakan tersebut, saya menjadi lebih tenang dalam menjalankan tugas Legio dan ujian saya.

Ketika saya masuk kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria (Sacrorum Cordium; SSCC), saya tidak lagi mengikuti kegiatan Legio, namun semangat dari Legio Maria tetap ada dan mewujud dalam tingkah laku serta doa saya. Saya tetap setia untuk mendoakan Tessera dan Rosario karena doa-doa tersebut telah menjadi bagian dari hidup saya, hingga ketika tidak didaraskan serasa ada yang kurang dalam hidup saya pada hari itu. Dalam suasana semacam inilah saya menghidupi semangat Legio Maria.

Semakin tumbuh besar dalam perjumpaan

Saya kemudian menempuh masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Sudah menjadi tradisi di seminari ini, salah satu dari frater TOP akan menjadi APR salah satu presidium Legio Maria, entah di seminari sendiri maupun  di Paroki Santa Perawan Maria Katedral. Saya diminta untuk menjadi APR untuk presidium seminari Stella Maris Bogor yang ketika itu jumlah anggotanya cukup banyak. Tanpa berpikir panjang saya bersedia untuk mendampingi mereka. Alasan saya sederhana saja,  karena menjadi anggota Legio Maria adalah cita-cita saya dan saya ingin terus melayani Bunda Maria melalui Legio Maria.

Sejak dipilih menjadi APR, saya berusaha untuk hadir dalam rapat presidium yang diadakan setiap hari Minggu malam. Sayang sekali, kadang tugas mendampingi Legio bertabrakan dengan tugas saya di gereja Katedral sehingga saya tidak bisa hadir atau hanya memperoleh bagian akhir dari doa saja. Bagi saya kehadiran itu penting sekali karena merupakan bentuk kecitaan dan perhatian pada Legio di seminari; dan bagi teman-teman di presidium seminari, mudah-mudahan kehadiranku yang terbatas menjadi tanda perhatian dan kesetiaan kepada mereka.

Jujur, menjadi APR bukanlah tugas yang mudah. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya akan Legio Maria. Di seminari menengah dan seminari tinggi saya tidak pernah mempelajari buku pegangan. Saya hanya belajar secara umum tentang spiritualitas Maria. Keterbatasan dalam pengalaman dan pengetahuan serta tuntutan telah mengarahkan saya untuk membaca buku pegangan. Sebenarnya tidak cukup hanya membaca saja melainkan juga harus bisa membahasakan dengan sederhana dan jelas kepada teman-teman legioner. Harapannya mereka dapat menangkap dan mampu menjalankannya dalam hidup keseharian mereka.

Menjadi APR Legio Maria bukan hanya soal kehadiran saja, tapi juga menjadi kakak sekaligus sahabat bagi mereka. Saya menjadi kakak, ketika saya yang lebih tua ini memberi mereka masukan bagaimana menjadi legioner yang sejati. Menjadi kakak juga berarti menjadi teladan bagi mereka. Kehidupan saya sebagai APR sekaligus sebagai formator bagi seminaris selalu menjadi sorotan. Ketika penampilan saya menunjukkan semangat Legio maka mereka akan meniru apa yang saya buat. Namun ketika tindakan saya mencerminkan yang sebaliknya maka saya akan menjadi batu sandungan bagi mereka. Maka saya dituntut untuk memberi teladan yang baik kepada mereka setiap saat.

Selain sebagai kakak yang menjadi pusat dan teladan mereka, saya juga belajar banyak nilai dari mereka semua. Salah satu nilai yang mereka berikan adalah nilai kesetiaan dan pengorbanan. Saya tahu betul hidup keseharian mereka sebagai seminaris karena saya mendampingi perjalanan hidup harian mereka yang padat dengan jadwal seminari mulai dari bangun pagi hingga malam hari; mulai dari hari Minggu hingga Minggu berikutnya. Ketika mereka memutuskan untuk bergabung dalam Legio Maria, mereka akan mengorbankan banyak hal. Lebih-lebih, mereka mengorbankan waktu dan kesenangan mereka. Seharusnya mereka bisa rekreasi dengan nonton TV atau belajar, namun mereka memilih untuk ikut rapat Legio. Juga ketika mereka mendapat giliran rosario berantai, mereka harus menyisihkan waktu khusus untuk berdoa. Pada hari Minggu, mereka harus mengorbankan waktu jalan-jalan mereka demi kegiatan Legio, meskipun memang tidak setiap Minggu.

Terhubung dalam doa

            Tugas untuk menyalakan api Legio Maria tidak berhenti pada saat saya menyelesaikan masa TOP saya di Seminari Stella Maris Bogor. Tugas ini tetap dan terus saya jalankan dalam masa studi lanjut saya di Yogyakarta. Tentu kini saya menjaga api Legio Maria dengan model dan cara yang berbeda. Saya tidak lagi mengikuti kegiatan rutin Legio namun saya tetap mendoakan Tessera setiap hari. Dengan cara semacam ini, saya tetap menyatu dalam doa dengan teman-teman yang menjadi legioner dan saya tetap menjadi bagian dari mereka semua.

Ave Maria.


Fr. Thomas Waluyo, SSCC adalah Asisten Pemimpin Rohani Seminari Stella Maris Keuskupan Bogor, periode 2015-2016. Saat ini tengah menjalani tahun skolastikat di Kongregasi Sacrorum Cordium (SSCC) Yogyakarta.

Apa Makna Natal Bagimu?

Natal sebentar lagi akan tiba. Kita juga sudah akan memasuki Minggu Adven yang ketiga. Lalu, bagaimana dengan persiapan Natal kita kali ini ?

Biasanya Natal akan identik dengan libur panjang, pohon natal, kado, dan sinterklas. Kalau ke Mall atau pusat perbelanjaan, maka sudah ada Pohon Natal yang menjulang tinggi, ornamen yang cantik serta lagu-lagu natal yang menemani kita berbelanja. Menyenangkan sekali yah..

Namun, apakah sudah kita renungkan, apa makna natal yang sebenarnya?

Natal sebaiknya menjadi moment di mana kita selalu menghadirkan Yesus di mana pun kita berada yang artinya kita harus menghadirkan kasih, damai, dan pengampunan untuk sesama. Mengapa demikian?

Dalam Yohanes 3:16 yang isinya ” Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yesus adalah lambang kasih Allah yang begitu besar bagi manusia, maka dari itu hendaknya kita memaknai Yesus yang lahir dengan menjadikan kita pribadi-pribadi yang selalu menebarkan kasih bagi keluarga, teman-teman, komunitas ataupun lingkungan masyarakat.

Bagaimana dengan damai yang harus kita bagikan ? Di dalam Yesaya 9:6 tertulis demikian : “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat, Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” Yesus adalah Sang Raja Damai sehingga mari kita menjadi pembawa damai ke manapun kita pergi dan kepada siapapun yang kita jumpai tanpa melihat agama, suku, dan rasnya.

Tahun Kerahiman Illahi yang sudah dibuka 8 Desember yang lalu dengan motonya “Merciful like the Father” hendaknya juga menjadi inspirasi pengamalan nyata bagi kita untuk belajar mengampuni sesama karena Allah telah lebih dahulu mengampuni kita, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”(Lukas 6:36)

Teman-teman, marilah kita memaknai natal ini tidak hanya dengan persiapan lahiriah namun juga dengan persiapan batin sehingga Perayaan Natal dapat memampukan kita menghadirkan Yesus yang lahir dalam hati kita sehingga kita dapat membagikan kasih, damai, dan pengampunan bagi sesama.

Tuhan memberkati, Bunda Maria mendoakan.