Ibadat Sejati Kepada Maria dan Penghambaan

Alokusio oleh RP. Agustinus Maming, MSC pada Rapat Kuria Bejana Kerahiman – Tanjung Selor, 22 Juli 2017


Bacaan Rohani : Buku Rahasia Maria oleh St. Louis Marie Grignion de Montfort, halaman 20, 23 – 24.

I. Praktek yang Sempurna dari Ibadat Sejati

Hai orang pilihan, ibadat sejati itu adalah memberikan diri seutuhnya sebagai hamba kepada Maria dan melalui dia kepada Yesus. Lalu kamu melakukan segala-galanya dengan Maria, dalam Maria, oleh Maria, dan untuk Maria. Kata-kata ini saya jelaskan di bawah ini :

Kamu harus memiliki suatu hari tertentu. Pada hari itu kamu memberikan diri secara sukarela dan terdorong oleh cinta. Kamu membaktikan dan mempersembahkan segala-galanya tanpa kecuali tubuh dan jiwamu, seluruh hari kekayaan materialmu seperti rumah, keluarga dan pendapatan, demikian juga harta kekayaan spiritual, seperti jasa, rahmat, kebijaksanaan, dan silihan.

II. Penghambaan

Ibadat sejati ada dalam pembaktian diri kepada Maria sebagai hamba. Perlu diperhatikan bahwa ada tiga macam penghambaan :

  1. Penghambaan berdasarkan kodrat : menurut arti semua orang, yang baik dan yang jahat, adalah Hamba Allah.
  2. Penghambaan karena paksaan : setan-setan dan orang-orang terkutuk adalah hamba menurut arti ini.
  3. Penghambaan karena cinta dan pilihan bebas : dan karena cara inilah kita mesti membaktikan diri kepada Allah melalui Maria. Inilah cara yang paling sempurna yang dapat digunakan manusia sebagai makhluk untuk membaktikan diri kepada Sang Pencipta.

Baiklah kita perhatikan pula, bahwa terdapat perbedaan besar antara pelayan dan hamba. Seorang pelayan menuntut upah untuk pelayanannya, sedangkan seorang hamba sama sekali tidak. Seorang pelayan, jika ia mau, bebas meninggalkan majikannya, dan ia hanya bekerja untuk sementara saja. Sedangkan seorang hamba tidak dapat meninggalkannya begitu saja. Ia milik tuannya seumur hidup. Seorang pelayan tidak memberikan kewenangan atas hidup matinya, tetapi seorang hamba memberikan seluruh dirinya, sehingga tuannya dapat membunuhnya tanpa digugat oleh pengadilan.

Dengan mudah kita dapat mengerti, betapa penghambaan karena paksaan mengakibatkan ketergantungan yang paling ketat. Ketergantungan seperti ini sebenarnya hanya bisa terjadi dalam hubungan manusia dengan pencipta-Nya. Itulah sebabnya bentuk penghambaan ini tak terdapat di kalangan orang Kristen, tetapi di kalangan orang Turki dan kafir.

Berbahagialah, ya seribu kali berbahagialah orang Kristiani yang lapang hati, yang membaktikan diri kepada Yesus melalui Maria sebagai hamba karena cinta, setelah dalam pembaptisannya ia melepaskan diri dari penghambaan setan yang lalim.

 


RP. Agustinus Maming, MSC adalah Pemimpin Rohani presidium-presidium di Paroki Santo Eugenius de Mazenod, Tanjung Redeb, Kalimantan Timur,

 

“Jadilah Legioner yang Militan!” : Laporan Kunjungan Kuria Bejana Kerahiman ke Presidium-Presidium di Tanjung Redeb

Pada hari Jumat, 14 Agustus 2017, seluruh perwira Kuria Bejana Kerahiman – Keuskupan Tanjung Selor, didampingi oleh RD. Stephanus Sumardi (Pemimpin Rohani Kuria), dan Br . Albertus Sigit Pramana (Asisten Pemimpin Rohani Kuria) melakukan kunjungan untuk pertama kalinya ke presidium-presidium di Tanjung Redeb.

Kuria yang disahkan pada 6 November 2016 ini memiliki area tugas yang mencakup seluruh paroki di Keuskupan Tanjung Selor. Akan tetapi hingga saat ini baru tiga paroki yang sudah memiliki presidium, yakni Paroki Santo Eugenius de Mazenod Tanjung Redeb, Paroki Santa Maria Assumpta (Katedral) Tanjung Selor, dan Paroki Santa Maria Imakulata Tarakan. 

Kuria ini patut dibanggakan karena perkembangannya yang sangat pesat dan semangatnya yang selalu on fire. Di paroki Tanjung Redeb sendiri dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, telah terlahir lima presidium senior dan tiga presidium junior yang tersebar di pusat paroki dan stasi-stasi sekitarnya.

Kiri ke Kanan : RD Agustinus Maming, MSC-Sdr. Irwanus Kewa Tukan (wakil ketua)-Sdri. Katarina Lazar (bendahara)-Sdri. Marina (sekretaris 1 Senatus)-Sdr. Patrisius Patal Wutun (sekretaris)-Sdr. Bene Lazar (ketua)

Meskipun harus menempuh perjalanan yang jauh dan berkelok-kelok dari Tanjung Selor menuju Tanjung Redeb, bahkan hingga isi perut terkuras karena mabuk perjalanan, namun semangat para perwira Kuria tak padam. Semangat para tentara Maria di Tanjung Redeb pun tak kalah besarnya. Mereka menerjang teriknya siang dan dengan sabar menanti kehadiran para perwira Kuria di gedung serba guna paroki. Inilah semangat legioner yang rela berjerih lelah dan bekerja keras. Total sekitar delapan puluh legioner yang hadir dan mengikuti pertemuan gabungan presidium.

Dalam kesempatan yang istimewa ini hadir pula RP Yoseph, MSC (Pastor Kepala Paroki), RP Agustinus Maming (PR presidium-presidium se-Tanjung Redeb) serta anggota dewan paroki St. Eugenius de Mazenod.


Dalam sambutannya Pastor Yoseph berpesan kepada seluruh legioner agar menjadi “Legioner yang Militan”, yang selalu siap sedia membawa dan menularkan Kasih Kristus dimana saja berada.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sejarah Legio Maria oleh Sdr. Patris, struktur organisasi Legio Maria oleh Br. Sigit, dan ditutup oleh tanya jawab dan diskusi.

Presentasi Sejarah Legio Maria oleh Sdr. Patrisius Patal Wutun.

Tepat pada pukul 15.00 WITA pertemuan gabungan presidium se-Tanjung Redeb resmi dimulai. Dalam pertemuan ini dilakukan pengesahan atas seluruh presidium di Paroki St. Eugenius de Mazenod Tanjung Redeb, beserta para perwiranya. Pengesahan resmi bagi presidium dan perwira akan dilaksanakan pada rapat kuria hari Sabtu, 22 Juli 2017.


Pengesahan secara simbolik atas presidium se-Paroki St. Eugenius de Mazenod, beserta para perwiranya

Semoga momen kunjungan dan pengesahan secara simbolis ini semakin menambah semangat dan mempererat rasa persaudaraan para legioner di Kuria Bejana Kerahiman, khususnya di Tanjung Redeb. 

Proficiat!!

AVE MARIA.


Kontributor : Sdr. Patrisius Patal Wutun dan Br. Albertus Sigit Pramana, MSF.

BBM : Butir-Butir Motivasi

Dibawakan oleh RP Hadrianus Tedjoworo, OSC pada acara planning day Kuria Bunda Penasehat yang Baik. 
Bandung, 15 Januari 2017

Evaluasi sering terlalu mencari kekurangan dan hal-hal yang negatif. Mungkin lebih baik mengambil inspirasi serta motivasi dari istilah apresiasi → menghargai usaha yang sudah dilakukan dan apa yang masih bisa dikembangkan dan sampai saat ini baru merupakan potensi. Potensi-potensi apa sajakah yang bisa makin mengembangkan Legio Maria?

Tidak seperti kelompok-kelompok kategorial gerejawi lainnya, Legio Maria tidak berorientasi pada kesuksesan, melainkan lebih pada ketulusan pelayanan dan kesetiaan dalam diri para anggotanya. Kelompok ini bertujuan pada kerasulan Gereja: mewartakan Kabar Baik kepada sesama (Buku Pegangan Bab 2). Diandaikan ada kerja sama dengan hierarki Gereja, sehingga legioner tidak semestinya bekerja sendiri, atau hanya mewakili kelompoknya sendiri. Semangat Maria yang menjadi teladan para legioner bisa menjadi inspirasi, yakni mengimani bahwa bagi Allah, segala sesuatu adalah mungkin (BP Bab 3). Itu berarti bahwa keberanian lebih daripada ‘kewajiban’ adalah penggerak kita untuk selalu maju dan mengembangkan kerasulan kita sebagai legioner.

Butir-butir motivasi:

  1. Bentuk-Bentuk Kerasulan: Legio Maria punya keuntungan, yakni bisa masuk ke mana saja, baik itu liturgi, bina iman anak, katekese, pendampingan, pertemuan lingkungan, pelayanan pastoral, dan lain-lain.

  1. Memperkenalkan Spiritualitas Maria: konsekuensi dari fleksibilitas kehadiran kita ialah: membawa pengaruh dari Spiritualitas Maria. Artinya, kita mesti menimba kembali inspirasi dari Kitab Suci dan devosi-devosi Maria, kemudian membawanya dalam keterlibatan di berbagai kelompok untuk menginspirasi bentuk-bentuk kerasulan mereka juga!

Maria punya kekuatan yang besar dalam dirinya, yakni kemampuan untuk mempengaruhi, bahkan juga mempengaruhi Yesus, Puteranya (Yoh. 2). Apabila devosi Maria kurang berkembang di suatu lingkungan, biasanya itu karena kehadiran para legioner tidak mendorong tindakan-tindakan pelayanan yang seharusnya sudah terjadi di wilayah itu (bdk. BP Bab 5 No. 6). Devosi bukan hanya tampak dari penampilan seorang legioner yang berdoa, tetapi lebih-lebih dari bagaimana ia mempengaruhi dengan spiritualitas Maria, kelompok atau tempat apapun yang didatanginya itu. Dalam bahasa pengajaran Kristus, kita diajak menjadi seperti ‘garam’ yang mengasinkan sekitarnya. Kalau kita sendiri tidak terkesan dengan semangat Maria, kita tidak akan mempengaruhi siapapun. Kita bisa mulai dengan membuat refleksi, apakah kehadiran kita sebagai legioner dikenali secara baik oleh kelompok-kelompok yang lain?

 

taken from www.legionofmarytidewater.com
  1. Sebagai seorang kristiani: ketika menjalankan tugas, legioner mestinya memakai semangat Maria yang merangkul kerasulan dan kehidupan kristianinya (BP Bab 6. No. 3). Maksudnya ialah, bahwa tugas-tugas dijalankan bukan hanya sebagai ‘legioner’, tetapi sebagai seorang kristiani, pengikut Kristus. Kita tidak perlu menjadi ‘eksklusif’ sebagai legioner. Bukankah setiap orang kristiani seharusnya memandang Maria sebagai model hidup kristiani?

Kadang-kadang kita perlu belajar dari keseharian para anggota auxilier yang pertama-tama menjalani kehidupan imannya sebagai pengikut Kristus. Cara hidup dan semangat hidup mereka yang bersahaja dapat menjadi cara kita melayani, yakni dengan tidak berusaha menonjolkan ‘hasil’ atau ‘jumlah statistik’, melainkan mengedepankan keteladanan. Apakah hidup sehari-hari kita bisa dicontoh oleh orang lain? Mungkin yang dikhawatirkan di masa kita ini ialah kalau terjadi pemisahan tindakan kita sebagai legioner dan sebagai orang Katolik. Oleh karenanya apa yang kita rencanakan sebagai legioner Maria di masa mendatang ini sebisa mungkin semakin melibatkan umat Katolik yang lain. Kerasulan kita perlu semakin inklusif.

  1. Daya tarik: kebanyakan presidia menghadapi masalah yang serupa, yakni kesulitan menambah jumlah keanggotaan. Apakah proses merekrut anggota baru sama saja dengan kelompok lain? Mungkin tidak. “Bahaya besar” yang disebutkan oleh Buku Pegangan (Bab 10 No. 3) ialah ketika kerasulan ini “tidak mempunyai daya pikat sehingga kaum awam tidak bereaksi terhadap tujuan luhur yang terkandung di dalamnya”. Daya tarik rohani tidak bisa diselesaikan hanya dengan membuat sebanyak mungkin program kerja.

Daya tarik rohani, seperti disinggung Kardinal Riberi, mungkin muncul karena (1) kualitas keanggotaan, dijaga oleh (2) doa dan pengorbanan diri yang berlimpah, dan (3) dalam kerja sama dengan hierarki. Para legioner bisa merenungkan: mengapa aktivitas di paroki seringkali lebih menarik daripada kegiatan-kegiatan yang ditawarkan oleh Legio Maria? Barangkali sebagian dari ke-3 hal di atas kurang kita tekankan dalam perencanaan kegiatan tahunan. Salah satu karakter kegiatan yang membuat orang tertarik untuk terlibat ialah: relevansi. Orang akan menoleh dan memperhatikan sesuatu kalau itu menyentuh kerinduan pribadinya. Kita bisa menduga bahwa di zaman ini orang merindukan suasana doa, misalnya, tapi kita masih harus menemukan problem-problem personal dan aktual untuk dibawa ke dalam doa itu. Oleh karenanya, penentuan tema kegiatan-kegiatan legioner menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menyapa kerinduan terdalam banyak orang. Sebagai sebentuk evaluasi, kita bisa meneliti kembali tema-tema yang kita angkat untuk pertemuan Patrisi, apakah akan menarik banyak orang, ataukah hanya menarik bagi diri kita sendiri.

  1. Persaudaraan dan keakraban: kedua semangat ini tidak pernah gagal membesarkan kelompok kerasulan apapun dalam Gereja. Selama persaudaraan dijaga dan diperjuangkan, suatu kelompok akan terus hidup. Semangat ini dikisahkan dengan indah dalam Kis 2:46-47, yakni ketika para murid setelah kenaikan Yesus ke surga, bertekun dan sehati berkumpul dalam kegembiraan dan ketulusan hati. Lukas mencatat, “mereka disukai semua orang”! Itulah kesaksian yang paling kuat dari Gereja Perdana, dan seharusnya menjadi kesaksian para legioner.

Dalam semangat seruan dan surat apostolik Paus Fransiskus, para legioner mesti belajar hidup bersama dalam persaudaraan. Hidup bersama adalah sebentuk kesaksian yang sangat efektif kepada dunia. Orang akan segera melihat kalau kebersamaan kita, misalnya, adalah palsu. Kebersamaan ini diuji dalam menjalankan tugas, dalam berdoa/rapat, dalam merencanakan kegiatan, dan kehadiran di berbagai kelompok kerasulan lain. Salah satu tantangan yang sangat sulit terjadi dalam kenyataan ialah saling mendukung. Jauh lebih mudah “saling mengkritik”. Mestinya sikap saling mendukung dan melengkapi inilah penafsiran kita atas penekanan keakraban seperti yang disebut oleh BP Bab 39 No. 8). Keakraban itu bukanlah soal banyak tertawa dan bercanda, tetapi adalah perkara bekerja sama menemukan kehendak Tuhan. Kalau dalam persiapan kegiatan para legioner justru saling mengkritik, bagaimana itu akan menjadi kesaksian bagi orang lain? Setiap kali ada usulan dari seseorang, mari kita memberikan apapun sumbangan (pikiran dan tindakan) untuk melengkapi dan merealisasikannya. Dalam kenyataan, saling mendukung itu bukan hal yang mudah, karena kita sering lebih ingin tampil beda dan membuktikan kemampuan diri.


Pastor Hadrianus Tedjoworo, OSC adalah Pemimpin Rohani Kuria Bunda Penasehat Yang Baik – Bandung Barat 1, Komisium Bunda Rahmat Ilahi – Keuskupan Bandung