Oleh Ignas Permenas Gumansalangi.

Banyak pertanyaan yang membahas mengenai seberapa penting sakramen tobat bagi kita. Tidak jarang di era sekarang ini remaja bahkan orang dewasa mendapatkan pertanyaan yang menguji iman, seperti, “Toh manusia tidak luput dari dosa yang berarti dengan sakramen tobat tidak berarti menjamin manusia tidak akan terbebas sepenuhnya dari godaan dosa, yang pada akhirnya akan jatuh kembali dalam dosa itu sendiri bahkan tak jarang layaknya keledai yang sering kali jatuh dalam lubang yang sama.” Pertanyaan tersebut cukup menjamur dan menjadi alasan bagi sebagian orang beriman menunda dalam merespon pelayanan sakramen tobat dengan alasan diadakan rutin setiap tahun. Mirisnya, dalam kondisi yang sebaliknya, di tengah kehendak bebas manusia yang semakin menjerumuskan pemikiran bahwa jatuh dalam dosa adalah hal yang tidak terelakan, manusia seakan sangat mengandalkan pengakuan dosa “Yang penting masih akan ada pengakuan di gereja”.
Kehidupan yang semakin berkembang dengan banyaknya tuntutan dan kompleksnya keinginan manusia menjadikan sebagian besar orang akan lunak dengan kehendak bebas. Banyak hal yang menjauhkan orang dari Tuhan oleh karena keinginan duniawi. Manusia yang terus terjerat oleh sifat menunda-nunda semakin terbawa arus perkembangan global dan melupakan sumber dan asal manusia yang sesungguhnya.
Beragam cara pandang manusia dalam menanggapi dosa itu sendiri, tidak jarang rasionalisasi atas dosa sering terjadi dengan menganggap yang dilakukan adalah hal biasa dan dapat ditolerir. Lingkungan menjadi salah satu penyebab besarmya rasionalisasi yang dilakukan sebagai upaya menghilangkan perasaan bersalah.
Menurut Gereja Katolik, dosa sendiri dibagi menjadi dua kategori yakni dosa berat dan dosa ringan. Apapun kategori dosa tersebut tidaklah kurang dari perilaku yang menyakiti hati Allah, Efesus 4:31 “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.”
Di tengah tanda tanya dunia yang tidak ada batasnya, Gereja Katolik menawarkan sakramen yang mengantar manusia untuk kembali menemukan jalan dan berada pada keselamatan. Melalui doktrin tentang EENS (Extra Ecclesiam Nulla Salus) yang mana pengertiannya melalui Konsili Vatikan ke II diartikan sebagai “Keselamatan datang dari Kristus Melalui Gereja Katolik”, menjelaskan bahwa Gereja Katolik mengambil bagian dalam menuntun orang memperoleh keselamatan. Rumusan ini didasarkan pada Yohanes 14:6 (Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”). Kristus sebagai Kepala Gereja, Kristus tidak pernah terlepas dari Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya.
Setiap orang membutuhkan asupan gizi secara rutin dan teratur untuk menjaga kebugaran jasmaninya, begitu juga orang membutuhkan bimbingan rohani serta penitensi dalam sakramen tobat sebagai asupan rohani agar tetap menjaga kebutuhan rohaninya. Bukan hanya soal dosa apa yang telah diperbuat sehingga membutuhkan sakramen tobat, akan tetapi seberapa mampu kita dapat merendahkan hati bahwa kita manusia yang berdosa. Merendahkan hati membutuhkan penyadaran diri, dimana yang mana prosesnya melalui penelitian batin. Penelitian batin adalah sikap yang paling mendasar dan penting.
Dalam perjalanannya, sakramen tobat sering juga disebut dengan beberapa nama atau sebutan lain yang mana melalui istilah yang ada terkandung makna dari sakramen tobat itu sendiri. Beberapa sebutan atas sakramen tobat antara lain :
1. Sakramen Tobat
Penyebutan sakramen tobat didasarkan pada konsili vatikan ke II (lih. Sacrosanctum Concilium, No. 72; Lumen Gentium, No. 11). Dalam penyebutan sakramen tobat hal yang mau ditekankan ialah tobat dan orang beriman yang bertobat.
2. Sakramen Pengakuan Dosa
Dalam penyebutan sakramen pengakuan dosa hal yang mau ditunjukan adalah orang yang mau bertobat menyatakan sikap tobatnya kepada Allah. Dengan kejujuran serta kerendahan hati mau mengakukan dirinya sebagai orang yang berdosa dan membutuhkan kerahiman Allah.
3. Sakramen Pengampunan Dosa
Disebut sebagai sakramen pengampunan dosa karena dosa-dosa yang telah di akukan dengan penuh kejujuran dan kerendahan hati melalui absolusi imam secara sakramental telah diampuni oleh Allah sendiri.
4. Sakramen Pendamaian (rekonsiliasi)
Melalui pengampunan yang diterima oleh pentobat, Allah sendiri memperdamaikan pentobat dengan Diri-Nya dan Gereja. Berdasarkan Lumen Gentium, No. 11 “mereka yang menerima sakramen tobat memperoleh pengampunan Allah adalah ungkapan cinta-Nya yang mendamaikan”. Sesuai dengan 2 Korintus 5:20 “Berilah dirimu didamaikan dengan Allah”.
5. Sakramen Penyembuhan
Melalui sakramen tobat kita diberikan rahmat penyelamatan dan penyembuhan atas jiwa dan raga.
Gereja sebagai Tubuh Kristus memberikan kesempatan setiap orang untuk dapat bertobat melalui sakramen tobat yang merupakan sarana kehadiran Tuhan dalam diri kita yang mengembalikan kita ke jalan keselamatan. Dalam pengakuan dosa orang dapat mengalami dan merasakan buah-buah rohani seperti pendamaian dengan Allah karena relasi kasih dengan Allah, pendamaian dengan sesama, disembuhkan secara utuh dari luka batin, pembebasan dari siksa abadi, dan menagalami ketenangan hati nurani (kedamaian hati).
Memperbaiki relasi dengan Allah adalah kebutuhan bagi manusia. Penyadaran diri merupakan hal yang patut dilakukan dalam perjalanan kehidupan sehari-hari. Bagi umat katolik dalam menyambut, memperingati ataupun merayakan kesempatan-kesempatan tertentu melalui penyadaran kelemahan diri dengan penelitian batin merupakan hal yang patut untuk dipupuk. Masa prapaskah, ketika umat Katolik berada dalam masa penyangkalan diri, adalah kesempatan baik untuk meneliti batin dan memperbaiki diri. Dengan adanya sakramen tobat kesempatan ini menjadi lebih istimewa karena dalam usaha menyadari setiap kelemahan dan keberdosaan kita, Tuhan mau hadir dalam diri dan hati kita melalui sakramen tobat sendiri.
Bagaimana persiapan kita dalam menerima sakramen tobat sehingga dengan utuh kita dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam diri kita ?

Dalam melakukan pengakuan dosa hal yang paling pertama untuk diperhatikan adalah ketepatan waktu kehadiran di tempat pengakuan, hal ini akan sangat membantu kita untuk dapat memeriksa suara hati secara teratur dan menyeluruh sebelum masuk ke ruang pengakuan. Berbicara dengan artikulasi yang jelas, namun tidak berarti sampai mengeluarkan suara terlalu keras. Mengakui semua dosa yang pernah dilakukan secara tulus, kemudian mendengarkan nasehat maupun penitensi dari pastor/romo. Jangan meninggalkan ruang pengakuan dosa sebelum imam menyelesaikan absolusi. Kemudian kita laraskan doa tobat, dan setelah menerima rahmat pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa, sedapat mungkin untuk segera memenuhi penitensi yang diberikan oleh imam di luar bilik pengakuan. Sangat dianjurkan bahwa setelahnya kita dapat mendoakan doa syukur atas pengampunan (PS. 27) dan Madah “Allah Tuhan Kami” (PS. 28)
referensi: Katolisitas.org, carmelia.net

Ignas Permenas Gumansalangi adalah legioner presidium Maria Mater Dei Binus, Kuria Cermin kekudusan – Kampus.