Aduh, Deg-degan…

Sis, jawab sis,” chat Erwin Rinaldi secara personal. “Duh, pelindungnya gereja Katedral Jakarta tuh Santa Perawan Maria diangkat ke Surga bukan yah? Jawab Santa Perawan Maria aja, deh. Nggak yakin nih,” batin salah seorang peserta. Dan sekian menit kemudian, Erwin jerit-jerit di chat, “Siiisss, kurang lengkap, sis. Maknanya beda,”. Ah… baiklah, terpaksa gugur dibabak ketiga ini.

Kamis (20/8) siang itu, Komisium Maria Immaculata – Dekenat Jakarta Barat II sedang mengadakan kuis Legio Maria berkaitan dengan buku pegangan, kewarganegaraan, dan iman Katolik secara umum. Niat utamanya adalah untuk semakin mengenal Legio Maria, iman Katolik, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tapi karena ada wabah virus covid19 yang membuat kita semua mengalami masa sulit dari berbagai sisi, niatnya jadi ditambah untuk menjaga semangat kebersamaan dalam sukacita.

Nah, kuis ini dilakukan secara online melalui salah satu aplikasi chat yang pasti dikuasai oleh berbagai usia : whatsapp. Sebanyak 66 orang hadir sebagai peserta, termasuk peserta undangan dari Lampung dan bahkan Pontianak. Secara keseluruhan, kuis ini dibagi menjadi empat babak. Babak pertama dan kedua adalah 10 soal pilihan ganda, dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Babak ketiga adalah tebak gambar, dengan maksimal waktu yang dimiliki peserta sekitar 25 detik untuk mengetik jawaban. Sementara babak finalnya merupakan video call secara terpisah dengan enam finalis yang berhasil bertahan. “Deg-degan gue jawabnya. Saking nervous-nya, gue cuma bisa ketawa doank. Hahaha,” cerita Meliana Lie, salah satu finalis, seusai menyelesaikan sesi video call-nya bersama dewan juri. Gitu-gitu dia berhasil menjadi juara tiga, loh

Saat ditanya mengenai persiapannya, Enny Lestari selaku salah satu panitia pembuat soal mengatakan bahwa hal yang paling membuat khawatir adalah apakah akan ada peserta atau tidak. Bukan karena ini diadakan secara online yang butuh kuota internet dan sinyal bagus, tapi karena biasanya orang suka males ikut kuis. Takut kalah dan dipermalukan.

Padahal ini hanya permainan, yang tujuannya adalah untuk bersenang-senang namun berfaedah. Nggak percaya? Nih, cek tautan berikut di browser masing-masing yah : https://youtu.be/LamuotDq_TI.

Eiya, ada bocoran dari panitia rangkaian kegiatan 100 tahun Legio Maria. Tanggal 18 Oktober 2020 nanti, rencananya akan ada kuis Legio Maria online lagi loh, dengan peserta antar senatus. Dan di Indonesia, kita punya tiga dewan senatus. Begh… ke bayang nggak sih serunya kayak gimana nanti? Ikut gih, siapa tahu hadiahnya jalan-jalan ke Dublin, ye kan.

Tugas Kunjungan Anti Mainstream

Oleh : Tyas Apriyanto


Selama ini, apa sih yang terbayang di benak kita kalau kita denger tugas kunjungan? Mungkin banyak di antara kita yang langsung mikir antara kunjungan ke orang sakit, lansia, atau penjara. Tapi sebenernya tugas kunjungan nggak cuma terbatas itu doank, loh. Kunjungan ke museum rohani adalah salah satu bentuk tugas kunjungan yang bisa dibilang anti mainstream. Nih, simak lebih lanjut yah

Terdorong oleh rasa haus untuk bisa mengenal iman Katolik dengan lebih baik, Dewan Komisium Bekasi dan Dewan Komisium Jakarta Timur melakukan tugas kunjungan ke museum rohani. Dewan Komisium Bekasi memilih kunjungan ke museum Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia, sementara Dewan Komisium Jakarta Timur memilih ke museum Yerushalayim dan museum sejarah gereja Katolik. Hayo, gugling sana kalau nggak tahu tempatnya di mana…

MUSEUM ALKITAB

Museum ini memiliki beberapa ruangan, antara lain ruang perpustakaan tempat Alkitab dalam berbagai bahasa asing maupun bahasa daerah disimpan,

ruangan yang jenis peralatan musik maupun jenis biji-bijian pepohonan yang banyak disebutkan di dalam Alkitab, serta maket miniatur Bait Allah. Selain itu ada toko buku yang menjual Alkitab berbagai ukuran huruf, serta banyak buku-buku rohani, dan bahan-bahan pelajaran sekolah minggu.

Pada Alkitab umat Katolik terdapat kitab-kitab tambahan yang disebut Deuterokanonika. Dari hasil tanya jawab pada saat kunjungan dengan saudara presentator yang beragama Protestan, ternyata banyak ‘saudara muda’ kita yang sekarang membaca dan mempelajari kitab-kitab Deuterokanonika. Begh, bangga nggak sih?

MUSEUM YERUSHALAYIM

Museum ini berisi bentuk fisik benda-benda rohani yang disebutkan di dalam Alkitab, seperti buah ara kering, pohon ara, biji sesawi, sesawi, kacang merah Yakub, sangkakala, nafiri, tabernakel, Bait Suci,

mahkota duri, paku penyaliban, kirbat air mata, bahtera Nuh, jumbai jubah, tali sembahyang, alat penampi, tanaman Israel, model Bait Allah, pakaian Firaun beserta Ratu, dan sebagainya.

MUSEUM SEJARAH GEREJA KATOLIK

Pembuatan museum yang lebih dikenal sebagai museum Katedral ini diprakarsai oleh pastor kepala Katedral pada waktu itu, yaitu Pater Rudolf Kurris. Hal ini berawal dari rasa cinta Kurris terhadap sejarah dan benda-benda bersejarah. Menurutnya, benda-benda bersejarah itu dapat membangkitkan rasa kagum manusia terhadap masa lampau dan keinginannya menyalurkan pengetahuan dari generasi ke generasi. Pada tanggal 28 April 1991, Mgr. Julius Darmaatmadja telah meresmikan museum ini.

Di museum ini, kita akan menemui koleksi benda sejarah khas Katolik yang menjelaskan perkembangan gereja Katolik di Nusantara, misalnya kursi romo jaman dulu besar dan berukir, patung Maria berkonde dari kayu, jubah-jubah romo dan perubahannya, sulaman-sulamannya, dan lukisan dari batang pohon karya Kusni Kasdut.

Ada kalimat bijak yang mengatakan begini,“untuk mencari tahu di mana kita berada sekarang dan akan kemana kita nanti, kita harus mengetahui di mana kita pernah berada sebelumnya”. Dan karena itu lah, kunjungan ke museum bisa menjadi sebuah tugas yang menarik untuk lebih mengenal siapa kita sebagai seorang Katolik. So, siapa bilang kunjungan ke museum itu nggak greget? Tapiii… setelah pandemi selesai yah.

Memandikan dan Merias Jenazah ala Legioner Dahor

Awalnya legioner memandikan dan merias jenazah untuk membantu seorang ibu yang meninggal, di mana anaknya tidak tahu cara mengurus jenazah dan merasa takut memegang jenazah ibunya. Setelah itu berita ini tersebar dan apabila ada yang meninggal, umat/ masyarakat menyerahkan jenazah kepada legioner. Kami menghubungi Ibu Caroline sabagai narasumber. Beliau adalah wakil ketua presidium sekaligus ketua Kuria Benteng Perdamaian Dahor.

Kegiatan memandikan dan merias jenazah ini merupakan kegiatan lintas presidium dalam satu paroki. Beberapa anggota dari tiga presidium yang berbeda bersedia bertugas memandikan dan merias jenazah, meskipun sudah malam hari. Kegiatan ini dilakukan oleh Ibu Caroline dan legioner lainnya apabila pihak rumah sakit tidak dapat melakukannya. Legioner memandikan jenazah tersebut di rumah keluarga jenazah atau di rumah sakit. Meskipun demikian, tidak semua anggota presidium bersedia melakukan tugas Martiria ini.

Jika ditanya, “Kok mau Bu?”, legioner menjawab dengan cepat “Namanya juga pelayanan, sudah seharusnya”. Mereka juga tidak menerima uang dari kegiatan ini, karena bagi mereka ini merupakan pelayanan dan menjadi tugas legio, maka sudah semestinya tidak menerima bayaran.

Legioner juga mendoakan jenazah saat memandikan dan merias jenazah tersebut. Doa-doa apa saja yang didaraskan? Mendaraskan doa Salam Maria dan Bapa Kami di dalam hati, atau juga diucapkan. Apakah pernah mengalami kejadian mistis saat melakukan tugas tersebut? Ibu Caroline menjawab; “Ada. Misalnya saat memandikan jenazah yang matanya belum tertutup, bahkan setelah memandikan pun ada”. Namun kejadian-kejadian mistis itu bersifat positif, tidak mengganggu kehidupan mereka sehari-hari. Bahkan Ibu Caroline merasa diberi kemudahan dalam aktivitasnya sehari-hari, juga mendapat perasaan lebih nyaman dalam batinnya.

Puji Tuhan sampai saat ini mereka tidak menemukan kendala apapun. Untungnya selama ini tidak ada jenazah yang merupakan korban Covid, karena menurut prosedur, jenazah Covid harus ditangani langsung oleh pihak rumah sakit.

SAMBER : Sampah Menjadi Berkat

Wujud Nyata Peran Legio Maria dalam Tindakan Kepedulian Lingkungan Hidup (Laudato Si)


Sumber berita : Jeny T. Dewi (koordinator SAMBER,
gereja St. Petrus & Paulus, Mangga Besar, Jakarta)


Sampah menjadi masalah sangat serius baik sosial maupun ekonomi di Indonesia. Produksi sampah di Jakarta 7.800 ton lebih per hari yang bermuara di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi (sumber : Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, Sept 2019). Dengan jumlah itu, diprediksi TPST Bantar Gebang akan berhenti beroperasi pada tahun 2021 karena kelebihan kapasitas.

Hal ini bukan hanya menjadi masalah pemerintah, tetapi tanggung jawab seluruh rakyat Indoensia termasuk umat Katolik. Pada tahun 2016, Keuskupan Agung Jakarta mencanangkan Gerakan Silih Ekologis (Sileko) sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan hidup, diwujudkan dalam bentuk gerakan menanam pohon, memilah dan mengolah sampah, gerakan Pantikfoam (pantang plastik dan styrofoam). Tahun 2020, KAJ menetapkan Tahun Keadilan Sosial dan salah satu penanda gerakan Tahun Keadilan Sosial adalah KAJ mengajak paroki / sekolah Katolik / komunitas untuk merumuskan bersama persoalan sampah dan dijadikan gerakan bersama.

Apa peran nyata kita sebagai umat Katolik khususnya Legio Maria ?
Berawal dari inspirasi pastor paroki Mangga Besar, Rm. Agustinus Purwantoro SJ (dikenal Romo Ipong SJ), dalam sebuah kesempatan melihat pengelolaan sampah anorganik dalam bentuk bank sampah di Paroki Keluarga Kudus, Rawamangun, Jakarta, sekitar pertengahan tahun 2019. Lalu Romo menyampaikan inspirasi ini pada beberapa legioner, dan harapannya ada komunitas yang mampu mewujudkan kegiatan bank sampah ini di Paroki Mangga Besar.

Didasari bahwa peran Legio Maria menjadi tangan kanan Pastor Paroki dan siap melaksanakan tugas sulit, maka setelah berdiskusi dengan perwira Kuria Bunda Pengharapan Suci, di mana presidium Mangga Besar ini tergabung, maka Legio Maria menyatakan kesanggupan untuk merintis dan mengkoordinir kegiatan bank sampah di paroki.

Kesanggupan menuntut konsekuensi besar yang tak pernah terpikir sebelumnya. Perlu persiapan matang, mulai studi banding ke paroki lain, bahkan harus melibatkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Suku Dinas Lingkungan Hidup untuk proses perijinan dan pelaksanaan. Sulit, namun dipermudah karena dibantu oleh pihak yang sudah berpengalaman, khususnya pemerintah Indonesia saat ini juga mendorong masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Pada prinsipnya, bank sampah ini perlu partisipasi dan kerjasama umat, serta membawa keuntungan untuk umat. Secara sederhana tahapannya sebagai berikut :

      • Pilah sampah organik (basah) dan anorganik (kering), hal ini dilakukan di rumah/ sekolah
      • Pengumpulan sampah dikoordinasi oleh lingkungan atau seksi masing-masing
      • Penimbangan sampah dilakukan di paroki
      • Menyalurkan hasil finansial dari penjualan sampah kepada lingkungan dan kategorial di paroki

Walau diiming-imingi keuntungan finansial, ternyata kata “sampah” bukan sesuatu yang menarik bagi banyak umat. Habitus memilah sampah rumah tangga belum menjadi habitus umum dari kita. Hal ini terbukti dari sosialisasi perdana kegiatan bank sampah di paroki yang kurang direspon dengan baik oleh umat, tetapi semangat Legio Maria adalah teguh dan pantang menyerah. Legioner melanjutkan sosialisasi lebih gencar hingga beberapa kali sosialisasi baik di paroki dan lingkungan.

Pelaksanaan Kegiatan Bank Sampah
Kegiatan bank sampah ini, kami beri nama SAMBER (Sampah Menjadi Berkat). Pastor paroki memberikan target agar kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan dalam rangkaian HUT ke-80 tahun Paroki St. Petrus & Paulus yang jatuh pada Januari 2020. Kegiatan perdana SAMBER pada Minggu (22/02/2020) (berdekatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari).

Awalnya Romo dan kami cukup ragu dan pesimis; Apakah ada umat yang setor sampah? Jangan-jangan truk sampah yang disediakan Pemprov hanya terisi 10% dari kapasitas, dan sebagainya.

Puji Tuhan, ternyata cukup banyak partisipasi umat dan menyetorkan sampah anorganik lewat pengurus lingkungan/ kategorial dan dibawa ke paroki. Terkumpul sampah anorganik sebanyak satu truk, 1,73 ton sampah, atau keuntungan finansial sebesar Rp 2.830.000,00. Dana tersebut dikembalikan kepada lingkungan/ kategorial sesuai jumlah sampah yang disetor dan dapat dipakai untuk kegiatan lingkungan (ziarah, solidaritas umat dan lainnya).

Kegiatan ini rencananya dilaksanakan dua kali setiap bulan, antusiasme umat semakin besar. Akan tetapi karena pandemi Covid-19, kegiatan bank sampah ini terhenti sementara. Namun kami yakin dan terus mendorong habitus pilah sampah dari lingkup keluarga sudah mulai terwujud. Sementara sampah anorganik belum dapat dibawa ke paroki, tetapi umat dapat memberikan kepada pemulung dan menjadi bentuk belarasa.

Semangat dan inspirasi bagi legioner
Jangan takut dan bersukacitalah ketika Legio Maria dikenal sebagai “Legio Maria kok jadi tukang sampah?”. Justru di sinilah Legio Maria berperan aktif mewujudkan kepedulian pada lingkungan hidup seperti seruan Paus Fransiskus dalam ensiklik “Laudato Si” dan Bapa Uskup KAJ – Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, yang mengatakan “Saatnya adil pada lingkungan, mengubah cara berpikir orang soal sampah, yakni sampah bukan untuk dibuang. BUATLAH SAMPAH MENJADI BERKAH.”

*Jika membutuhkan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi narasumber di jeny.triratna@gmail.com

Sharing Kunjungan ke pedalaman Kalimantan Barat

​Oleh Anson Santoso


Suasana yang penuh dengan sukacita begitu terasa pada hari-hari terakhir menyambut Natal 2017 dan Tahun Baru di Paroki Santo Yohanes Pemandi, Pahauman, Keuskupan Agung Pontianak, pedalaman Kalimantan Barat. Dengan ceria anak-anak bergegas masuk ke Pasturan Paroki, menyalami dengan penuh sopan santun serta mengangkat tangan kanan saya untuk menyentuh kening mereka satu per satu, meskipun mereka tidak mengenal saya sama sekali, apakah saya kaum Klerus atau umat biasa yang sedang berkunjung.

Bingkisan kue-kue kering, berbagai minuman penyegar memenuhi meja ruang makan Pasturan. Semuanya adalah persembahan dari umat untuk Paroki Pahauman, khususnya anak-anak yang datang bermain di Pasturan. Suasana di Susteran pun tidak kalah indahnya. Kandang domba tempat Tuhan Yesus dilahirkan disertai berseberangan dengan bertoples-toples kue-kue kering buatan sendiri, minuman penyegar, dll.

Foto bersama seorang Pastor, dua orang Bruder dan satu pegawai Paroki, sesaat sebelum menuju ke stasi-stasi dengan kaos Legio Maria.

Pada malam Natal, saya bersama Bruder Cimes dan Koster pergi menuju ke salah satu Stasi/gereja kecil dengan jarak tempuh mobil lebih dari 1 jam perjalanan. Ibadat diadakan dengan pembagian Komuni Kudus. Umat terlihat sangat senang atas kedatangan Bruder Cimes, karena rata-rata mereka hanya mendapat kesempatan menerima Komuni Kudus satu hingga dua kali dalam setahun. Dalam perayaan, umat merayakan dengan penuh khidmat dan gembira, meskipun adanya kekurangan satu atau dua hal.
Setelah ibadat usai, secara tradisi dan kebiasaan, Bruder Cimes berkunjung ke rumah kepala Stasi dan disana telah dipersiapkan hidangan santap malam. Kami berbincang-bincang penuh keakraban dan persaudaraan. Anak-anak mereka ada yang sudah selesai kuliah dan bekerja di Jakarta, atau ada yang masih kuliah. Ini bagaikan sebuah reuni keluarga besar di kampung halaman mereka.

Pada tanggal 25 Desember kami menuju ke gereja kecil yang tidak terlalu jauh jaraknya dari Paroki. Disana pun ramai hingga banyak umat yang harus berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk. Seusai Ibadat kami berkunjung ke rumah kepala Stasi. Banyak sekali kerabat, keluarga, serta karyawan kepala Stasi yang ikut hadir dan menyantap bersama santapan siang. Penuh dengan kekeluargaan.

Pada suatu sore di lain hari, Bruder Cimes mengajak saya ke rumah panggung tradisional yang masih tersisa. Disana pun kami dihidangkan kopi, teh, kue-kue, dan gorengan oleh salah satu umat. Setelah itu kami singgah ke rumah yang lain dan dihidangkan lagi makanan. Kami berbincang-bincang penuh keakraban sambil bernostalgia tentang kehidupan mereka sewaktu masih muda di kampung.

Tidak kalah serunya suasana keakraban di Paroki setelah para Frater, Bruder, Pastor pulang dari Stasi yang rata-rata berjarak lebih dari 1 jam. Banyak stasi-stasi  yang tidak masuk jaringan provider handphone, jadi para kaum Klerus harus menghafal peta dan meminta bimbingan Pastor senior yang sudah pernah ke Stasi tersebut.

Karena begitu akrabnya tradisi mengunjungi rumah kepala Umat/Stasi seusai Ibadat, sampai saya butuh istirahat dan absen beberapa kali dalam tour dengan Bruder Cimes. Sayang tidak semua Umat mendapat kunjungan seusai Ibadat setiap minggunya, dikarenakan jumlah umat yang begitu besar tidak proporsional dengan jumlah kaum Klerus yang dapat memberikan Komuni Kudus. Sebagai informasi, provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan jumlah umat Katolik kedua terbesar di Negara kita setelah Flores, sehingga para umat di pedalaman rata-rata menerima Komuni Kudus hanya satu hingga dua kali dalam setahun. Sebagian besar paroki hanya mempunyai sedikit Pastor yang melayani stasi-stasi/gereja kecil. Paroki Pahauman sendiri memiliki dua Pastor untuk melayani umat di 170 stasi.

Saya sangat prihatin melihat kondisi seperti ini, bagaimanakah dengan Saudara-Saudari apakah hati Saudara-Saudari tergerak untuk memberikan ide-ide sehingga umat di pedalaman Kalimantan Barat dapat menikmati Misa Kudus dan Sakramen-sakramen lainnya lebih sering?

Sebagai informasi: dua tahun yang lalu ada empat dari lima pelamar dari pedalaman Kalimantan Barat yang ingin masuk seminari namun terkendala oleh biaya.

Terima kasih. Salam hangat selalu,

Anson Presidium Stella Maris Sunter Jakarta & Neti Presidium Regina Angelorum Katedral Jakarta.

Narasumber: Diakon Rusdy & Bruder Cimes.


Anson Santoso adalah seorang legioner aktif di Presidium Stella Maris – Sunter. Pernah bergabung pula di Presidium Junior di SLTP Santa Maria Juanda. 

Kesan Pesan LDK Senatus 2018 : Jantungku Masih Kuat

Oleh Roosita Taufik


Ketika mengetahui ada acara Latihan Kepemimpinan Dasar dari Senatus, saya jadi berniat untuk mengikutinya . Tapi ternyata jatah peserta Regia hanya dua orang meskipun area kerja Regia cukup luas dari Sumatera Utara hingga Sumatera Selatan. Sebagai Legioner yang tak mengenal putus asa, saya rela ditempatkan di waiting list… Eh tiba-tiba penutupan pendaftaran dipercepat, langsung saya bertanya pada Sdri. Maryana yang mengurusi pendaftaran,  bagaimana dengan status saya, apakah masih tetap di waiting list atau bagaimana … Eh ternyata tidak, saya sudah terdaftar sebagai peserta. Saya bahagia serasa seperti ketika terjadi peningkatan status dari anggota aktif percobaan menjadi resmi sebagai anggota aktif. Terima kasih untuk kesekian ribu kalinya kepada Bunda kita Maria.

Saya mulai mempersiapkan diri karena ada wanti -wanti trainernya tegas. Saya merasa bahwa mungkin ini training yg terakhir yg boleh saya ikuti.. Saya tidak boleh gagal … Saya sampai minta doa kepada para legioner untuk mama saya agar mama saya tidak sakit, karena kalau mama sakit, saya pasti tidak bisa ikut. Saya berterima kasih kepada seorang Legioner yang sampai rela mendoakan mama saya di misa pagi.

Perlu anda ketahui, orang yang turut mendoakan mama saya itu belum saya kenal dan akan saya kenal ketika di LDK nanti. Pendek cerita sampailah saya ke Samadi dengan kondisi yang mantap dan dijemput oleh Sdri.Yanti, Ketua Senatus sebelumnya.

Sudah banyak legioner yang hadir saya begitu senang bisa ketemu dengan teman seperjuangan dari Jambi dan Pangkal Pinang. Walau pada awalnya saya sedikit merasa aneh dengan lampiran deklarasi kesehatan, serta ada interview lagi oleh team Trainer sebelum mengikuti training ini. Tapi saya semakin yakin bahwa ini memang MANTAP trainingnya dan pasti lain dari yang lain .

Ada juga peserta dari Kalimantan membuat saya lebih yakin bahwa training ini benar-benar training mengingat seleksi yang begitu ketat dan semua yang adalah orang terpilih dan pemenang.
Saya satu kamar dengan seorang saudari dari Jakarta. Dia katakan tidak ada run down acara, dan saya bilang acara akan mulai pukul 16.00. Kami berdua lalu beristirahat… Eh ketika kami tersadar, ternyata misa hampir selesai. Untung masih mendapat berkat penutup dan training belum dimulai. Itulah akibat dari tidak memperhatikan.

Training pertama begitu gegap gempita dan kami mengumandangkan dengan lantang kalimat berikut :
“Sembilan orang buta, satu orang tuli, siapa pemimpinnya? saya pemimpinnya” Terus diulang sampai berkali kali.

Sempat ada dipikiran saya siapa ya rela mau jadi pemimpin hanya untuk sembilan orang buta dan satu tuli???
Orang buta tidak perlu dipimpin hanya perlu dituntun, jadi tidak perlu seorang pemimpin, dan hanya perlu seorang penuntun. Begitu juga dengan satu orang tuli. Tapi saya tidak protes karena katanya ini hanya permulaan. Saya tetap lanjut dan mulai berhati-hati takut tereliminasi dan lalu dipulangkan.

Ketika masuk ke ruang kelas kita semua mendapatkan sebuah tomat dan plastik untuk membungkus tomat. Piye toh ada training pake tomat?? Semua rada aneh ….. ditambah bendera warna warni ada hitam …merah …putih dan hijau … Saya pikir lambang para peserta dari berbagai daerah …. Dilanjutkan demgan susunan barisan dari umur termuda hingga yang tua disertai dengan penjumlahan usia di masing-masing batalyon …wouuw suasana jadi hiruk pikuk. Masing-masing peserta mulai menghitung dan menyelaraskan umur dari ke dua sisi kiri dan kanan … Saking sibuknya semua tidak memperhatikan tanda yg diberikan adalah bendera hitam dan semua harus diam … Ketika itu trainer Bapak Ronald sempat darting… meja di banting hingga terbalik … barulah semua diam tak berkutik… Saya sendiri terkejut namun jantung saya tidak copot. Saya senyum dalam hati, rupanya jantung saya masih kuat walau sudah tidak muda lagi . Terima kasih Tuhan dan Bunda Maria.

Dari cerita di atas, saya memaknai bahwa ikut training berarti kita belajar lagi … Semua jabatan dan embel-embel dilepas sehingga kita putih kembali seperti kertas baru yang ingat digurat dengan kesan dan pesan. Kalau kita simak dengan baik, banyak yg kita peroleh dari bentakan dan bantingan meja. Kita sadar bahwa kita lebih mengejar hasil yg tepat dari penjumlahan tapi kita telah menyepelekan tanda bendera hitam yang terpasang. Walaupum kecil tapi kita bisa melihatnya dan yang paling penting pesan dari warna bendera sudah diberitahu sebelumnya lain halnya jika sebelumnya fungsi bendera sudah dijelaskan dengan baik, sehingga bukan jebakan. JADI menurut saya yang salah adalah kita dan bukan Bapak Ronald. Kita mendengar tapi bukan mendengarkan dan kita melihat tapi tidak memperhatikan dengan benar.

Selama ini kita berdiri diatas kedisiplinan kita, bangga dengan tugas pelayanan kita, tapi saya yakin di balik semua itu kita banyak lalai dengan masalah masalah kecil, yang mana itu bisa berakibat fatal bagi presidium dan dewan yang kita pimpin. Maka marilah kita semua maju melangkah seiring sejalan, seperti lagu yg kita nyanyikan dengan gerak seirama tanpa menyepelekan hal kecil yang mana bisa membawa bencana.


Sdri. Roosita Taufik adalah Ketua Regia Ratu Para Syahid – Medan, periode 2016 – 2019, dan juga adalah peserta LDK Senatus Bejana Rohani 2018.

Sepenggal Kisah Saat LDK di Samadi

Oleh Lamria Hutabarat


Ini adalah LDK tingkat senatus pertama yang kami ikuti.  Jumat 26 Januari 2018 peserta berdatangan dari berbagai kota dan pulau menuju tempat pelatihan  yang ditentukan, yaitu di Wisma Samadi,  Kelender – Jakarta Timur. Wajah-wajah yang masih asing bertemu, tetapi kami langsung akrab satu sama lain karena kami disatukan oleh sebuah tujuan.

Pk.13.00  kami disambut oleh panitia. Kami juga menerima  satu buku notes  dan dua  pulpen.  Kegiatan LDK diawali dengan  acara wawancara face to face.  Saya sempat bertanya-tanya: “wah, ini mau rekrut tenaga kerja sukarelawan ato apa yah??” Pada akhir wawancara, seseorang berkepala plontos mirip biksu Budha  memberiku  selembar kertas  sambil tersenyum. Ia  berkata…”Tolong kertas ini dijaga, gak boleh kelipat, gak boleh kotor dan dibawa setiap saat!”

Setelah wawancara  tersebut, acara dilanjutkan dengan misa pembukaan yang dipimpin oleh Romo Antonius Didit – sebagai Pemimpin Rohani Senatus Bejana Rohani. Lalu dilanjutkan dengan acara “pembantaian” – menurutku.  Si ‘biksu’ ternyata manager trainer kegiatan ini – yang  kami panggil  dengan nama  Magister Ronald. Magister Ronald menerangkan aturan kegiatan ini (aturannya sangat ketat;  Ikuti perintah).  Setelah itu ia bertanya berulang ulang siapa yang mau mengundurkan diri. Tak satupun yang mundur. Tiba- tiba beliau teriak melompat dan teriak ADA 10 ORANG, 9 BUTA 1 TULI SIAPA PEMIMPINNYA? AKU PEMIMPINNYA, AKU PEMIMPINNYA. (Sumpeh, aku sangat terkejut. Tuh orang suaranya menggelegar, gerakannya persis seperti orang ‘gila’). Kami disuruh memperagakan sama persis dengan apa yang dilakukannya. Awalnya masih banyak yang malu-malu tetapi dengan kejam sir Ronald membentak.  Mana Semangatmu?? Katanya Prajurit!!! Semua tak berdaya dan akhirnya terbawa suasana berteriak “ADA 10 ORANG 9 BUTA 1 TULI SIAPA PEMIMPINNYA? AKU PEMIMPINNYA AKU PEMIMPINNYA” Dalam hatiku berkata ‘Gile, nih orang lebih dari wong Batak…Suaranya kenceng Banget’. Seumur-umur aku teriak paling kencang  pada saat itu.  Hehhehe…

Jam 19.00  kegiatan dilanjutkan di kompleks sekolah SD Santa Maria de la Strada yang bersebelahan dengan Samadi. Semua peserta hening (soalnya benderanya hitam. Ada 4 jenis bendera : hitam berarti diam, merah berarti boleh bertanya dengan seizin magister, kuning/ krem bebas bicara, dan hijau boleh bicara tetapi terbatas dalam ruangan saja). Semua alat komunikasi disita. Saat itu dalam hatiku berkata, “Gila nih si Magister Biksu! Emang aku anak SMA. Aku aja gak sampe begituan sama murid-muridku. Tapi ape mau dikate aku ingat aku itu seorang prajurit. Aku harus  tunduk pada atasan. Hehehhehe…. Jadi  terpaksa deh hape dikumpul.  Ketiga magister yaitu magister Ronald, magister Suvi, dan Magister Joy seperti monster kelihatannya. Menakutkan!  Kami takut salah. Kami diberi sebuah tomat dalam kantong plastik. Tomat ini harus dijaga, dibawa kapan saja dan gak boleh kelihatan oleh magister. Di sekolah Strada kami menonton film tentang TENTARA ROMAWI. Film itu mengingatkan kembali bahwa kami  sebagai legioner adalah Prajurit Maria yang sangat dahsyat seperti tentara Romawi. Kami harus cakap, displin, punya strategi melawan musuh (dari luar dan dalam diri sendiri), tidak boleh loyo,  dan taat pada sistem serta atasan. Saat ini semangatku sebagai seorang prajurit Maria berkobar-kobar. Di akhir kegiatan Magister Ronald memberikan tugas yang menurutku ini adalah THE IMPOSSIBLE  ASSIGMENT.

Selesai kegiatan di sekolah Strada, jam  hampir menunjuk pk.  23.00. Kami ditugaskan menghafal puisi berjudul  “Aku adalah Prajurit Bala Tentara Allah”  yang panjangnya sampai satu lembar  kertas A4,  menonton film ROMERO dan meringkasnya, dan membuat sebuah tulisan tentang Legio Maria. Selesai Nonton Film ROMERO aja  lewat pk.00.00, trus masih lanjut meringkas ceritanya (kulihat jam sudah menunjukkan pukul 2.00 dini hari), lanjut terus membuat tulisan tentang Legio maria (jam sudah pk. 3.00 dini hari), lanjutkan lagi  menghafal  puisi “Aku adalah Bala Tentara Allah” (kali ini aku gak ingat sampe jam berapa, yang pasti ketika bangun aku lihat jam udah menunjuk pk.4.00 tepat). Ohhh noooooooooo…… aku belum hafal. Akhirnya aku diam merenung dan pasrah. Kucoba merefleksikan diri atas  semua kegiatan ini dengan apa yang telah selama ini kulakukan. Ya Tuhan, ternyata AKU BELUM MELAKUKAN APA-APA. Aku sering menyerah, aku sering mengeluh betapa sulitnya tugas menjadi legioner sama seperti diawal aku diberi tugas oleh Magister. Aku merasa tak sangggup. Mengapa aku tak menyadari bahwa aku pasti bisa karena ada Bunda yang menemani melaksanakan tugas berat sekalipun??? Aku bangkit berdiri. Tarik nafas dalam-dalam. Aku tak boleh kalah. Aku harus berjuang hingga garis akhir. Sukses tidaknya tugas yang kulakukan itu bukan yang terpenting bagiku. Aku sadar yang terpenting dan terutama AKU MASIH SEMANGAT  UNTUK MELAKSANAKANNYA. Aku membangunkan teman sekamarku yang bernama  mbak Nova, karena pk. 4.30 tepat kami harus berkumpul kembali mengikuti ibadah pagi.

Hari Sabtu,  selesai ibadah pagi, mandi dan  sarapan,  kami lalu kembali berkumpul di sekolah Strada. Kegiatan hari itu dibuka dengan refleksi  berjudul “Manusia dalam Cermin”. Nah, kegiatan selanjutnya menurutku adalah sebuah tantangan. Dengan bermodalkan pulpen yang diserahkan di awal registrasi, kami ditugaskan untuk pergi ‘mencari dan mendapatkan’ uang sepuluh ribu rupiah. Ada peserta yang pulpennya masih utuh sebanyak dua buah, ada yang tinggal satu saja (termasuk aku). Satu pulpenku hilang…hehhehe. Kelihatan kalau aku orangnya sepele atas hal kecil kali ya??? Wah, pelajaran berharga nih.

Kami ‘diusir’ keluar dengan bermodalkan pulpen dan KTP. Kegiatan ini mengajarkanku menjadi seorang prajurit yang KREATIF, CAKAP untuk menarik RASA PERCAYA  orang pada kita. Semua peserta pulang berhasil membawa uang sepuluh ribu. Hebat ya…. semua legioner bangga dan bahagia ditambah lagi ketiga magister sudah mulai tersenyum, tidak galak apalagi pake acara membentak. (Hmmm…mungkin dalam hati kami saat itu ‘senyumnya magister Ronald ternyata manis’ hehehheheh).  Setelah itu kegiatan dilanjutkan di ruang pertemuan di Wisma Samadi. Disini kami ada kegiatan ‘drama’ yaitu  bagaimana tanggapan  apabila seorang putri kita, ibu atau adik perempuan kita melakukan sebuah kesalahan besar dalam hidupnya. Apakah kita menghakiminya atau memberikan pengertian dan kasih? Kegiatan hari ini diakhiri dengan UJI HAFALAN puisi.  Apakah sudah hafal (Aku adalah Bala Tentara Allah). Kemudian  sebagai tugas akhir kami harus mencari tahu arah gerak pastoral di keuskupan masing masing serta membuat program Legio Maria yang mendukung arah gerak tersebut.

Jam  sudah menunjukkan pk. 22.00 lewat.  Dilema nih mau mencari info sama siapa? Secara ini kan dah malam. Tetapi trainer gak peduli, pokoknya besok pagi sudah harus ada. Aku menghubungi seorang sahabat untuk menanyakan arah gerak pastoral melaui WA dan dijawab pukul 23.59. (Ohhhh nooooo…..begadang lagi nih) akhirnya aku berusaha semampuku mengerjakan tugas yang diberikan.

Minggu pk. 4.30 kegiatan dimulai dengan ibadah pagi, seminar singkat tentang Karya Misioner Gereja “Menjadi Saksi Kristus” oleh Romo Markus Nur Widi, lalu seluruh rangkaian kegiatan ditutup dengan misa perutusan  oleh Romo Antonius  Didit pada pk. 12.00.

Banyak kenangan indah dan pelajaran berharga  di sini ini. Kami pulang dengan disegarkan kembali jiwa seorang Legioner.

AKU ADALAH PRAJURIT BALA TENTARA ALLAH.


Sdri. Lamria Hutabarat adalah peserta LDK Senatus Bejana Rohani 2018 dari Regia Ratu Para Syahid – Medan.

Kesan Pesan LDK Senatus 2018 : Akademi Pembentukan Prajurit Tentara Bala Tentara Allah – Angkatan 2018

Oleh. Maria Alacoque Martha Sulaiman


Awalnya saya mendaftar pelatihan ini karena kepo, mau tahu apa yang bakalan diajarin, apa yang bakalan dilatih oleh Senatus. Tapi setelah nyemplung di hari pertama, saya kaget dan berasa kesasar di Kamp Militer “9 orang buta; 1 orang tuli”; hormat bendera negara; nyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Gaya pelatihan yang beda dan baru bikin saya makin penasaran ada apa selanjutnya?

Jam mulai bergulir, hari makin malam tapi kog ya pelatihan belum kelar juga? Malah harus belajar menghitung? Energi mata mulai menyusut tapi otak ini terus merenungkan apa yang jadi “celotehan” para magister ternyata bukan sekedar omong kosong tapi fakta bahwa saya masih perlu belajar banyak.

Di dalam diri saya mulai muncul arena gulat antara rasa tidak suka ditegur vs. rasa gak mampu membantah. Belum juga gulat selesai, saya sdh “ditodong” dengan 10 commandments yang saya ga ngerti untuk apa dilakuin? Tomat; kertas puisi; simbol bendera; duduk tegak.

Malam terasa panjang, kantuk semakin menjangkit, fokus mulai sirna.. Kembali ke kamar, saya memilih tancap gas ke pulau kapuk dan istirahat. Tapi.. Belum lagi full charged, aktifitas selanjutnya sudah harus tayang….

#################

Matahari belum juga menampakkan muka, tapi saya sudah harus terbangun karena bunyi “tok tok tok” orang yg gedor pintu. Saya kaget dan reflek lompat dari kapuk, langsung beresin sandaran kepala (bantal); ngerapiin selubung anti dingin (selimut); sikat gigi dan ganti baju secepat saya bisa. Lalu lari masuk meringsek ke dalam Ruang Doa.

Raga dan jiwa yang kocar kacir segala arah “disuruh” diam dan tenang lagi. Saya pikir sudah bisa “relax”.. eeh ternyata kami diberi tahu oleh Magister kalo tagihan tanggung jawab bakalan jatuh tempo kurang dari 2jam.. alamak jang! Gak salah?! Capek tau! Protes saya dalam batin.

Pagi itu, perasaan sibuk jadi mandor, menggagahi pikiran saya. Bukan karena para magister ataupun prajurit seperjuangan. Tapi sejujurnya karena saya malu ga bisa ngelunasin tanggung jawab. Kebanyakan cari alasan, nunda-nunda, sampe ga peka dengan apa yang di sekeliling (pengumuman) bikin saya makin malu ada di akademi dan mau angkat kaki seribu, pulang ke rumah.

Untungnya dibuka periode ‘amnesty perasaan bersalah’. Pikiran saya mulai melek dan minta perasaan ngumpet dulu di pojokan. Malu tapi akhirnya saya sambangi Magister dan mengakui dengan lidah kaku kalo saya pailit! Ga sanggup bayar tagihan tanggung jawab secara penuh. Saya pikir bakalan digugat, diadili, dihukum massal. Ternyata, Magister cuma bilang, “Coba lebih baik lagi!”

Perasaan dan pikiran jadi campur aduk diojok-ojok kayak naik wahana roller coaster. Bukannya muntah, malahan bikin ‘instruksi tetap’ : saya mau lbih baik lagi; saya bisa lebih baik1!; saya harus lebih baik lagi!!

#################

Hari baru, jiwa baru, semangat baru, gak kerasa kalo saya sudah mesti direlokasi (a.k.a digusur) dari “ruang simulasi” ke dalam ruang nyata kehidupan. Padahal kan sudah mulai betah di akademi. Tapi apa daya, sayapun “balik kampung”.

Pas “bongkar muat”, eng ing eng, saya baru sadar ternyata saya disisipin banyak oleh-oleh:
~ Ketopong kejujuran (pikiran dan rasa adanya di otak/ kepala, harus jujur apa adanya)

~ Tombak keberanian (maju terus mengoyak ketakutan, keraguan, prasangka/asumsi dalam diri)

~ Perisai kerendahan hati.

~ Lencana Prajurit (saya mulai belajar menerima identitas prajurit; berani sukarela putuskan saya adalah seorang prajurit!).


Maria Alacoque Martha Sulaiman adalah Bendahara Kuria Bunda Pengharapan Suci, Jakarta Barat, dan juga tergabung sebagai panitia dan peserta LDK Senatus Bejana Rohani 2018.

Gerakan Transformasi Berlanjut, LDK Disambut

Oleh. Octavian Elang Diawan


Dari hari Jumat 26 Januari 2018 hingga Minggu 28 Januari 2016, di Wisma Samadi Kelender Jakarta, dilaksanakan Latihan Dasar Kepemimpinan bagi para legioner utusan berbagai dewan di lingkup Senatus Bejana Rohani.  Utusan seluruhnya berjumlah 64 orang. Mereka adalah para perwira dan anggota yang berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Sumatera, dan Kalimantan. Di antara peserta hadir  Rama Yohanes Hadi Susilo dan Bruder Albertus Sigit Pramono MSF;  Masing-masing merupakan utusan Kuria  Banjarmasin dan Kuria Tanjungselor.

Kegiatan LDK meriah ini merupakan tindak lanjut gerakan transformasi Legio Maria Senatus Bejana Rohani yang di-promulgasikan di Kecamatan Talun Kenas, Medan pada tahun 2016. Gerakan transformasi ini sendiri merupakan upaya untuk menjawab tuntutan Gereja yang mengehendaki agar seluruh komponen Gereja lebih mengasah kepekaan gerejaninya (sensus ecclesieae) untuk turut serta secara total dalam sukacita dan penderitaan Gereja. Desakan ini telah lama  diserukan oleh pemimpin rohani saat itu yakni Rama Petrus Canisius Tunjung Kesuma. Tugas  beliau sebagai pemimpin rohani kini sudah digantikan oleh Rama Antonius Didit Soepartono.

Gerakan transformasi  ini menerapkan frame yang dinamakan K2O – sebagai singkatan dari Kekatolikan, Karakter Maria, dan Organisasi; karena di ketiga nilai inilah hendaknya kaki-kaki Legio Maria berpijak.

Pada faktanya, secara keorganisasian sungguh tidak mudah bagi presidium-presidium untuk mendapatkan anggota baru, mempertahankan keberadaan anggota yang ada, atau mendapatkan perwira-perwira baru yang tangguh dan visioner –  bahkan bisa datang berkumpul dalam rapat mingguan saja sudah merupakan anugerah. Memang harus diakui bahwa ada beberapa dewan yang pertumbuhan anggota legionya cukup pesat, misalnya di Kalimantan Tengah; namun secara umum dewan-dewan menghadapi kendala tersebut di atas. Atas dasar itulah maka Senatus berinisiatif menyelenggarakan LDK ini sebagai salah satu kristalisasi gerakan K2O tersebut pada ranah pengembangan organisasinya.

LDK yang diselenggarakan di Pusat Pastoral Wisma Samadi milik Keuskupan Agung Jakarta ini  dimaksudkan untuk menyentuh kesadaran karakter dasar kepemimpinan seorang prajurit, yakni: militansi,  kejujuran, kerja keras, dan kerelaan menghadapi hal-hal yang tak menyenangkan. Dengan mengembangkan nilai-nilai dasar ini diharapkan para paserta teranimasi dan termotivasi untuk kemudian menemukan strategi karya pengembangan organisasi secara kontekstual di masing-masing dewan di mana mereka berada.

Senatus  menghadirkan tim trainer dari PT. Roligio Jakarta  yang terdiri dari  tiga orang, yakni Bapak Ronald Tedjasasmita – sekaligus pemimpin tim training, Ibu Victoria Suvi, dan Bapak Joy Walla. Untuk diketahui bahwa Bapak Ronald merupakan mantan ketua Komisium Bandung dan Ibu Suvi juga seorang mantan legioner dari Bandung.  Sementara Bapak Joy adalah trainer pengembangan kepribadian  dari Surabaya.

Dari kiri ke kanan : Bpk. Joy Wala – Bpk. Ronadl Tedjasasmita – RD. Antonius Didit Soepartono – Ibu. Victoria Suvi

Para trainer menggunakan pendekatan pembinaan andragogi di mana para peserta langsung dibenamkan dalam situasi-situasi yang menuntut kedisiplinan, kepekaan, kejujuran, kerelaan, dsb. Pendekatan andragogi ini sempat mengguncang para peserta di awal pelatihan. Para peserta merasa tidak nyaman dengan gaya ‘bentak-bentak ala ditaktor’ yang ditampilkan oleh Bapak Ronald dan kawan-kawan. Bahkan secara diam-diam beberapa peserta merencanakan untuk mundur dan pulang ke daerah asal. Tetapi, memang demikianlah kelas andragogi yang cenderung menghindari bentuk seminar, diskusi, workshop, apalagi  atmosfer serba berupaya  ‘semanis mungkin untuk menyenangkan para tamu’.

Kendati pun terjadi ketidaknyamanan di hari pertama, namun keadaan ini berangsur-angsur berubah seiring berjalannya waktu. Emotional game yang dimainkan para trainer cukup berhasil membawa peserta yang semula ketakutan dalam badai ke dalam suasana landai tenang tenteram, serba menerima diri dan menerima orang lain (termasuk perilaku para trainernya yang semula disebutnya ‘kejam’).

Pada hari ketiga hadir pula  pembicara tamu dari kategorial Anthiokia-Roses,  Paroki Cengkareng dan Rama Markus Nur Widipranoto dari KKI-KWI. Kehadiran mereka turut melengkapi pelatihan ini melalui sharing bagaimana mengembangkan karya kerasulan dan memaknai kembali panggilan hidup misioner sebagai bagian utama kehidupan rohani pengikut Yesus Kristus.

Rama Antonius Didit Soepartono selaku pemimpin rohani Senatus Bejana Rohani menutup acara ini dengan misa perutusan.  Rama Didit – yang juga sebagai pastur mahasiswa KAJ – berpesan agar pelatihan ini sungguh mendorong para peserta untuk segera bergerak mengembangkan Legio Maria untuk kemuliaan Tuhan.

Duc In Altum, Mari bertolak ke tempat yang lebih dalam!

Foto-foto kegiatan LDK ini dapat diakses di laman LDK Senatus


Sdr. Octavian Elang Diawan adalah Asisten Pemimpin Rohani Senatus Bejana Rohani – Indonesia Barat.

Bersama Bunda Maria Pasti Bisa : Kunjungan Kuria Serawai ke Stasi Tahai

Oleh Sdri. Fransiska Idawati


“Tahai.”

Adakah yang pernah mendengar nama daerah itu? Ada satu nama “Tahai” yang cukup terkenal, yakni Danau Tahai di Kalimantan Tengah. Namun, kisah ini  bukanlah tentang Danau Tahai itu, melainkan tentang perjuangan kami, legioner Kuria Serawai, mengunjungi stasi Tahai di pedalaman Kalimantan Barat untuk memperkenalkan Legio Maria.

Stasi Tahai adalah salah satu stasi di bawah Paroki Santo Montfort – Nanga Serawai dan termasuk ke dalam area kerja Keuskupan Sintang. Nanga Serawai sendiri terletak 340 kilometer di sebelah barat Pontianak.  Dari ibukota provinsi kita bisa menempuh jalan darat selama kurang lebih 9 jam hingga Nanga Pinoh, kemudian dilanjutkan dengan naik speed boat menuju hulu Sungai Melawi selama empat hingga lima jam, tergantung pada kondisi arus dan ketinggian permukaan air.

Nanga Serawai adalah pusat dari Kuria Bunda Segala Bangsa yang membawahi presidium-presidium di paroki Kristus Raja – Sintang, stasi Maria Ratu Semesta Alam – Sei Durian, Paroki Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga – Nanga Pinoh, dan juga di stasi-stasi sepanjang aliran Sungai Melawi, yang menjadi area kerja Paroki Santo Monfort – Nanga Serawai. Bisa dikatakan bahwa sebagian besar area kerja kuria terletak di pedalaman Kalimantan Barat yang cukup susah untuk dijangkau.

Pada akhir bulan Oktober lalu, kami berlima bersama Pastor Yohanes Ferry, CM, dan Suster Widhi, PK dari Nanga Serawai mengunjungi Stasi Tahai untuk memperkenalkan Legio Maria disana. Perjalanan dari Nanga Serawai menuju Tahai cukup panjang dan harus ditempuh dalam beberapa tahapan. Perjalanan tahap pertama kami tempuh menggunakan speed boat menuju Stasi Tontang selama kurang lebih 45 menit.

Di Stasi Tontang, kami  dijemput oleh umat dari Stasi Tahai untuk menempuh perjalanan selanjutnya dengan menggunakan sampan cis. Speed boat sudah tak bisa digunakan lagi karena perjalanan telah memasuki anak sungai Demu yang lebih dangkal. Jika menggunakan speed boat maka akan terbentur dasar sungai. Kami menggunakan dua sampan dari Tontang karena satu sampan hanya bisa mengangkut 6 orang saja.

Perjalanan dari Stasi Tontang menuju Stasi Tahai mesti ditempuh kurang lebih 6 jam dan cukup menantang. Tak jarang sampan harus melewati bebatuan, tersangkut sampah, dan bertemu riam, sehingga kami harus turun dari sampan dan menariknya bersama-sama agar dapat meneruskan perjalanan. Meskipun banyak kesulitan yang ditemui sepanjang jalan, namun pemandangan asri : alam yang masih belum dikuasai perkebunan sawit, dan sungai yang belum terkontaminasi menjadi penyemangat kami semua.

Perjalanan yang melelahkan itu segera terlupakan ketika kami akhirnya tiba di Tahai dan disambut oleh umat yang sudah menantikan kami dengan sangat antusias. Sungguh sangat luar biasa! Ada banyak umat Katolik di desa yang sangat terpencil ini, bahkan anak-anak sekolah minggunya begitu aktif.

Anak-anak sekolah Minggu di Stasi Tahai

Anak-anak ini menyambut kami sambil menyanyikan lagu-lagu sekolah minggu dengan penuh semangat. Malam itu kami memperkenalkan Legio Maria kepada umat stasi. Puji Tuhan! Mereka sangat tertarik pada kelompok kerasulan ini sehingga malam itu juga bisa dibentuk sebuah presidium dan langsung terpilih juga perwira-perwiranya.

Sosialisasi Legio Maria kepada umat stasi

 

Keesokan harinya, yakni Minggu, 29 Oktober 2017, kami memberikan latihan kilat tentang pelaksanaan rapat presidium bagi presidium baru itu. Memang semuanya mesti serba kilat, karena kami hanya punya waktu yang terbatas di stasi ini. Kami pun tak bisa setiap minggu mengunjungi mereka ini karena jaraknya yang jauh dan biayanya yang besar, kurang lebih Rp. 300.000 per orang sekali jalan. Rencananya beberapa bulan lagi kami akan kembali berkunjung ke Stasi Tahai untuk meninjau presidium yang baru lahir ini.

Mohon doakan agar apa yang kami perjuangkan bisa berhasil. Kami percaya bahwa bersama Bunda Maria kami pasti bisa. Kami juga berencana memperkenalkan Legio Maria ke Stasi Merako dan Stasi Baras Nabun namun masih perlu memperhitungkan kebutuhan dana untuk kesana.

Sekali lagi mohon doakan perjuangan kami.


Sdri. Fransiska Idawati adalah koresponden Kuria Bunda Segala Bangsa – Nanga Serawai untuk Komisium Santa Maria Perawan yang Setia – Pontianak.