Dari berbagai sumber
Kemarin, kita memuliakan semua Orang Kudus dan berdoa memohon agar kita pun kelak bisa berbahagia bersama mereka di dalam Surga sambil memandang wajah Allah, Bapa kita.
Hari ini tepat tanggal 2 November kita mengenang saudara-saudara kita yang telah meninggal namun masih berada di Api Penyucian. Bahkan seluruh bulan November ini kita khususkan untuk berdoa memohon kerahiman Allah atas mereka.
Apa sih Api Penyucian itu?
Menurut Katekismus Gereja Katolik, Api Penyucian adalah “suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan rahmat dan dalam persahabatan dengan Tuhan, namun belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian”.

Kenapa kita mengenang arwah orang– orang yang sudah meninggal?
Bagi umat Kristiani, saat kematian sesungguhnya merupakan peristiwa puncak kehidupan. Ada kebangkitan sesudah kematian. Hidup kita tidak lenyap, melainkan hanya diubah. Kita percaya bahwa sesudah pengembaraan di dunia ini selesai, kediaman abadi di surga sudah tersedia bagi kita. Kematian merupakan saat kita mempercayakan diri secara total kepada Kristus yang merupakan pokok pengharapan kita karena Dia akan mengantar kita pulang ke rumah Bapa.
Apa tujuan kita mengenang para arwah?
Atas dasar iman itu, maka kita memohon agar saudara-saudara yang telah meninggal dunia disucikan dari segala dosanya, dibebaskan dari segala hambatan dan noda, boleh menikmati kebahagiaan kekal bersama Allah Bapa, serta boleh bersamasama para kudus di surga memandang wajah Allah yang dirindukan.
Hari kenangan dan peringatan arwah ini pun sekaligus memberi penghiburan rohani bagi kita, yaitu bahwa kelak kita pun akan meninggal dunia dan berjumpa kembali dengan saudara-saudara yang telah mendahului kita. Lalu bersama Maria akan memuji dan memuliakan Allah dalam persekutuan semua orang kudus. Hidup atau mati, kita tetap milik Kristus.
Kenapa arwah orang beriman diperingati pada bulan November? Lalu kenapa dipilih tanggal 2 November?
Umat Kristiani telah berdoa bagi para saudara/ saudari mereka yang telah wafat sejak masa awal agama Kristen. Liturgi-liturgi awal dan teks tulisan di katakomba membuktikan adanya doa-doa bagi mereka yang telah meninggal dunia, meskipun ajaran detail dan teologi yang menjelaskan praktek ini baru dikeluarkan kemudian oleh Gereja di abad berikutnya. Mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal telah tercatat dalam 2 Makabe 12 : 41- 42. Di dalam kitab Perjanjian Baru tercatat bahwa St. Paulus berdoa bagi kawannya Onesiforus (lih. 2 Tim 1 : 18) yang telah meninggal dunia.
Hal ini menunjukkan bahwa jemaat Kristen perdana percaya bahwa doa- doa mereka dapat memberikan efek positif kepada jiwajiwa yang telah wafat tersebut. Kitab Perjanjian Baru secara implisit mengajarkan adanya masa pemurnian yang dialami umat beriman setelah kematian.
Secara tidak langsung Yesus mengajarkan bahwa ada dosa-dosa yang dapat diampuni setelah kehidupan di dunia ini, (lih. Mat 12 : 32) dan ini mengisyaratkan adanya tempat/ keadaan yang bukan surga karena di Surga tidak ada dosa; dan bukan pula neraka karena di neraka sudah tidak ada lagi pengampunan dosa. Rasul Paulus mengatakan bahwa kita diselamatkan, “tetapi seolah melalui api” (1 Kor 3 : 15).
Pada abad awal, nama- nama jemaat yang wafat dituliskan di atas plakat. Di abad ke-6, komunitas Benediktin memperingati jiwajiwa mereka yang meninggal pada hari perayaan Pentakosta. Pada tahun 998, perayaan hari arwah menjadi peringatan universal di bawah pengaruh rahib Odilo dari Cluny. Ia menetapkan perayaan tahunan di rumah- rumah ordo Benediktin pada tanggal 2 November, yang kemudian menyebar. Sekarang Gereja Katolik merayakan Peringatan Arwah Orang Beriman pada tanggal 2 November, seperti juga gereja Anglikan dan sebagian gereja Lutheran.
Dari keterangan tersebut, tidak disebutkan mengapa dipilih bulan November dan bukan bulan- bulan yang lain. Namun jika kita melihat kalender liturgi Gereja, maka kita mengetahui bahwa bulan November merupakan akhir tahun liturgi, sebelum Gereja memasuki tahun liturgi yang baru pada masa Adven (sebelum merayakan Natal/ kelahiran Kristus).
Maka sebelum mempersiapkan kedatangan Kristus, kita diajak untuk merenungkan terlebih dahulu akan kehidupan sementara di dunia dan tentang akhir hidup kita kelak, agar pada akhirnya kita dapat bergabung dalam bilangan para kudus di Surga. Kita juga diajak untuk merenungkan makna kematian dengan mendoakan para saudara-saudari kita yang telah mendahului kita.
Tyas Apriyanto

