Selamat Natal Legioner Terkasih..

Perayaan Natal yang Utama adalah kegembiraan, bukan saat show kemewahan. Kegembiraan bisa jadi obat penangkal sakitnya masyarakat dewasa ini. Manusia saat uni membutuhkan spirit untuk hidup. Sebuah senyuman, pemberian selamat, penyampaian salam, aksi kebaikan, kata maaf, dapat membawa kegembiraan,  dan kegembiraan itu akan kembali kepada kita. Selamat Natal 2017.  “Hendaklah Damai Sejahtera Kristus Memerintah Dalam Hatimu!” (Kol 3:15a)

RP. Lukas Sulaeman, OSC
(Pemimpin Rohani Komisium Maria Assumpta Tangerang)


Saudara saudari legioner terkasih. Selamat merayakan kasih Natal. Selamat meneladan iman dan hidup Maria yang melahirkan kegembiraan, harapan, sekaligus mencintai tanggung jawab dengan setia.
Selamat Natal 25 desember 2017.
Selamat menyongsong dan menjalani tahun baru 2018.
Selamat mengisi kehidupan dengan kegembiraan dan kasih. TuYbe puoooll

RP. Florentius Hartanta
(Seminari Menengah Santo Yoseph Tarakan)


Selamat Natal 25 Des 2017 untuk semua Legioner Maria terkasih. Hari ini adalah hari Raya Kelahiran Yesus Kristus Juru Selamat kita. Apa ya kado yg bisa kita berikan kepadaNya?

Dalam hidup, Yesus sudah memberikan kado yang paling berharga untuk kita, yakni hidupNya sendiri. Yesus wafat untuk menyelamatkan umat manusia. Kini giliran kita memberikan kado ulang tahun Yesus di hari Natal tahun ini. Yesus tdk memerlukan barang berharga. Ia tidak memerlukan uang kita. Ia hanya memerlukan perhatian dan cinta kasih kita, baik kepada diriNya maupun kepada sesamaNya.

KelahiranNya di Betlehem mau menunjukkan cinta kasihNya kepada mereka yg sederhana dan kecil dan menderita. Yesus sudah memulainya sejak awal awal hidup di dunia ini. Dia bersabda dlm Injil : Apa yang kamu lakukan pada yang paling hina dan kecil ini kamu melakukanmua untuk Aku. Tindakan kita kepada mereka yang menderita dan bersengsara nyata dalam kesetiaan kita sebagai Legioner dlm tugas-tugasnya, dalam doa-doa Katena setiap hari maupun Rapat Mingguan. Terutama ketika kita hadir menghibur dan mendoakan mereka yg kecil menderita dan sederhana. Dengan kita mengisi hari-hari hidup kita dengan tindakan cinta kasih kepada sesama, itulah kado terindah yang Tuhan Yesus inginkan dari kita.

Selamat Natal 2017 dan Tahun baru 2018.
Ave Maria.

RP. Yoseph Astono Aji, OFM Cap
(Pemimpin Rohani Komisium Santa Maria Perawan yang Setia, Pontianak)


Natal adalah perayaan kelahiran Sang Juru Selamat. Ia lahir ke dunia untuk membawa damai bagi kita. Ia datang untuk memberi kita hidup yang berkelimpahan berkat.

Bagi kita, umat Kristiani, peristiwa natal sebagai memperbaharui hidup. Kita senantiasa mendambakan damai sejahtera dalam kehidupan pribadi maupun bersama. Hendaklah Damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu (Kol 3:15a). Semoga perayaan Natal mendorong dan menyemangati kita untuk menjadi duta damai bagi sesama.

Tuhan memberkati.
Bunda Maria mendoakan kita semua.

RP. Paulinus Maryanto, OMI
Pemimpin Rohani Kuria Benteng Perdamaian, Dahor.


Selamat Hari Natal, natal ini menguatkan dan meneguhkan para anggota Legio untuk semakin berbuat dan bertindak yang terbaik. Semoga berkat yang kita miliki menjadi berkat banyak orang.

RD. Redemptus Pramudhianto
(Pemimpin Rohani Komisium Bintang Timur, Keuskupan Bogor)

NATAL 2017: DAMAI SEJAHTERA BAGI SELURUH ALAM CIPTAAN

RP. Markus Yumartana, SJ

Direktur Tahun Rohani Seminari Tinggi Keuskupan Agung Jakarta


Peristiwa natal adalah peristiwa yang penuh misteri. Bagaimana Allah yang agung berkenan menjadi manusia lemah, dalam Yesus yang lahir ditengah keluarga Maria dan Yusuf? Yang kita rayakan dalam natal adalah misteri inkarnasi, Allah yang menjadi manusia ini.

Namun, menyadari bahwa Allah berkenan menjadi manusia seperti kita, tidak cukup hanya untuk sekedar dipahami begitu saja. Perayaan semestinya menuntun kita pada kesadaran konsekuensi dari pengakuan iman itu. Allah berkenan menjadi manusia berarti Allah sangat peduli untuk mengangkat martabat manusia dalam keluhuran keilahiannya. Bila Allah mengangkat manusia dalam tingkat luhur, maka pada gilirannya manusia yang merayakan meluhurkan Allah dalam kemanusiaannya.

Kita perlu belajar dinamika Roh dalam peristiwa inkarnasi itu. Allah yang meninggalkan keallahannya untuk menjadi manusia yang lemah dan hina, hinggal sampai pada kematiannya di Salib. Yesus, Sang Putera Allah, berkenan mengosongkan dirinya untuk menyelesaikan misi penebusannya sampai tuntas, hingga menyerahkan nyawaNya. Roh itulah yang diberikan kepada dunia, untuk penebusan dosa-dosa kita. Dan akhirnya, RohNya itulah yang membuka mata manusia untuk percaya dan menerima serta mengimani Dia sebagai Allah yang menjadi manusia untuk menebus dosa-dosa kita.

Maria memuliakan Allah

Orang yang pertama kali memberi tanggapan atas misteri inkarnasi itu adalah Maria. Ia tidak hanya dipanggil menjadi Bunda Putera Allah, tetapi ia juga dipanggil menjadi Bunda seluruh umat manusia, yang menanggapi misteri inkarnasi itu. Maria menanggapi dengan magnificat-nya. Yang intinya adalah komitmen untuk memuliakan Allah dalam hidupnya. Bagaimana Maria memuliakan Allah dalam hidupnya? Tidak hanya dalam pengakuan akan karya Allah, tetapi dalam kesetiaannya mengikuti dinamika hidup bersama Putera Allah. Menjadi Bunda Putera Allah tidak membuat Maria terpisah dari martabat kemanusiaannya. Justru semakin dekat dengan Puteranya, ia semakin masuk lebih dalam menghayati kemanusiaannya lewat jalan salib Puteranya. Maria ikut memikul secara nyata kemanusiaan kita. Itulah jalan “gloria Dei, vivens homo” (memuliakan Allah dengan hidup sebagai manusia).

Para Rasul menjadi saksi

Dalam Kisah Para Rasul kita melihat bahwa setelah mendapatkan anugerah Roh Kudus, para rasul dianugerahi karunia mengerti misteri Allah dalam peristiwan Yesus Kristus. Para Rasul menjadi terbuka mata batinnya. Mereka pun memberikan kesaksian dengan perkataan dan pengajarannya, tetapi juga dalam dinamika hidupnya yang penuh tantangan. Hidup memuliakan Allah dalam kemanusiaan selalu ditandai dengan “pertentangan”. Maka Salib bukan hanya mengingatkkan pada peristiwa penderitaan dan kematian Yesus Kristus, tetapi juga membawa pengalaman kemanusiaan kita yang terus menerus robek dan rusak. Jalan Salib para rasul itu hidup terus menerus dalam ketegangan dan pertentangan sebagai pengikut Kristus. Roh Kudus menuntun mereka melewati jalan salib itu.

Kita pun dipanggil

Kita merayakan natal, perayaan akan misteri inkarnasi Allah yang menjadi manusia dalam diri Yesus dari Nasaret. Namun kita pun dipanggil untuk memuliakan Allah dalam hidup kita. Bagaimana? Pertama-tama adalah pengakuan bahwa Allah terlibat dalam kehidupan kita sekarang ini. Bila kita mengakui hal ini, kita menemukan panggilan untuk meluhurkan Dia yang sudah terlibat dalam keemanusiaan kita. Kita memuliakan Allah dalam kemanusiaan kita. Kita terlibat dalam keilahian Allah dengan membangun komitmen hidup seturut cita-cita Allah bagi kita, yakni nilai kasih sayang dan perdamaian, persaudaraan dalam keadilan. Hidup dalam persaudaraan dan kasih sayang itu nyata dalam hidup penuh hormat di tengah kebhinekaan kita.

Kemanusiaan bukan robotik

Kemanusiaan jaman kita sekarang ada di persimpangan. Perkembangan teknologi cenderung menempatkan manusia dalam persaingan dengan kehadiran mesin-mesin dengan artificial intelligence (robot). Pergaulan manusia cenderung dibentuk oleh pola hidup robotik, yang cenderung meninggalkan imajinasi dan nurani. Kemanusiaan robotik adalah kemanusiaan yang kehilangan roh. Sebab, segala kebaikan dalam mentalitas robotik itu harus diklik dahulu baru jalan. Dalam cara bertindak robotik, tidak ada peluang untuk imajinasi dan daya kreatif iman.

We walk by faith, and not by sight! (cf. 2 Kor 5:7).

Kita hidup dengan iman bukan dengan logika robotik! Masihkah kita mampu memuliakan Allah dalam kemanusiaan yang paradoksal? Ditengah robotisasi, kita dipanggil untuk humanisasi. Di tengah cara berpikir aku – kamu menjadi aku- barangku, kita dipanggil untuk mengangkat hormat kemanusiaan dengan mengangkat sesama dalam semangat persaudaraan dalam kebhinekaan. Mungkinlah membangun persaudaraan dalam kebhinekaan?

Misteri inkarnasi adalah misteri Allah yang berkenan keluar dari diriNya dan menjadi setara dan seperasaan dengan kita. Oleh karena kita pun semestinya menanggapinya dengan keluar dari keakuan kita untuk masuk dalam ke-saudara-an bagi seluruh alam ciptaan. Bila kita bisa bersaudara, maka itulah damai sejahtera bagi seluruh alam ciptaan.

Selamat Natal 2017!

Dimanakah Nyala Api Itu?

[Menemukan Nyala Api Ilahi dalam Peristiwa Kelahiran Kristus dan Inspirasinya bagi Pribadi dan Kehidupan bersama dalam Legio Maria]


RP. Agustinus Maming, MSC.

Pemimpin Rohani presidium-presidium di Paroki St. Eugenius de Mazenod, Tanjung Redeb.

 


Pengantar

Para saudara (i) ku terkasih, apabila kita dengan cermat membolak-balik Kitab Suci, khususnya seputar kisah kelahiran Kristus, kita tidak dapat menemukan unsur api di dalamnya secara harafiah tekstual. Maka, perlu pendekatan lain bagi kita agar bisa menelusurinya. Pendekatan yang kami maksudkan adalah melihat karakter Api itu sendiri yakni: bernyala, membakar, menghanguskan, memurnikan. Di sisi lain, ada ungkapan “Kristus Cahaya Dunia” yang sering didengungkan dalam perarakan lilin Paskah. Namun, sayangnya, itu tidak berkaitan dengan perayaan kita saat ini yakni Natal, Peristiwa Kelahiran Kristus, melainkan peristiwa kebangkitan-Nya. Beruntunglah bahwa tema di atas disarikan dan disimpulkan dari Peristiwa Kelahiran Kristus dalam Kitab Suci. Dengan demikian, genaplah perkataan ini: “Injil, kabar Gembira Keselamatan” selalu bergema di sepanjang jaman. Oleh karena itu, Eskegese (tafsiran) Kitab Suci seputar Kelahiran Kristus menjadi sumber yang tepat.

Bernyala/Terang

“Dimanakah Dia, Raja Yahudi yang baru lahir itu? Kami telah melihat bintang-Nya dari Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” (Mat. 2:2). Orang majus (para ahli) mengikuti bintang itu, bersuka hati ketika melihatnya berhenti di Betlehem di Tanah Yudea. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya yaitu emas, kemanyan dan mur (Mat. 2:11). Dialah keselamatan yang disediakan bagi segala bangsa: terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat Israel” (bdk. Luk. 2:29-33).


Membakar

Pada waktu itu tampilah Yohanes pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah sebab kerajaan Sorga sudah dekat””. Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: “Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya” (Mat. 3.1-3, bdk. Mrk. 1:1-8).

Selain pribadi Yohanes, para penginjil sinoptik (Matius, Markus, Lukas) juga menampilkan pribadi Yusuf yang luar biasa. Kehadiran Kristus sebagai Anak Allah membentuk sikap Yusuf yang sangat jelas untuk berjuang mempersiapkan kelahiran-Nya dan mengamankan diri-Nya dari seluruh ancaman yang datang. Kisah Yusuf menghantar Maria dan Yesus ke Betlehem dan menemani Maria mengunjungi Elisabet menggambarkan pribadi ini. Kisah penyingkiran ke Mesir (Mat. 2:13-15), satu-satunya kisah istimewa karena hanya dikisahkan oleh Matius sungguh menggambarkan bagaimana  kehadiran Kristus membakar semangat Yusuf untuk menghindarkan sang Kristus dari bahaya yang mengancam. Kisah kelahiran Kristus ditutup dengan ungkapan: “Dan Yesus makin bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk. 2:52). Kiranya kesimpulan penginjil ini tidak dapat terjadi jika tanpa prakarsa seorang yang terbakar api kehadiran Kristus ke dunia.

Kisah lain yang sungguh luar biasa ialah sikap Maria setelah menerima kabar dari Malaikat Gabriel. Perjuangan pribadinya memantaskan diri sebagai kemah kehadiran Roh Allah yang mejadi manusia dan persiapannya berjuang melahirkan Kristus ke dunia dalam situasi yang tidak kondusif. Lebih dari pada itu, upaya mendidik Yesus, mendampinginya, memahaminya dan ada di saat suka, terlebih di saat duka sepanjang hidup Kristus (walaupun di luar konteks ini, saya spontan mengingat bagaimana figur Maria yang ditampilkan dalam Film The Passion of Christ). Maria sungguh memperlihatkan kepada kita kaulitas seorang pribadi yang sungguh-sungguh terbakar oleh kehadiran Kristus.

Figur Elisabet dan  juga Zakharia, juga patut dicatat. Kisah spesial ini secara khusus hanya diceritakan oleh Lukas. Pujian Elisabet kepada Maria demikian: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk. 1:42). Nyanyian pujian Zakharia (Luk. 1:67-80) juga ditampilkan. Baik, Zakharia dan Elisabet, keduanya merupakan figur, sebagaimana dikatakan oleh penginjil Lukas, penuh dengan Roh Kudus dan memuji Kristus. ternyata, selain itu, penginjil Lukas juga masih lagi mengisahkan figur gembala-gembala. Sungguh kehadiran Kristus menyentuh sampai kepada mereka yang sederhana baik materi, terlebih hatinya.

Yang terakhir, bukan berarti tak bernilai. justru yang dikisahkan terakhir mendapatkan penekanan yang sangat penting dari sang penulis. Itulah kisah Simeon dan Hana  (Luk. 2:29-32). “Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dengan damai sejahtera, sesuai dengan Firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu” (Luk. 2:29-30). Kisah ini hendak menekankan api kehadiran kristus tetap menyela dan membakar sampai kepada titik akhir hidup.

 

Menghanguskan – Memurnikan

Proses pembakaran dapat saja menghanguskan sampai tersisa abu, jika itu materialnya adalah kayu. Namun untuk logam mulia, pembakaran (tak hanya dengan api, tapi dengan cairan keras tertentu). Tujuannya sederhana saya, yakni memurnikan: menghancurkan, membedakan, memisahkan dan mengambil bagian yang jauh lebih penting. Jika hal ini dikaitkan dengan kisah-kisah seputar kelahiran Kristus, maka proses pemurnian itu sungguh-sungguh terjadi, dan faktanya terjadi dalam diri orang-orang yang sangat dekat dengan Yesus. “Bagaimana hal itu terjadi sebab aku belum bersuami”, demikian reaksi Maria menanggapi pemberitaan Malaikat Gabriel (Lih. Pemberitaan tentang kelahiran Yesus, Luk. 1:26-38). Reaksi yang muncul dari kesadaran diri sebagai pribadi yang belum bersuami. Demikian halnya juga terjadi pada diri Yusuf. Setelah mengetahui apa yang terjadi pada Maria, tunangannya, Yusuf bernait secara diam-diam hendak menceraikan Maria. Yusuf, pribadi yang tulus hati dan tak ingin mencermarkan nama istrinya di muka umum, melakukan hal tersebut. “Yusuf, Anak Daud, janganlah Engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang dikandungnya adalah dari Roh Kudus” demikian kata Malaikat kepada Yusuf (Mat. 1:20). “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang kaulahirkan itu, akan disebut kudus, Anak Allah.” Demikian kata Malaikat kepada Maria.

Kegelisahan Maria dan Yusuf sirna dan pandangan mereka akan Allah dan sesama (pasangannya) dibaharui karena yang dikandung ini adalah dari Roh Kudus.

Inspirasi bagi pribadi dan kolompok kita (Input)

Mencermati kisah Kelahiran Kristus dan juga tokoh-tokoh di dalamnya, butir-butir inspirasi apakah yang dapat kusarikan sebagai input bagi kehidup pribadiku dan kebersamaanku dalam kelompok Legio?

  1. Sebagai pribadi (kelompok atau komunitas, Tarekat atau Gereja), khususnya di dalam Legio, kita dapat mengintegrasikan diri kita dengan lakon orang majus.

    Kita ada dalam perjalanan mengikuti Kristus, Sang Bintang, bukan perjalanan menjadi bintang.

    Biarlah bintang itu terus berada di langit dan cahayanya terus menyinari kita hingga berhenti di tutup usia kita di jalan panggilan (bdk. Pengalaman Simeon dan Hana) atau dengan meminjam ungkapan rasul Yohanes: “biarlah Dia semakin besar dan aku semakin kecil”.

  2. Kesadaran diri bahwa aku berada di jalan mengikuti Sang Bintang, masih dengan meneladan para majus, memungkinkan kita untuk memberikan yang terindah yang ada pada kita. Para majus yang mempersembahkan emas, kemenyan dan mur. Kesadaran diri kita mesti menggerakan kita untuk mempersembahkan seluruh diri kita bagi sang Kristus.

    Seluruh diri kita mesti menjadi persembahan yang harum mewangi sepanjang hari.

    Indra penciuman orang yang ada di sekitar kita membaui kita dan dari penciuman itu orang mampu merasakan begitu bermaknanya berjalan mengikuti sang bintang. Ingat, bukan perjalanan menjadi bintang.

  3. Ada berbagai tokoh yang terlibat dalam kisah seputar kelahiran Kristus. Mereka adalah orang Majus (mewakili penguasa dan para cerdik pandai), Zakharia dan Elisabet, Simeon dan Hana (kalangan religius), Yohanes (di padang/orang asing), para gembala (masyarakat sederhana). Fakta ini memaparkan kepada kita secara terang akan kenyataan bahwa kehadiran Kristus menyentuh seluruh pribadi manusia.

    Sebuah ajakan untuk masing-masing pribadi di jalan panggilan ini, yang disatukan di dalam kebersamaan di Legio untuk membuka selebar-lebarnya pintu hati dan kelompok dengan menawarkan air yang sejuk.

    Selain itu, pribadi dan kelompok kita, yang sadar akan keterpanggilannya, mampu menerangi  setiap orang dalam aneka perjumpaan di setiap karya legioner kita. Semoga api cinta Kristus terus kita kobarkan dimana-mana.

  4. Pemurnian tokoh-tokoh penting seputar Kristus, yakni Maria dan Yosep sungguh terjadi. Hal ini juga menyadarkan kita, para legioner  untuk memurnikan diri dan kelompok legio kita.

    Pemurnian yang dimaksudkan yakni pembaharuan diri terus-menerus baik diri maupun kelompok, baik pikiran (pola pikir) dan perbuatan (pola tingkah laku).

    Agere contra (bertindak sebaliknya dari keinginan sesaat) dan Discerment (memilah-milah) baik pribadi maupun kelompok menjadi sesuatu yang mutlak perlu agar keterpanggilan kita di legio terus terpelihara dan makin berbobot.

Semoga kita terus berjalan Mengikuti Sang Bintang, membiarkan cahayanya-Nya menyinari kita dan didapati tetap setia hingga maut mengahiri hidup kita sebagai seorang yang terpanggil di Legio.

Selamat menyambut pesta Natal !!!

Ave Maria…

Pesan Natal 2017 

RP. Rofinus Jewarut, SMM

Pemimpin Rohani Komisium Bunda Rahmat Ilahi, Keuskupan Bandung. 

 


Para Legioner yang terkasih.

Kita semua pasti merasa sangat bergembira dan bersukacita karena bisa merayakan natal lagi. Kita bergembira dan bersukacita tentu saja bukan hanya karena bisa memiliki pakaian yang baru dan bagus, bisa ikut bertugas dalam perayaan natal, bisa bertemu dan berkumpul bersama keluarga, tetapi terutama karena kita semua diberi kesempatan lagi untuk mengalami, mengagumi dan mensyukuri karya penyelamatan Allah melalui penjelmaanNya menjadi Manusia dalam rahim bunda Maria.  

Bagi kita para Legioner, peristiwa penjelmaan Allah menjadi manusia (inkarnasi),  bukan saja untuk dirayakan atau dipestakan berulang-ulang setiap tahun, tetapi yang utama adalah untuk dimani dan dihidupi. Untuk itu, kita perlu menatap peran Bunda Maria dalam rencana karya keselamatan Allah itu. Bunda Maria menanggapi rencana Allah itu, dengan imannya yang tulus, sikapnya yang sederhana, dan ketaatannya yang mantap. Karena itu, Allah semakin terpesona dengannya. Maka, rencana karya penyelamatan itu terjadi secara sempurna dalam dirinya. Bunda Maria melahirkan Yesus Kristus, Penyelamat dunia. Itulah arti natal bagi Bunda Maria.

Kiranya, para Legioner merayakan Natal dalam semangat Bunda Maria itu. Sehingga, secara rohani para Legioner, berkat imannya, ketaatannya, kesetiaannya, ketekunannnya dan keberaniannya dalam tugas kerasulan, Allah semakin terpesona dan Allah tinggal dalam diri para legioner dan akhirnya para legioner mampu juga melahirkan Kristus bagi sesama. Melahirkan Kristus dalam arti melahirkan semangat pengabdian, semangat pengorbanan, semangat pemberian diri bagi sesama dan semangat untuk berbagi. Sesungguhnya, itulah Natal bagi kita.

Selamat Natal 25 Desember 2017 dan menyongsong tahun baru 1 Januari 2018.

Tuhan memberkati anda semua. Ave Maria. 

Alokusio Rapat Senatus 5 November 2017

Oleh RD Antonius Didit Soepartono (Pemimpin Rohani Senatus Bejana Rohani)


Bacaan Rohani : Buku Pegangan Bab 6 point 1 halaman 26, paragraf 1~4 : Tugas Para Legioner Terhadap Maria.

Alokusio :

Tugas pertama para Legio terhadap Maria adalah menghormati dan menjunjung tinggi Maria.

Bagaimanakah caranya?

a. Melakukan meditasi dan mempraktekkan dengan penuh semangat.
b. Membawa Maria ke dunia maka dalam hati seorang legioner harus ada Maria.
c. Menjadi pemimpin yg inspiratif dan jiwa bagi anggota2nya.
d. Ikatan pemimpin dan anggota bukan hanya ikatan emotional atau mekanis, Tetapi ikatan jiwa yang sempurna, seperti Ibu dengan bayinya.
e. Tanpa Maria kita tidak dapat melaksanakan karya Tuhan.

Alokusio : Jiwa-Jiwa Legioner yang Sudah Meninggal

Oleh : Sdr. Junius Wijaya, OFS


Bacaan Rohani : Buku Pegangan Bab XVII
Tentang : Jiwa-Jiwa Legioner yang Sudah Meninggal
Halaman : 114 – 115

Menyongsong bulan November yang secara tradisional dikenal sebagai Bulan Arwah, kita diajak untuk kembali merenungkan Hukum Kasih yang utama dan terutama yang disampaikan oleh Yesus yang menjadi pegangan kita.

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.  (Mat 22 : 37 – 39)

Mengapa kita merenungkan kembali perintah Kasih ini ketika kita akan memasuki bulan Arwah?

Dari Perintah Kasih bagian yang pertama, kita memahami bahwa manusia memiliki JIWA untuk mengasihi Allah. Lalu Kemanakah jiwa ini setelah kematian? Seturut ajaran Gereja kita mengetahui, Jiwa yang jauh dari Allah karena dosa akan menuju api penyucian setelah kematian. Berkat Kerahiman Allah, di sana jiwa dimurnikan dalam kerinduannya untuk bersatu dengan Sang Sumber Cinta.

Dari Perintah Kasih bagian yang kedua, kita diajak untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Secara khusus umat beriman diajak selama bulan November untuk mengasihi sesamanya yang sudah meninggal dunia, yang jiwa mereka kini berada di api penyucian. Bagaimana caranya menunjukan kasih kepada mereka seperti mengasihi diri kita sendiri?

Coba bayangkan bila kita yang berada di sana, tentu kita sangat mengharapkan Ekaristi, doa, dan kurban dari keluarga dan sahabat kita di dunia.


Hal yang sama mari kita lakukan untuk mereka!
Bersyukurlah, sebenarnya seorang Legioner sudah melakukan hal itu setiap Rapat dan Tessera. Bukankah demikian?

Namun di bulan November ini, mari kita lebih bergiat untuk menyatakan kasih kita kepada jiwa-jiwa yang menderita di api penyucian, khususnya para anggota Legio kita. Kita persembahkan segala usaha kita, kekayaan doa, dan korban kita untuk jiwa-jiwa itu kedalam tangan Maria, Ratu dari Api Penyucian. Karena Bunda Maria menjanjikan kepada kita sebagai imbalan dari persembahan ini, agar jiwa-jiwa yang kita kasihi akan mendapatkan keringanan yang lebih banyak daripada jika kita mempersembahkannya langsung kepada mereka. 

AVE MARIA.


Sdr. Junius Wijaya, OFS adalah seorang anggota Ordo Fransiskan Sekular, dan juga menjadi Asisten Pemimpin Rohani Presidium Pohon Suka Cita dan Presidium Maria Tak Bernoda, Paroki St. Petrus dan Paulus Mangga Besar.

Alokusio Rapat Senatus 1 Oktober 2017

Dibawakan oleh RD. Antonius Didit Soepartono (Pemimpin Rohani Senatus Bejana Rohani)


Bacaan Rohani : Buku Pegangan Bab 5 point 7 halaman 25 tentang “Membawa Maria Kepada Dunia“.

Alokusio :

  • Devosi kepada Maria membuahkan mukjijat-mukjizat.
  • Yang terpenting devosi ini membawa Maria kepada dunia, Apa artinya? Kita harus mencintai Maria sepenuh hati dan melibatkan semua orang dalam cinta pada Maria.
  • Legio Maria sebagai organisasi yg didasarkan atas kepercayaan tanpa batas pada Maria seperti
    anak kecil pada ibunya.
  • Legio Maria tidak merasa sombong meskipun memiliki banyak talenta dan kemampuan untuk
    pelayanan kita.
  • Tugas abadi Legio adalah menghancurkan kepala ular, termasuk iblis yang menguasai hidup kita.

Homili Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC pada Misa Tahunan Senatus 2017

Disampaikan pada Misa Tahunan Senatus dan Perayaan 50 tahun Komisium Bunda Rahmat Ilahi – Keuskupan Bandung, 2 September 2017


Saat ini dunia kita penuh dengan semangat pamrih, apa-apa ada harganya dan selalu ada tuntutan timbal balik; “ada udang di balik batu”, atau legioner sering berkata “ada daging di balik nasi”. Semangat pamrih itu juga ternyata sudah  merasuki kehidupan keagamaan; dalam doa dan pelayanan. Seperti kata sebuah pepatah yang terenal “do ut des” : “memberi supaya mendapatkan”. Kita lalu sering mempertanyakan “Apa untungnya melakukan pelayanan ini?”, “Aapa manfaatnya menjadi legioner?”

Kita perlu mengingat kembali bahwa kelahiran Yesus terjadi karena ada orang-orang seperti Yusuf dan Maria yang tulus dan tanpa pamrih. Mereka menyadari kehidupan sebagai berkat dan rahmat yang ia peroleh dengan cuma-cuma, maka hidup mereka dipersembahkan kepada Allah dan sesama juga dengan cuma-cuma.

Memang saat ini sulit sekali mencari orang yang tulus. Bahkan kita cenderung memandang orang yang tulus sebagai orang yang “terlalu bodoh”. Ada sebuah kisah tentang seorang pengusaha yang ditipu oleh temannya hingga hartanya habis dan ia tak punya dana lagi untuk menyekolahkan anak-anaknya. Ia kemudian mencoba menjual tanahnya yang berada di Yogyakarta. Di stasiun, ia bertemu seorang bapak yang mengaku kecopetan dan tak punya uang lagi untuk membeli tiket kereta menuju Surabaya. Meskipun ragu dan khawatir ditipu, pengusaha itu akhirnya memberikan uang terakhirnya sebesar Rp. 200.000 yang awalnya hendak ia gunakan untuk membeli tiket kereta pulang dari Yogyakarta. Bapak yang kecopetan itu berjanji akan mengembalikan uang itu dengan cara transfer hingga ia memaksa meminta nomor rekening si pengusaha. Si pengusaha memberikan nomor rekeningnya, meskipun ia tak percaya uang itu akan dikembalikan. Dalam hatinya ia merasa bahwa ia telah ditipu oleh si bapak.

Di Yogyakarta, ia tak berhasil menjual tanahnya dan terpaksa meminjam uang dari saudaranya untuk membeli tiket pulang. Beberapa hari setelah pulang, ia ke ATM untuk mengambil sedikit uang. Namun betapa terkejut dirinya ketika ia mendapati saldo rekeningnya bertambah sebanyak Rp. 20.000.000.

Apa makna dari cerita ini? Apakah seorang yang tulus selalu berakhir tragis?  Orang yang tulus di hadapan Tuhan akan dibela oleh Tuhan. Mungkin ia dipermainkan, mungkin ia ditipu, tapi Tuhan pasti akan setia membelanya.

Ingatlah pepatah ini “Biarpun kurus yang penting tulus tak punya modus”.  Yusuf seorang yang tulus, yang menyadari hidupnya sebagai berkat dari Allah, maka ia menjalaninya tanpa keluhan, tanpa tuntutan, tanpa minta kompensasi, dan tanpa bertanya haknya. Hidupnya dipahami sebagai titipan dan hak Allah, maka  jika Allah menghendaki hidupnya harus dipersembahkan kepada Allah, maka ia akan mempersembahkannya.

Ketika Yusuf mengetahui bahwa Maria telah mengandung, mungkin ia merasa jengkel, sakit hati, dan berpikir bahwa Maria telah menyeleweng. Ketika itu tak ada dalam sejarah bahwa ada seorang wanita mengandung dari Roh Kudus. Namun Yusuf terbuka pada rencana Ilahi. Ia lapang dada, pasrah, dan tulus, hingga ia tetap bisa tertidur nyenyak meskipun ia sedang penuh masalah, bahkan bisa bermimpi hingga malaikat bisa mendatanginya. Itulah sebabnya kini kita kenal patung “The Sleeping Joseph”.

Ia tidak menghendaki pembalasan. Ia berupaya mentaati kehendak Allah. Karena ketulusan serta kesetiaannya kepada Allah, Yusuf pantas dipasangkan; dan sepadan dengan Maria dalam kesucian untuk menjadi orang tua bagi Yesus. Orang yang tulus seperti Yusuf inilah yang layak menjadi legioner, yang menjadi partner Maria untuk melahirkan Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Ketulusan pula yang mengubah jalan hidup Maria ketika ia berkata, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu.”

Tulus seperti Yusuf dan penuh iman seperti Maria. Itulah legioner yang sejati. Legioner harus mau berkorban dan berlatih untuk menjadi kudus. Jangan hanya sekadar mau menjadi legioner sejati, tapi mari melatih diri sebagai partner Maria. Jadilah tulus seperti Yusuf dan rendah hati seperti Maria yang mau digerakkan oleh Roh Kudus untuk berjuang mencapai kesucian hidup. Orang yang tulus dan rendah hati memiliki komitmen kepda Allah dan Gereja, tidak diombang-ambing oleh perasaan. Apapun sikap orang kepadanya ia akan selalu tulus melayani sesama. Seperti keset yang bertuliskan “WELCOME”, seorang legioner sejati akan selalu berkata “WELCOME”atas apapun sikap orang kepadanya, meskipun ia harus diinjak-injak.

Marilah bersama Maria kita berkata, “Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanMu. Tuhan selalu bersikap “WELCOME” kepada kita, maka marilah kita juga harus selalu bersikap “WELCOME” kepada sesama.


Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC adalah Uskup Keuskupan Bandung. Lahir di Bandung, 14 Februari 1968 dan ditahbiskan menjadi Uskup pada 25 Agustus 2014. Beliau pernah menjadi anggota Legio Maria di Paroki St. Odilia, Cicadas, Bandung.

Devosi Legio; Akar Kerasulan Legio

Alokusio Rapat Senatus
Minggu, 6 Agustus 2017

Dibawakan oleh Asisten Pemimpin Rohani Senatus, Sdr. Octavian Elang Diawan


Bacaan Rohani :

Buku Pegangan Bab 5 point 5 halaman 23

Devosi Legio; Akar Kerasulan Legio

Devosi Legio Maria adalah bakti khusus yang dilakukan oleh para legioner dan menjadi ciri khas Legio Maria. Devosi ini menjadi dasar kerasulan bagi para legioner.

Kerasulan adalah sebuah tindakan dan semangat sebagai orang-orang yang diutus. Legio Maria bukan hanya sebagai kelompok doa, namun adalah kelompok kerasulan awam yang diutus untuk berkarya.

Dalam merasul, devosi kepada Bunda Maria harus menjadi rohnya. Devosi kepada Bunda Maria berarti berbakti kepada Bunda Maria, yakni mengambil inspirasi bagaimana Maria hidup mencintai Yesus, melihat bagaimana Maria mencintai Yesus lalu menirunya dalam kehidupan kita, dan belajar dari Maria bagaimana mencintai Yesus. Seluruh kehidupan Maria diberikan kepada Yesus, maka sebagai anak-anak Maria kita harus menjadi anak-anak yang selalu mencintai Yesus.

Selain doa, rapat presidium dan karya, kita bisa mengungkapkan devosi kita dengan meditasi, yakni sebuah kerja batin untuk mengembangkan kualitas spiritual diri kita. Meditasi bisa dalam bentuk doa atau bukan doa dan dapat dilakukan di mana saja.

Meditasi terdiri dari Renungkan-Refleksi-Tindak Lanjuti. Renungkan bagaimana Maria mencintai Yesus, sejak menerima kabar dari malaikat, hingga menerima jenazah Yesus di kaki salib.
Refleksikan apakah aku sudah seperti atau mendekati sifat Maria?
Tindak Lanjuti dan simpulkan hasil renungan dan refleksi, lalu apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki dan membangun iman.

Ibadat Sejati Kepada Maria dan Penghambaan

Alokusio oleh RP. Agustinus Maming, MSC pada Rapat Kuria Bejana Kerahiman – Tanjung Selor, 22 Juli 2017


Bacaan Rohani : Buku Rahasia Maria oleh St. Louis Marie Grignion de Montfort, halaman 20, 23 – 24.

I. Praktek yang Sempurna dari Ibadat Sejati

Hai orang pilihan, ibadat sejati itu adalah memberikan diri seutuhnya sebagai hamba kepada Maria dan melalui dia kepada Yesus. Lalu kamu melakukan segala-galanya dengan Maria, dalam Maria, oleh Maria, dan untuk Maria. Kata-kata ini saya jelaskan di bawah ini :

Kamu harus memiliki suatu hari tertentu. Pada hari itu kamu memberikan diri secara sukarela dan terdorong oleh cinta. Kamu membaktikan dan mempersembahkan segala-galanya tanpa kecuali tubuh dan jiwamu, seluruh hari kekayaan materialmu seperti rumah, keluarga dan pendapatan, demikian juga harta kekayaan spiritual, seperti jasa, rahmat, kebijaksanaan, dan silihan.

II. Penghambaan

Ibadat sejati ada dalam pembaktian diri kepada Maria sebagai hamba. Perlu diperhatikan bahwa ada tiga macam penghambaan :

  1. Penghambaan berdasarkan kodrat : menurut arti semua orang, yang baik dan yang jahat, adalah Hamba Allah.
  2. Penghambaan karena paksaan : setan-setan dan orang-orang terkutuk adalah hamba menurut arti ini.
  3. Penghambaan karena cinta dan pilihan bebas : dan karena cara inilah kita mesti membaktikan diri kepada Allah melalui Maria. Inilah cara yang paling sempurna yang dapat digunakan manusia sebagai makhluk untuk membaktikan diri kepada Sang Pencipta.

Baiklah kita perhatikan pula, bahwa terdapat perbedaan besar antara pelayan dan hamba. Seorang pelayan menuntut upah untuk pelayanannya, sedangkan seorang hamba sama sekali tidak. Seorang pelayan, jika ia mau, bebas meninggalkan majikannya, dan ia hanya bekerja untuk sementara saja. Sedangkan seorang hamba tidak dapat meninggalkannya begitu saja. Ia milik tuannya seumur hidup. Seorang pelayan tidak memberikan kewenangan atas hidup matinya, tetapi seorang hamba memberikan seluruh dirinya, sehingga tuannya dapat membunuhnya tanpa digugat oleh pengadilan.

Dengan mudah kita dapat mengerti, betapa penghambaan karena paksaan mengakibatkan ketergantungan yang paling ketat. Ketergantungan seperti ini sebenarnya hanya bisa terjadi dalam hubungan manusia dengan pencipta-Nya. Itulah sebabnya bentuk penghambaan ini tak terdapat di kalangan orang Kristen, tetapi di kalangan orang Turki dan kafir.

Berbahagialah, ya seribu kali berbahagialah orang Kristiani yang lapang hati, yang membaktikan diri kepada Yesus melalui Maria sebagai hamba karena cinta, setelah dalam pembaptisannya ia melepaskan diri dari penghambaan setan yang lalim.

 


RP. Agustinus Maming, MSC adalah Pemimpin Rohani presidium-presidium di Paroki Santo Eugenius de Mazenod, Tanjung Redeb, Kalimantan Timur,