Bicara soal seks bukanlah hal yang tabu lagi. Bukan karena ikut arus dalam dunia modern melainkan agar orang muda sadar, paham, dan mampu memilih dengan tepat. Berikut sebuah cuplikan pengalaman nyata. Apakah semudah itu hanya mengatakan ini benar dan itu salah?
***
Sore itu, saya menerima sebuah pesan singkat dari seorang teman. “La, aku mau tanya. Aku punya adik sepupu… Itu merasa tidak pede gara-gara diejek belum sex. Anak tunggal. Ngomonginnya gimana ya? Tapi jangan ngomongin rohani-rohani ya, dia belum kenal Yesus…”
Mari kita merefleksikan sejenak. Apa jawaban kita?
Apa opini kita tentang seks? Dari mana kita tahu tentang seks dan seputarnya? Apakah hal tersebut masih tabu dibicarakan dengan orang tua dan pembimbing kita di komunitas? J
Di satu sisi, sebagai kontras mari kita merefleksikan sebuah kisah lain yang mungkin sebagian besar dari kita sudah pernah membacanya.
Bacaan dari Injil Yohanes 8:1-11.
“…tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun.Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Tentu kita memiliki macam-macam perasaan, pikiran, dan reaksi terhadap bacaan Injil di atas. Banyak tokoh di sana. Ada (1) ORANG-ORANG Farisi dan (2) AHLI-AHLI Taurat, ada (3) Tuhan Yesus, ada (4) rakyat, dan ada (5) perempuan yang kedapatan berzinah. Pernahkah kita juga mendengar respon-respon seperti ini dan sejenisnya dalam kaitannya dengan nasihat terhadap orang muda dan seks?
“Itu kan tidak baik (dosa). Kalau anak Tuhan tidak boleh berbuat begitu” atau “Nanti siapa yang mau bertanggung jawab?” atau “Ah, itu urusan mereka.”
Ada 1001 reaksi. Mulai dari nasihat bijak, gosip, cuek, sampai teguran keras dan tudingan. Lalu, apa yang dapat kita lakukan?
Dalam sebuah buku kecil, Spiritual Works of Mercy (Grogan, 2015, p.30) memberikan sebuah nasihat tentang teguran dalam kaca mata iman Katolik, “First of all with a motive of love; and secondly, with an acute awareness of our own sinfulness, which includes gratitude to the Lord for rescuing us and restoring us to Himself out of sheer mercy. And thirdly, praying first for the gift of counsel for ourselves!” Secara bebas, dapat diterjemahkan bahwa untuk membimbing seseorang, pertama-tama adalah dengan motivasi cinta kasih. Kedua, dengan kesadaran akan dosa kita sendiri, termasuk rasa syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan kita dan memulihkan kita karena rahmat-Nya. Ketiga, terlebih dahulu berdoa untuk karunia Roh Nasihat untuk diri kita sendiri!” Tentu, itu semua berbeda dengan pandangan menghakimi atau sebaliknya apatis.
Dalam kisah nyata di atas, ada tips 3P untuk menjadi seorang sahabat dalam konteks pertobatan, yaitu:
Pray (doa)
Patience (kesabaran)
Persistence (kegigihan)
Contoh santa yang setia melakukan ini adalah Santa Monika yang berpuluh tahun mendoakan anak dan suaminya yang terjerumus dalam dosa berat. Akhirnya, anaknya menjadi seorang santo (Santo Agustinus) dan suaminya pun demikian (Santo Patrisius).
Jika demikian, bagaimana kita dapat berdiskusi mengenai seks dalam kehidupan orang muda? Berbicara mengenai seks dan seks bebas adalah dua hal yang berbeda. Seks adalah indah, mulia, dan suci. Bagaimana dengan seks bebas?
Pertama, pertanyaan yang fundamental. Apa yang dicari seseorang dari seks bebas? Kesenangan? Kepuasan? Jati diri? Kemerdekaan dan kebebasan?
Jika ya, kita dapat berfleksi mengenai hal yang terjadi dalam perjalanan hidup kita. Apa pengalaman kita tentang mengasihi dan dikasihi?
Kedua, seks bebas akan berakhir pada kehampaan. Jika kemerdekaan adalah hal yang dicari, maka dalam satu, dua, tiga atau beberapa kali hubungan mungkin ya. Selanjutnya, apa yang didapat?
Ketiga, tekanan dari lingkungan. Pada akhirnya, mengapa seseorang bergaul dengan lingkungannya? Mungkin karena di tempat lain, ia tidak diterima. Ia merasa ‘berbeda’ dan bahkan dianggap ‘salah, buruk, dan berdosa’. Jika kita merenungkan sikap Yesus, terhadap perempuan yang kedapatan berzinah, apakah Yesus menceramahi perempuan itu setelah “semuanya pergi”? Yesus tidak mengungkit-ungkit masa lalunya, Yesus tidak menasihati panjang lebar, Yesus tidak menuding. Yesus menegurnya dengan lembut. Yesus mengasihinya.
Keempat, hati nurani. Seseorang dapat merasakan bahwa ia dikasihi. Dalam lubuk hatinya, biasanya sebagian besar orang sudah mengetahui hal baik dan buruk. Apa yang mereka butuhkan? Lagi-lagi, cinta kasih dan kelembutan. Kelembutan DAN kerendahan hati. Itulah kekuatan kasih seorang ibu. Mengapa Bunda Maria begitu dicintai? Apakah kita bisa memancarkan hal itu?
***
Jadi, apakah hubungannya semua diskusi di atas dengan seks dan orang muda Katolik? Kesimpulannya singkat. Seks adalah indah dan suci. Orang muda Katolik melihat seks bukan hanya soal benar dan salah. Akan tetapi, tentang kebahagiaan dan tujuan hidup. Seks bebas tidak berujung. Justru, dengan saya berani memilih, saya bebas. Bebas mengikuti kebahagiaan sejati yang memang berhak saya dapatkan. Bebas menjadi seseorang yang berhak memiliki masa depan yang indah. Dalam kaca mata iman, saya memilih untuk mengikuti kebahagiaan dari Kristus. Mari kita saling mengasihi dan menguatkan dalam Kristus. Ave Maria. (MSCP).
DAFTAR PUSTAKA
Grogan, P. (2015) Spiritual Works of Mercy. Aberdeen: Catholic Truth Society Publishers
Pada tanggal 08 – 10 Januari 2016 dilaksanakan Temu Kaum Muda Leadership Training. Acara training dilaksankan di Santa Monica Resort Cikretek Sukabumi – Jawa Barat. Acara ini merupakan bentuk tanggungjawab Legio Maria untuk mempersiapkan kader-kader pemimpin Gereja dan masyarakat masa depan. Jumlah peserta (dalam konteks hadir dan turut sebagai trainee) semua berjumlah 83 orang.
Sebagian besar anggota panitia yang terdiri dari legioner muda – terutama dari Kuria Cermin Kekudusan, Kampus KAJ – juga diperlakukan sebagai peserta (trainee) di mana mereka bukan hanya menjadi penyelenggara namun juga turut terlibat aktif dalam pembelajaran kecakapan kepemimpinan ini.
Namun demikian dari Sumatera tak mengirimkan peserta sama sekali; Sedangkan dari Kalimantan hanya mengirimkan 3 peserta, yakni dari Kuria Bunda Pemersatu – Sampit. Kendala utama keadaan ini adalah karena waktu kegiatan yang bersamaan dengan mulainya pelajaran sekolah/kuliah. Di beberapa daerah di Kalimantan dan Sumatera legioner juga masih berjuang dengan sisa-sisa bencana asap kebakaran hutan. Hal ini menjadi alasan mengapa target mencapai 100 orang tidak terpenuhi.
Dinamika Training
Tujuan khusus training ini adalah memberikan kesadaran panggilan kepemimpinan Katolik pada peserta, sekaligus menunjukkan kekuatan karakter kepemimpinan para peserta secara individu. Untuk mencapai tujuan ini maka training menggunakan metoda asessment dan observasi perilaku secara mendetail kepada peserta. Observasi dan asessment dilakukan selama tiga hari training dan dikerjakan setiap saat secara intensif.
Sifat kegiatan ini adalah: dinamis, aktif, kompetitif, reflektif, dan rekreatif. Kegiatan dirancang secara indoor dan outdoor, serta mencakup pengembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor.
Materi Konsep:
Materi konsep mencakup panggilan kepemimpinan dan karakteristik DISC pribadi peserta. Pada tahap ini peserta dibuka kesadarannya tentang panggilan kepemimpinan Katolik dan kekuatan karakter kepemimpinan dirinya. Peserta dilatih oleh tim dari Senatus Bejana Rohani dan trainer/ psikolog profesional (Ms. Roosdiana, MPHed, Dr. Octavian Elang MSi).
Games dan Outbound
Games dan outbound bukanlah sekedar sebuah acara bersenang-senang, namun dimaksudkan sebagai media untuk melihat perilaku individu peserta ketika bekerja dalam kelompok. Perilaku yang diamati ini meliputi: semangat rela berkorban, kegigihan berusaha, kreatifitas, dan kecakapan komunikasi. Perilaku diamati secara cermat oleh tim khusus yang sudah dilatih sebelumnya. Hasil pengamatan kemudian dituangkan dalam bentuk skor dalam lembar tertulis yang sifatnya rahasia.
Refleksi dan Pembatinan Pribadi
Refleksi dan pembatinan nilai-nilai kepemimpinan dilakukan sebagai bagian dari liturgi doa malam kreatif yang dinamakan pesta cahaya. Refleksi dan pembatinan ini merupakan wadah bagi peserta untuk membatinkan nilai-nilai kepemimpinan yang dipelajari dari dinamika sepanjang hari itu. Refleksi dan pembatinan dituntun dengan mengambil model kepemimpinan Yesus Kristus (teologi salib) yang memimpin umat manusia menuju Allah Bapa melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Refleksi dan pembatinan ini menggunakan media Rosario Kepemimpinan (peristiwa sedih) dimana di setiap awal perpuluhan peserta diajak merenungkan bagaimana Yesus Kristus menunjukkan tindakan karakter kepemimpinan kerendahan hati dan semangat berjerih lelah – bekerja berat. Visualisasi melalui video inspiratif juga digunakan untuk membantu proses pembatinan ini.
Hasil Observasi dan Assessment
Hasil observasi dan assessment kepada para peserta selama 3 hari dinamika menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Secara umum peserta belum menunjukkan kualitas kepemimpinan yang menonjol (76%)
Beberapa peserta berperilaku sangat ambisius dan terlalu percaya diri (5%)
Beberapa peserta berperilaku rendah diri (10%)
Beberapa peserta menunjukkan potensi karakteristik kepemimpinan yang baik (9%)
Kepada peserta dengan karakteristik kepemimpinan terbaik (diberikan gelar King and Queen) diberikan sertifikat dari Senatus Bejana Rohani dan hadiah hiburan.
Apa Kata Mereka:
Berikut ini komentar beberapa orang peserta dan pengamat yang disampaikan secara spontan, mereka mewakili dewan masing-masing:
Kuria Bunda Pemersatu – Sampit: “Acaranya mengasyikkan, walau saya kedinginan.”
Komisium Maria Assumpta – Tangerang: “Menyenangkan, memberikan pencerahan, kami jadi tahu kekuatan kepemimpinan dalam diri kami.”
Kuria Cermin Kekudusan – Kampus KAJ: “Acaranya seru. Kapan ada lagi??”
Komisium Ratu Para Rasul – Jakarta: “Game-game sangat mendidik, saya akan copy paste di tempat saya. Boleh kan??”
Komisium Bunda Rahmat Ilahi – Bandung: “Tidak sangka acaranya akan seindah ini.Kami sangat menyukainya. Panitia sangat mantap!”
Komisium Bintang Timur – Bogor: “Oke banget! Materi semua sangat bermanfaat!”
Komisium Our Lady of The Holy Family – Jakarta: “Educated! Kami jadi tahu siapa diri kami!”
Komisium Maria Imaculatta Jakarta: “Sangat mengena! Top markotop!”
Bapak Yustinus Ruslim (Ketua Kuria Bunda Pemersatu, pengamat kegiatan): “Acara kalian sangat menyenangkan. Buat juga acara serupa bagi yang dewasa!”
Misa Syukur Komisium Santa Maria Perawan Yang Setia, Pontianak
Tahun ini, tepatnya tgl 19 Januari, Komisium Santa Maria Perawan Yang Setia Pontianak genap berusia 37 tahun, peringatannya kita adakan pada tanggal 24 Januari 2016 di biara Kapusin Saint Lorenzo, jl Budi Utomo Pontianak bersama Pastor APR Komisium, Pastor Yoseph Adji, para Frater Kapusin beserta Legioner se-Komisium Pontianak.
Misa dipimpin oleh Pastor Adji pada pk 10.30 Wib dan berlangsung dengan khusuk dan khidmat. Dalam khotbahnya Pastor Adji menekankan tentang pentingnya para Legioner membaca Firman Tuhan setiap hari, merenungkan dan menjadikan Sabda Tuhan sebagai pegangan hidupnya. Firman yg dibaca tersebut harus diresapi, dan mendarah daging dan di praktek kan dalam kehidupan para Legioner terutama dalam hal kasih. Pelayanan para Legioner harus mencerminkan kasih Tuhan itu sendiri, terutama kepada mereka yang membutuhkan yaitu mereka yang sakit, yang jompo dan tidak berdaya serta yang terpenjara.
Setelah misa selesai dilanjutkan dengan acara tiup lilin kue ulang tahun bersama dan keakraban makan siang bersama.
Dalam acara tersebut dikenalkan juga ketua Komisium yang baru Sdr. Simon Petrus Deni sebagai pengganti Ketua Komisium yang lama, Sdr. Ignatius Gunawan karena pindah tugas ke semarang. Atas nama seluruh perwira, koresponden dan para Legioner kami ucapkan profisiat dan selamat bertugas. Semoga ke depannya Komisium Pontianak lebih maju dalam program-program kerja.
Awan tebal masih menyelimuti kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat, ketika pesawat kami mendarat di Bandara Internasional Supadio. Namun suasana mendung itu tak mengurangi keceriaan kami ketika berjumpa dengan Sdr. Gunawan (Ketua Komisium Pontianak) dan Sdr. Rudy yang menjemput kami di luar area kedatangan. Kami juga berjumpa dengan Sdri. Dahlia, seorang legioner dari Sintang yang “terpaksa” menunggu kami di bandara selama sekitar 2 jam karena terbatasnya tim penjemput.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari bandara, akhirnya kami tiba di susteran KFS, lokasi pelaksanaan Reuni Tahunan Komisium Pontianak 2015. Disana kami berjumpa dan berbagi cerita dengan para legioner dari Sintang dan Nanga Pinoh yang menempuh sekian jam perjalanan dari daerah mereka dan tiba di Pontianak sejak matahari belum muncul di ufuk timur. Tak ada ekspresi lelah di wajah mereka, yang ada hanya semangat dan sapaan hangat menyambut kami yang baru saja datang.
Sebelum rangkaian acara dimulai, kami menyempatkan diri untuk berkunjung ke Suster Johanna, SFIC di kawasan Merdeka Barat. Suster Johanna adalah mantan Asisten Pemimpin Rohani Komisium Pontianak. Stroke yang menyerangnya sekitar empat tahun lalu memaksanya untuk hidup dalam keterbatasan. Ia sempat sulit berbicara meski kini bicaranya sudah lancar. Ia pun sulit untuk berjalan dan harus menggunakan kursi roda. Ia tak bisa menggunakan anggota gerak bagian kanan, namun ia belajar untuk bisa menulis dengan tangan kiri. Ia tak bisa membaca dalam waktu lama, karena matanya akan berair dan terasa lelah. Namun dalam segala keterbatasannya itu, ia masih bisa mengingat nama-nama para legioner dan momen-momen yang pernah ia lalui bersama mereka. Bahkan pada tahun 2013 Suster Johanna mengirimkan sebuah surat kepada Redaksi Majalah Bejana, yang saat itu dikelola oleh Komisium Bogor. Ia mengungkapkan apresiasi dan rasa rindunya terhadap tulisan dan kabar Legio Maria. Pada Natal 2014, ia mengirimkan kartu natal buatan tangannya sendiri.
Saat kami kembali ke susteran KFS, suasana sudah ramai karena para legioner sudah mulai berdatangan. Tepat pukul 17.00 rangkaian acara reuni tahunan 2015 resmi dibuka oleh Sdr. Ignatius Gunawan, diawali dengan doa Tessera yang dibawakan oleh Sdri. Sondang (mantan koresponden Komisium Pontianak di Senatus Jakarta) dan Sdri. Marina (koresponden Komisium Pontianak di Senatus Jakarta sekarang). Acara kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dari masing-masing presidium. Ketika itu ada beberapa presidium dari Medang, Sarangan, dan Sebandut yang belum hadir karena terkena macet akibat adanya perbaikan jalan. Perjalanan yang biasanya ditempuh dalam 3 jam, kini terpaksa ditempuh selama 7 jam. Hebatnya, mereka menggunakan mobil bak terbuka milik Yanmas (Pelayanan Masyarakat). Mereka akhirnya baru tiba setelah rangkaian acara hari pertama selesai.
Ternyata perjuangan para legioner sungguh amat luar biasa! Mereka yang dari Ketapang harus menempuh perjalanan sekitar 20 jam menggunakan sepeda motor. Para legioner dari Serawai menempuh perjalanan lewat sungai dan darat selama sekitar 15 jam. Tak ketinggalan mereka yang dari Sanggau, Sekadau, Pusat Damai, Sintang, dan Sambas. Para legioner dari dalam kota pun kebanyakan masih harus bekerja hingga pukul 15.00, dan sepulang kerja mereka harus bergegas ke lokasi acara. Tercatat sebanyak 230 legioner hadir dalam reuni ini, sedikit menurun dari jumlah peserta tahun 2014 sebanyak 270 orang. Hal ini karena hari Senin setelah reuni adalah hari pertama pekan ujian akhir sekolah. Para legioner yang sebagian besar berprofesi sebagai guru (khususnya di daerah) sedang sibuk mempersiapkan UAS sehingga tidak bisa hadir ke Pontianak, disamping waktu perjalanan yang amat panjang membuat mereka mungkin tak bisa kembali tepat waktu untuk menjalankan tugas mereka di sekolah. Selain itu, banyak legioner daerah yang tak bisa hadir dalam reuni ini karena mahalnya biaya transportasi. Bayangkan saja, biaya transportasi dari daerah Serawai ke Pontianak lebih mahal daripada biaya penerbangan PP Jakarta-Pontianak.
Seusai makan malam, kami mengikuti sesi pertama mengenai Semangat Maria yang dibawakan oleh Pastor Petrus Rostandy, OFM Cap. Pastor Petrus mengajak kita untuk selalu bersemangat dan setia, karena kita adalah barisan tentara Maria. Kita berbeda dengan kelompok-kelompok lain karena kita mengikuti semangat Bunda Maria. Maria dipilih menjadi Bunda Penebus meskipun ia tidak terkenal, tidak punya kedudukan, dan tidak punya harta kekayaan.
Dalam Buku Pegangan bab 3, kita dapat melihat apa saja yang menjadi semangat Bunda Maria, antara lain kerendahan hati, ketaatan, dan imannya. Ketaatan Maria tampak ketika ia berkata, “Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” Ini juga harus diucapkan oleh setiap legioner. Apapun tugas yang diberikan pada saya, meskipun sulit dan tidak enak, tetap akan saya laksanakan. Sepanjang hidupnya, iman Maria selalu diuji dalam berbagai kejadian sulit dan menyedihkan yang dihadapinya, namun Bunda Maria menyimpan semua itu dalam hatinya meskipun banyak hal yang ia tidak mengerti. Maria adalah teladan untuk bertahan dalam pergumulan iman meskipun menderita. Maka jika kita menghadapi tantangan dan kesulitan, ingatlah Bunda Maria yang mengikuti seluruh perjalanan salib Yesus.
Bunda Maria adalah teladan dalam pengantara, seperti yang kita lihat dalam peristiwa Perkawinan di Kana. Maria hadir sebagai Ibu yang memperhatikan kekurangan, membantu, dan menyampaikannya kepada Yesus. Mujizat yang pertama terjadi karena perantaraan Maria, dan melalui Maria pula, Allah sampai kepada manusia. Itulah sebabnya mengapa kita berdoa melalui perantaraan Maria. Pada akhir sesi ini, Pastor Petrus mengajak kita semua untuk berdoa rosario setiap hari, dan persembahkan satu peristiwa untuk para imam. Promosikan doa rosario kepada setiap umat!
Pastor Petrus juga berpesan agar kita sebagai legioner senantiasa mendoakan semua orang, baik orang Katolik maupun non Katolik, terutama bagi mereka yang miskin. Jangan lupa pula, sebelum mendoakan orang lain, kitapun harus bertekun dalam doa pribadi kita. Selain itu, seorang legioner juga hendaknya menghadiri misa harian agar dengan menyambut sakramen ekaristi kita mendapatkan sumber kehidupan rohani.
Kami lalu menikmati acara hiburan yang dibawakan oleh beberapa presidium, ada yang berjoget, berdansa, main drama, dan melantunkan lagu-lagu pujian. Rangkaian acara hari pertama ditutup dengan ibadat malam yang dibawakan oleh presidium Maria Bunda Pemersatu Sekadau.
Hari kedua diawali dengan Ibadat pagi yang dibawakan oleh Sdri. Rufina dari Begori dan doa rosario yang dipimpin oleh Sdri. Sondang membuka rangkaian acara hari kedua, disusul dengan sesi kedua mengenai “Mengapa Aku Harus Melayani” yang dibawakan oleh Pastor Damianus Juin, CP.
Maria adalah teladan dalam pelayanan, maka kita sebagai legioner harus seperti Bunda Maria dalam melayani dengan sabar, rendah hati, dan tidak banyak omong. Sebagai legioner kita harus lebih beriman, lebih berupaya untuk menjadi contoh dan teladan. Berdoalah 24 jam dalam sehari karena hidup orang beriman ditandai dengan berdoa! Bagaimana mungkin berdoa 24 jam dalam sehari sedangkan kita punya pekerjaan dan aktifitas? Doa adalah ungkapan iman, dimana kita berbicara dengan Tuhan. Bicara tidak harus dengan mulut, tapi juga dengan hati dan pikiran, dimana saja dan kapan saja. Doa adalah mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Dalam doa kita memuji Tuhan, bersyukur, dan juga memohon, jadi doa tidak semata-mata hanya untuk memohon saja. Jika kita melihat kekurangan dalam diri sesama, doakanlah dan jangan dibicarakan. Jika kita hendak marah, berdoalah, maka kadar marah kita akan berkurang. Semakin lama kita akan terbiasa mengisi hari kita dengan doa.
Mengapa kita harus melayani? Karena Tuhan Yesus sendiri datang ke dunia bukan untuk dilayani, namun untuk melayani. Pada masa itu, Orang Yunani dan Romawi memiliki konsep bahwa pelayan adalah orang yang tidak berarti dan tidak berharga. Yesus mendobrak pandangan itu dan seluruh hidupnya diisi dengan melayani Allah dan sesama.
Ketika kita melayani, kita harus memiliki hal-hal berikut : Prinsip bahwa yang kita layani adalah Tuhan Yesus sendiri, hidup mesra dengan Yesus dengan cara sering berkomunikasi dalam doa, rendah hati seperti Yesus dan Maria, hubungan yang akrab dengan Kristus dalam iman, harapan, dan kasih, tanpa pamrih dan tak minta pujian, serta pelayanan kita harus bertujuan untuk mendekatkan orang dengan Tuhan dalam persekutuan dengan Gereja.
Sebagai penutup sesi ini, kami mendengarkan kesaksian dari Sdri. Fabiana dari Presidium Ratu Pencinta Damai Nanga Pinoh, mengenai kehidupannya sebagai satu-satunya umat Katolik di Nanga Kebebo, bagaimana ia mempertahankan imannya dan mampu menjelaskan tentang iman Katolik kepada tetangga-tetangganya yang mayoritas muslim.
Seusai sesi kedua, kami mengikuti perayaan Ekaristi Adven pertama yang dipimpin oleh Pastor Pius Berces, CP (sekretaris Keuskupan Agung Pontianak), Pastor Lukas Dirman, SMM (Pemimpin Rohani Pres. Maria Ratu Para Rasul, Sintang), dan Pastor Adi Wiratma (Paroki Santa Maria Tanpa Noda, Sintang). Dalam homilinya Pastor Pius mengatakan bahwa Legio Maria adalah salah satu lembaga yang “serius” dalam Gereja, karena Legio memiliki buku pegangan juga tugas dan tanggung jawab yang jelas. Para legioner adalah martir putih yang memberikan kesaksian iman melalui tugas-tugas mereka. Tidak mudah menjadi legioner, kita sendiri kadang terpaksa dalam menjalankan tugas sebagai legioner hingga tak ada kegembiraan yang dapat kita tunjukkan pada orang lain. Inilah salah satu alasan mengapa jumlah anggota Legio sulit untuk bertambah.
Sesi ketiga diisi oleh Pastor Joanes Yandhi Buntoro, CDD dengan tema Kesetiaan Maria. Pastor Yandhi menceritakan kisah hidup Maria yang selama ini tak pernah kami ketahui. Bunda Maria sejak kecil tak ingin menikah dan ingin mempersembahkan hidupnya hanya untuk Allah. Allah telah mempersiapkan Maria untuk mengandung Sang Kudus dengan menjadikannya terlahir tanpa dosa asal. Di dalam jiwa Maria, rahmat Allah begitu penuh hingga meluap dan tak ada ruang lain dalam jiwanya untuk berbuat dosa. Maria menganggap dirinya berbahagia karena mampu melaksanakan seluruh rencana Tuhan. Dalam berbagai perisitiwa hidupnya yang penuh kesulitan dan dukacita, Maria tidak berontak. Ia tetap taat pada Tuhan. Maria adalah makhluk Tuhan yang paling setia, bahkan hingga Yesus telah bangkit, ia tetap tinggal bersama para rasul dan berdoa.
Pastor Yandhi kemudian mengajak kami untuk menyanyikan sebuah lagu gubahannya :
Maria,
Banyak orang tak mengertimu
Bahkan mereka menghujatmu
O sungguh terlalu.
O Maria,
Kalau saja kau tak di surga
Apalagi kami yang hina
Pintupun tak ada
Sadarilah kini
Sbab dunia tak kan abadi
Selamat bahagia Bunda Tuhanku
Smoga kau doakan aku slalu
Ketaatanmu membawa keselamatan bagi dunia
Berbahagialah orang percaya
Menuruti teladan Maria
Sebab tersedialah tempat
Bagi mreka di dalam surga.
Lagu itu dinyanyikan sesuai dengan nada lagu Sephia karya Sheila on 7 yang pernah menjadi hits beberapa tahun yang lalu. Kami yang sudah agak mengantuk dan lapar jadi bersemangat lagi setelah menyanyikan lagu itu.
Akhirnya reuni tahunan ditutup dengan sesi evaluasi. Dewan Kuria Maria Bunda Segala Bangsa Serawai dan Kuria Bunda Rahmat Ilahi Keuskupan Sanggau menyampaikan laporan singkat dewan mereka selama satu tahun ini, diikuti beberapa pertanyaan dari para peserta mengenai pencarian dana dan hal-hal terkait sistem Legio. Pada akhir sesi, Sdr. Gunawan menyampaikan rencana program kerja Komisium Pontianak tahun 2016, antara lain HUT Komisium, Acies di Singkawang, Serawai, Sanggau, Nanga Pinoh dan Sintang, serta di Pontianak. Komisium juga merencanakan kunjungan ke presidium-presidium di Singkawang dan presidium yang vakum di Pakumbang. Pada bulan September akan diadakan perayaan HUT Legio Maria sedunia dan lokakarya buku pegangan. Reuni tahunan 2016 akan diadakan di Bodok, Pusat Damai. Semoga seluruh program kerja tahun 2016 dapat berjalan dengan lancar. Sdr. Ignatius Gunawan juga mohon pamit kepada para legioner karena akan berpindah tugas ke Semarang mulai tanggal 15 Desember 2015. Oleh karena itu pada rapat komisium bulan Desember akan diadakan pemilihan ketua komisium yang baru. Terima kasih banyak atas kesetiaan dan pengabdian Sdr. Gunawan sebagai legioner dan perwira Komisium Santa Maria Perawan yang Setia Pontianak. Semoga sukses melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang baru.
Kami selaku koresponden untuk Komisium Santa Maria Perawan yang Setia Pontianak mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk dewan senatus, komisium, kuria, presidium, dan pribadi-pribadi (dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi) yang telah bermurah hati mengumpulkan dan menyumbangkan rosario, buku pegangan, Tessera, Alkitab dan buku-buku rohani. Selama empat minggu telah terkumpul 1473 pcs rosario, 50 exemplar buku pegangan, 200 lembar Tessera sedang, 480 exemplar buku Tessera kecil, 6 exemplar Alkitab, dan begitu banyak buku-buku rohani. Kami sampaikan sumbangan itu kepada presidium di Begori (Serawai) bagi anak-anak di asrama yang baru saja dibuka, junior kuria Keuskupan Sanggau, umat di pedalaman Ketapang, umat di Putussibau, bakal presidium di Katedral dan Paroki Belimbing Sintang. Sisanya kami serahkan kepada Komisium Pontianak untuk membantu presidium yang perlu disubsidi dan umat yang membutuhkan.
Acara reuni tahunan ini membuat kami semakin bangga dan menyegarkan semangat kami sebagai tentara Maria. Kami juga berkenalan dengan sahabat-sahabat baru yang telah menyambut dan menerima kami dengan hangat bahkan begitu peduli dengan kami. Kisah-kisah mereka mengingatkan dan menegur kami dengan halus. Selama ini kami sering malas-malasan untuk melaksanakan tugas, padahal kami tinggal di kota dengan berbagai fasilitas yang baik dan mendukung. Sementara mereka di daerah begitu penuh semangat meskipun tinggal dalam kondisi yang sulit dan sangat terbatas. Mereka tidak mengeluh meskipun harus menyeberangi sungai, melalui jalan yang rusak penuh lumpur, bahkan menempuh perjalanan yang lama dan melelahkan untuk tetap setia melaksanakan karya sebagai tentara Maria. Proficiat, para legioner Komisium Pontianak. Sampai jumpa lagi pada acara lainnya. AVE MARIA.
Penulis : Ignatia Marina Sudiarta, koresponden Komisium Pontianak
Sdri. Sondang dan Sdri. Marina kunjungan ke Suster Johanna, SFICLegioner seminari menengah St. Paulus Nyarumkopnarsis sejenak bersama Pastor Adi Wiratma (paling kanan)legioner Presidium Ratu Pencinta Damai, Nanga PinohSesi 1 : Semangat Maria oleh Pastor Petrus Rostandy, OFM CapPersembahan pujian dari legioner Seminari Menengah St. Paulus NyarumkopPastor Lukas Dirman, SMM menerima kenang-kenangan buku dr Pastor Petrus Rostandy, OFM. CapDrama dari legioner Pres. Bintang Timur Rasau Jayalegioner Pres. Maria Bunda Pemersatu, Selalong-SekadauSesi II : Mengapa aku harus melayani? oleh Pastor Damianus Juin, CPPerayaan Ekaristi oleh Pastor Pius Berces, Pastor Adi Wiratma, dan Pastor Lukas DirmanMarina dan Ibu Yuliana dari SintangSdri Sondang dan Bu Yuliana dari SintangBerfoto usai Sesi III bersama Pastor Yandhi, CDD
Bacaan Rohani : Buku Pegangan Hal 303 “Tanpa Maria tidak ada ajaran Kristen yang sejati”
Natal adalah peristiwa pertemuan antara tawaran keselamatan Allah dan sikap manusia. Dalam peristiwa Natal ada sebagian manusia yang menerima tawaran keselamatan itu, yakni Bunda Maria, para majus, para gembala termasuk ternak-ternaknya. Di lain pihak ada pula Herodes yang menolak dengan terang-terangan tawaran ini.
Iman Katolik yang benar adalah kehendak untuk menerima tawaran keselamatan ini dan menghidupinya. Maria adalah orang yang pertama-tama menunjukkan iman ini dengan sangat sempurna. Ketika malaikat Gabriel memberitahukan akan kelahiran Yesus melalui dirinya, Maria tidak berpanjang-panjang dalam pertimbangan dan permenungan (red: galouw). Namun Maria justru bisa segera mengatakan “Ya” agar kehendak Allah itu terjadi melalui dirinya. Padahal waktu itu Maria tak mengerti apa-apa siapakah Yesus yang akan dia kandung, dan ia tak ambil pusing dengan apa yang akan terjadi di kemudian hari sebagai konsekwensi mengandung tanpa menikah. Kehendak Allah adalah misteri baginya. Maria hanya tahu bahwa ia harus menerima kehendak Allah sebagai jawaban atas panggilan karya keselamatan Allah sendiri. Kita para Legioner diajak untuk meneladan Maria yang mau menanggapi panggilan karya keselamatan Allah ini – yakni kita harus mau menanggapi kehadiran Yesus secara penuh. Mencintai Iman Katolik adalah upaya nyata kita untuk menerima Yesus.
Tokoh utama dalam KSPB tentulah Yesus Kristus yang wafat dan bangkit. Dialah sang ‘Kabar Baik’ yang diwartakan oleh para pengarang Injil, juga terutama oleh Paulus dalam surat-suratnya. Posisi dan peranan Maria tidak langsung nampak secara jelas dalam tulisan-tulisan yang dipercaya lebih tua dibandingkan tulisan-tulisan PB lainnya, yakni surat-surat Paulus dan Injil menurut Markus.
Paulus hanya menyinggung sekali tentang seorang perempuan yang akan melahirkan Mesias, Anak Allah: “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya (tòn huiòn autoȗ), yang lahir dari seorang perempuan (gynaikós) dan takluk kepada hukum Taurat” (Gal 4:4). Harus diingat bahwa surat-surat Paulus lebih tua daripada tulisan injil yang ada. Dengan hanya menyebutkan ‘seorang wanita (=isteri)’ dan tidak menyebut nama ‘Maria’, agaknya Paulus memang tidak ingin berbicara secara khusus mengenai Maria, namun ingin menyatakan bahwa Anak Allah sungguh menjadi manusia, syukur karena peran seorang perempuan. Keberadaan seorang perempuan ini memungkinkan Allah yang Maha Kuasa menjadi sungguh-sungguh ‘manusia lemah’ seperti kita.
Selain Gal (ditulis sekitar tahun 50-60), tulisan awal PB yang juga menyinggung mengenai Maria adalah Injil menurut Markus: “Bukankah Ia [Yesus] ini tukang kayu, anak Maria (ho huiòs tēs Marías), saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon?” (Mrk 6:3). Dalam tulisan Markus (ditulis sekitar tahun 65-70) agaknya sudah ada penamaan yang lebih jelas terhadap ibu Yesus, yakni Maria. Di sini, nama Maria disinggung dalam konteks pewartaan dan pelayanan yang dilakukan Yesus.
Dalam tulisan-tulisan injil setelahnya (Mat dan Luk; ditulis sekitar tahun 80), peranan Maria dalam hidup dan karya Yesus di dunia menjadi semakin nampak: Maria melahirkan Yesus (Mat 1:18-25; Luk 2:1-7) dan Maria menjemput Yesus ketika pewartaan-Nya ditolak (Mat 12:46-50; Luk 8:19-21). Tulisan Lukas selanjutnya menunjukkan juga bagaimana Maria bersama para murid menantikan turunnya Roh Kudus (Kis 1:14). Injil Yohanes menempatkan peran Maria dalam terjadinya mukjizat pertama Yesus di pesta pernikahan di Kana (Yoh 2: 1-11). Selain itu, Yohanes memberikan kesaksian bahwa ibu Yesus hadir di bawah salib Yesus (Yoh 19:25) dan menyerahkan Maria kepada murid terkasihnya, sekaligus meminta Maria untuk menerima murid terkasih ini menjadi anaknya (bdk. Yoh 19:26-27).
Selain dalam tulisan-tulisan ini, kita kerap kali berpikir bahwa gambaran ‘wanita’ yang ada dalam kitab Wahyu adalah Maria. Para ahli sendiri tidak sampai pada kesepakatan mengenai hal ini, karena sangat dimungkinkan bahwa ‘wanita’ ini adalah gambaran untuk menunjukkan ‘Israel’ atau bahkan ‘Gereja’ sendiri.
Kesimpulan: Ada perkembangan kesadaran para penulis KSPB sendiri mengenai peranan Maria dalam hidup dan karya Yesus. Perkembangan ini agaknya tidak dapat dilepaskan juga dari perkembangan kristologi yang ada dalam KSPB sendiri (M. Schmaus). Pengarang KSPB agaknya memang ingin menunjukkan relasi yang tidak terpisah antara Maria dan Yesus, Puteranya yang terkasih.
Pembukaan ‘Porta Santa’ (Pintu Kudus) di Basilika St. Petrus pada 8 Desember 2015 oleh Paus Fransiskus telah mengawali Tahun Kudus Kerahiman Allah.Tahun Kudus kali ini mengangkat tema “Hendaklah kamu murah hati seperti Bapa” (Lk 6:36).
Merayakan Tahun Kudus sudah menjadi tradisi Gereja sejak tahun 1300 (Paus Bonifasius VIII). Pengenangan akan kasih Allah yang abadi kepada kita manusia dan ajakan untuk bertobat menjadi inti perayaan Tahun Kudus. Secara istimewa Tahun Kudus kali ini dilakukan tidak sesuai dengan kebiasaan 25 tahunan (seharusnya 2025). Maka, perayaan ini pun disebut Tahun Luar Biasa Kerahiman Allah (Extraordinary Jubilee of Mercy).
Paus Fransiskus merasa sangat tepat merayakan Tahun Kudus Kerahiman Allah pada saat ini. Gereja dan dunia perlu diingatkan kembali akan pentingnya ‘kasih (baca: kerahiman) dan pertobatan’. Menarik untuk disadari bahwa Tahun Kudus dibuka pada Hari Raya Bunda Maria dikandung tanpa Noda dan sekaligus peringatan 50 tahun penutupan Konsili Vatikan II. Kedua momen ini dilandasi oleh semangat ‘kasih’. Dogma tentang Maria dikandung tanpa noda, yang lantas menjadi Hari Raya dalam Gereja, berbicara pertama-tama tentang kerahiman Allah kepada Maria. Allah mempersiapkan Maria untuk menjadi Bunda Yesus. Bahasa ‘kasih’ ini lantas diartikan oleh Konsili Vatikan II dengan ‘keterbukaan’ Gereja terhadap manusia, dunia dan persoalannya. Gereja ingin menunjukkan wajah pemberi harapan dan pengampunan, daripada wajah penghukum dan pengutuk. Di tengah situasi politik yang sangat panas pada pertengahan abad ke-20 (perang dingin antara Uni Soviet dan USA, pergolakan politik di negara-negara Arab), Konsili Vatikan II justru menawarkan kesegaran dan harapan.
Namun, dalam perjalanan waktu, sejarah sepertinya berulang. Tindak kekerasan dan sempitnya cara berpikir, yang disebabkan oleh karena kebekuan hati, kembali menguasai manusia. Cukup mengikuti berita mengenai situasi politik dan kemanusiaan di jazirah Arab, kekerasan yang terjadi di benua Eropa, dan juga mengenai ketegangan di antara negara-negara adi daya militer, kita akan menyadari bahwa manusia lupa akan ‘kasih dan pertobatan’.
Sayangnya, kita harus mengakui bahwa Gereja pun lupa. Semangat keterbukaan yang digulirkan oleh Konsili Vatikan II sepertinya harus terbentur kembali dengan dinding-dinding yang dingin. Apakah kita menyadari bahwa kita lebih senang berbicara tentang peraturan (boleh dan tidak boleh) daripada berbicara tentang pemahaman (mencari makna/maksud) ? Pembicaraan yang terlalu berpusat pada hukum/peraturan membuat wajah Gereja menjadi begitu dingin. Siap menghukum yang bersalah. Kita jangan meniadakan hukum/peraturan karena akan terjadi kekacauan, tetapi jangan sampai juga terlalu menekankan peraturan dan tidak membuka diri pada kemungkinan lain “di luar” peraturan (kebiasaan). Perlu diketahui bahwa sebelum pembukaan Tahun Kudus Kerahiman Allah, Paus sudah lebih dahulu mengundang para uskup sedunia untuk hadir dalam Sinode yang membahas tentang keluarga dan probematika aktualnya. Paus mengajak para uskup untuk membuka mata dan hati akan realitas ini. Paus Fransiskus mencoba mengingatkan kembali semangat yang telah berhembus dalam sejarah Gereja, yakni Kerahiman Allah.
Mungkin saja Tahun Kudus Kerahiman Allah tidak akan menyelesaikan seluruh persoalan manusia dan dunia. Namun setidaknya kita perlu diingatkan kembali akan gambaran Allah yang adalah Kasih, sekaligus diingatkan akan tugas kita untuk mewartakan dan menunjukkan wajah Allah yang adalah Kasih. Tahun Kudus ini menjadi momen penuh rahmat untuk mengalami kerahiman Allah dalam pertobatan (=Sakramen Tobat), sekaligus menyatakannya dalam tindakan kita kepada sesama. Inilah makna pengenangan Kasih Allah dalam Tahun Kudus Kerahiman Allah.
Selama kurang lebih satu tahun ke depan (8 Desember 2015 s/d 20 November 2016) kita diajak untuk bergumul dalam pengalaman akan Kerahiman Allah. Selain mengajak umat untuk menerima secara teratur Sakramen Tobat, Paus Fransiskus mendorong dilakukannya ziarah ke tempat-tempat kudus. Paus menyadari bahwa tidak mudah menunjukkan kasih kepada orang-orang yang bersalah kepada kita. Ziarah adalah sebuah simbol perjalanan dan perjuangan manusia, jatuh-bangun, dalam mencintai Allah dengan mengasihi sesama.
Allah adalah Kasih. Menjadi anak-anak Allah dalam pembaptisan berarti menjadi anak-anak Kasih. Hanya dengan mengasihi, kita menegaskan identitas kita sebagai anak-anak Allah.
Natal sebentar lagi akan tiba. Kita juga sudah akan memasuki Minggu Adven yang ketiga. Lalu, bagaimana dengan persiapan Natal kita kali ini ?
Biasanya Natal akan identik dengan libur panjang, pohon natal, kado, dan sinterklas. Kalau ke Mall atau pusat perbelanjaan, maka sudah ada Pohon Natal yang menjulang tinggi, ornamen yang cantik serta lagu-lagu natal yang menemani kita berbelanja. Menyenangkan sekali yah..
Namun, apakah sudah kita renungkan, apa makna natal yang sebenarnya?
Natal sebaiknya menjadi moment di mana kita selalu menghadirkan Yesus di mana pun kita berada yang artinya kita harus menghadirkan kasih, damai, dan pengampunan untuk sesama. Mengapa demikian?
Dalam Yohanes 3:16 yang isinya ” Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yesus adalah lambang kasih Allah yang begitu besar bagi manusia, maka dari itu hendaknya kita memaknai Yesus yang lahir dengan menjadikan kita pribadi-pribadi yang selalu menebarkan kasih bagi keluarga, teman-teman, komunitas ataupun lingkungan masyarakat.
Bagaimana dengan damai yang harus kita bagikan ? Di dalam Yesaya 9:6 tertulis demikian : “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat, Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” Yesus adalah Sang Raja Damai sehingga mari kita menjadi pembawa damai ke manapun kita pergi dan kepada siapapun yang kita jumpai tanpa melihat agama, suku, dan rasnya.
Tahun Kerahiman Illahi yang sudah dibuka 8 Desember yang lalu dengan motonya “Merciful like the Father” hendaknya juga menjadi inspirasi pengamalan nyata bagi kita untuk belajar mengampuni sesama karena Allah telah lebih dahulu mengampuni kita, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”(Lukas 6:36)
Teman-teman, marilah kita memaknai natal ini tidak hanya dengan persiapan lahiriah namun juga dengan persiapan batin sehingga Perayaan Natal dapat memampukan kita menghadirkan Yesus yang lahir dalam hati kita sehingga kita dapat membagikan kasih, damai, dan pengampunan bagi sesama.
Salam dari Konsilium dan dari saya, kepada Ketua, Pemimpin Rohani dan seluruh perwira serta anggota Senatus Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih untuk salinan Notulensi Senatus sampai pada bulan Juli 2015 dan saya menunggu Notulensi selanjutnya. Terima kasih atas perhatiannya dalam menyelesaikan semua tugas dengan baik.
Pada pertemuan Konsilium di bulan Oktober, Romo Bede McGregor, Pendamping Rohani kami, memimpin ibadat. Dan di antara para Pastor yang hadir, hadir pula Pastor dari Mesir. Pada pertemuan ini juga hadir legioner dari Senatus Birmingham (Inggris), Lisbon (Portugal), dan 2 perwakilan dari Filipina.
Bacaan Rohani diambil dari Buku Pegangan Bab ke-7 tentang “Para Legioner dan Tritunggal Maha Kudus”. Dalam alukusionya, Bapa Bede mengutip kalimat “seperti halnya bernapas bagi tubuh manusia, demikianlah pentingnya doa Rosario bagi Legio Maria”. Pada Pentakosta, para rasul berdoa bersama dengan Bunda Maria yang merupakan “teladan dari penyerahan diri secara total”. Doa Rosario adalah Kristosentrik karena bersama Maria kita merenungkan Putranya yang Ilahi. Sementara, Roh Kudus merupakan jiwa bagi Legio Maria, yang memegang peran utama dalam evangelisasi (pewartaan injil). Kita harus mencoba dan mempromosikan doa Rosario mengingat bahwa ketika kita mendoakannya, Maria Ibunda Yesus juga turut berdoa bersama kita.
Selama bulan November, setiap presidium wajib melaksanakan Misa yang ditujukan bagi jiwa-jiwa para mendiang legioner di seluruh dunia.
Sr Janet Lowthe (yang juga seorang legioner) menjadi wakil dari Konsilium pada upacara di Ghana, Afrika Barat, yang merayakan 75 tahun Legio Maria di Negara tersebut. Beliau juga sekaligus mengikuti pertemuan dengan Hierarki yang terdiri dari para legioner pendahulu.
Ada saran bahwa kita harus mempromosikan budaya hidup “Memorare” doa kepada Maria, Bunda Allah.
Saya berharap perekrutan auksilier demikian juga anggota-anggota baru terus dilakukan. Doa dari para auksilier merupakan dukungan spiritual bagi para anggota aktif. Demikian pula kesatuan dengan para auksilier akan membantu menyemangati mereka.
Permintaan Konsilium untuk Data
Konsilium meminta agar dapat diberikan pernyataan yang menunjukkan kekuatan Senatus di teritori di mana ia bertanggung jawab, contohnya: jumlah Regia, Komisium, Kuria, serta Presidium.
Bacaan Rohani : Buku Pegangan Hal 334 Bab 39 Point 33 ” Legioner harus berada di garis depan dalam medan pertempuran Gereja “
Kita para legioner berada dalam suasana sosial yang kompleks, termasuk keberadaan pengajaran kekristenan yang beragam.Akibatnya pemaknaan terhadap pribadi Yesus juga sangat beragam – dan banyak di antaranya yang tak sejalan dengan pengajaran iman Katolik. Kedangkalan pengertian terhadap iman Katolik akan membuat kita mudah diresapi dengan ajaran-ajaran ke-kristenan yang tidak benar.Menyikapi hal ini para legioner perlu mengembangkan sikap mau belajar segala hal tentang Kekatolikan secara lebih mendalam. Kemauan belajar dan menghayati iman Katolik adalah bagian mendasar pertempuran legioner di barisan terdepan Gereja.
Gereja Katolik menerbitkan Katekismus sebagai salah satu sumber pengajaran resmi. Marilah kita menimba banyak hal benar daripadanya , sehingga kita juga terhindar dari praktek-praktek yang salah (contoh: menganggap air suci atau rosario sebagai benda keramat, mengukur iman seseorang dari kemampuan supranaturalnya atau pengalaman mujizat yang bombastis). Orang-orang suci bukanlah mereka yang melakukan hal-hal besar dan berbagai mukjizat namun mereka yang menghayati Iman Katoliknya secara benar dan tulus serta melakukan ajaran Kristus. Dalam memaknai segala hal yang terjadi, Gereja juga mengajak kita bukan hanya menggunakan kedalaman hati dan rasa namun juga menggunakan akal budi yang sehat.
Marilah kita mempelajari dan menghayati ajaran Gereja Katolik sebagai kebiasaan harian Legio Maria.